Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Kampanye Kotak Kosong Pilkada 2024, Golput Terselubung?

8 September 2024   13:15 Diperbarui: 12 September 2024   13:05 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kotak kosong saat Pilkada 2024. (Sumber: KOMPAS)

Pilkada 2024 semakin dekat, namun ada fenomena yang menarik perhatian masyarakat dan pengamat politik, yaitu kampanye kotak kosong. Dalam konteks Pilkada, kotak kosong menjadi alternatif pilihan ketika hanya ada satu pasangan calon (paslon) yang maju. 

Kehadiran kotak kosong ini membuka diskusi hangat terkait keterlibatannya dalam proses demokrasi. Di satu sisi, kotak kosong dianggap sebagai simbol penolakan terhadap paslon tunggal. 

Sedangkan di sisi lain, ada yang menyebut kampanye kotak kosong sebagai bentuk lain dari golput (golongan putih) yang terselubung. 

Pertanyaannya, apakah kampanye kotak kosong dalam Pilkada 2024 bisa dianggap sebagai golput yang berkamuflase atau justru sebagai bentuk nyata partisipasi demokrasi?

Kotak Kosong dalam Sejarah Pilkada

Sejak diperkenalkannya kotak kosong dalam Pilkada, pilihan ini telah menjadi cara masyarakat untuk mengekspresikan ketidakpuasan terhadap satu-satunya calon yang maju. 

Fenomena kotak kosong pertama kali terlihat pada Pilkada di beberapa daerah yang hanya diikuti satu pasangan calon karena faktor-faktor tertentu, seperti calon lain tidak memenuhi syarat administratif atau adanya dominasi politik dari salah satu kelompok.

Kotak kosong memberikan ruang bagi masyarakat untuk menolak paslon tunggal secara sah dan konstitusional. 

Hal ini penting karena tanpa opsi ini, masyarakat yang tidak puas hanya memiliki dua pilihan: tidak memilih (golput) atau terpaksa memilih paslon yang ada. Dengan adanya kotak kosong, demokrasi tidak menjadi monolitik, tetapi tetap mempertahankan esensi partisipasi aktif.

Golput dan Partisipasi Politik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun