STY) berlaga di penyisihan Grup B ASEAN Mitsubishi Electric Cup 2024 yang berlangsung di Viet Tri Stadium, Phu Tho, Vietnam, semalam, Minggu (15/12) pukul 20.00 WIB.
Menyesakkan ketika melihat pasukan Shin Tae-yong (Semua masyarakat penggemar sepak bola di Indonesia tentu memiliki ekspektasi tinggi terhadap Shin Tae-yong agar bisa meramu strategi hebatnya.
Dengan begitu, apakah ini berarti merupakan "kiamat" bagi persepakbolaan di tanah air hingga pada akhirnya mematikan karier STY sebagai pelatih kepala di Timnas Indonesia?
Bisa ya, bisa tidak. Menurut saya, selama mengamati perjalanan Shin Tae-yong melatih dan juga melihat perkembangan timnas, rasanya tidak.
Apakah saya terlalu percaya diri dan cinta buta kepada STY? Sepertinya tidak. Dan akan saya urai pandangan pribadi tentang hal itu, tentu juga dengan tidak merasa paling benar karena saya bukanlah ahli yang memahami tentang sepak bola.
Sebelumnya mari kita kupas dulu pendapat dari Ketua Umum PSSI, Erick Thohir yang menilai ada hal positif dibalik kekalahan Timnas Indonesia dari Vietnam.
Dilansir dari laman pssi.org, Menurut Erick, permainan timnas dengan mayoritas diisi tim berusia muda, saat menghadapi Vietnam yang didominasi pemain senior itu cukup memperlihatkan ketenangan dan mental yang kuat.
"Saya nilai permainan Timnas muda kita sudah baik menghadapi Vietnam yang para pemainnya lebih senior dan berpengalaman. Sayang, kebobolan di paruh akhir babak kedua dan itu gol agak berbau keberuntungan," ujar Erick usai nonton bareng di Jakarta.
Erick berpendapat, formasi 3-5-2 merupakan formasi yang sudah pas dengan pola permainan timmas. Dengan formasi tersebut, menurut Erick, penguasaan lapangan tengah sangat hidup.
"Melihat hasil pertandingan lain, Laos versus Filipina yang berakhir imbang, seharusnya peringkat kita bisa lebih baik dari sekarang. Apalagi, jika di laga melawan Laos sebelumnya, kita bisa menang. Karena itu di laga terakhir melawan Filipina, kita harus maksimal dan raih poin penuh," tegas Erick.
Dan sepertinya, saya sepakat dengan pendapat Erick Thohir (ET) ini, jauh sebelum melihat dan mengutip berita tersebut.
Ketika pertama kali STY datang dan mulai berkiprah, saya bukan saja mengamati tapi kerap menulis tentangnya dan perkembangan timnas di media online Bondowoso Network, tempat saya menjadi penulis konten di sana. Anda bisa membaca salah satunya di sini.
STY sejak jadi pemain hingga tampil sebagai pelatih dikenal sebagai orang yang cerdas dan cerdik. Jika tidak, mana mungkin ia bisa menggebarak dunia ketika memimpin Korsel di Piala Dunia 2018 saat mengalahkan Jerman 2-0.
Penampilan Korea Selatan saat itu pun sebenarnya juga tidak terlalu buruk, meski kalah saat melawan Swiss 1-0 dan Meksiko 2-1, faktanya tim-tim hebat itu "hanya" menang tipis.
Sayangnya, penonton sepak bola dimanapun di penjuru dunia ini merupakan kaum fanatik yang selalu ingin tim kesayangannya menang.
Mereka hanya ingin dan tahunya tim harus menang, Â apapun caranya, tanpa mau peduli proses serta sulitnya mereka berjuang melawan tim lawan.
Tak bisa dipungkiri memang, karena sepak bola saat ini merupakan sebuah industri hiburan yang di dalamnya berputar uang milyaran dolar. Wajar jika penonton selalu ingin dimanja lewat kemenangan, karena hanya dengan begitu mereka merasa dihibur.
Begitupun dengan penonton fanatik timnas di Indonesia, terutama mereka para netizen yang bagaikan hantu karena terus menghantui dengan komentar-komentar "sadis" nya jika timnas kalah.
Ketika menyaksikan pertandingan semalam, entah mengapa, saya tidak merasakan kecemasan seperti ketika menyaksikan pertandingan timnas sebelum dipegang STY.
Beberapa kali memang sempat cemas dan kecewa, namun semalam, saya melihat perjuangan anak-anak asuh STY yang rata-rata masih berusia di bawah 22 tahun itu sungguh sangat luar biasa.
Bayangkan, timnas Vietnam semalam adalah tim senior dan yang diturunkan pun boleh disebut sebagai tim intinya. Pengalaman mereka bertanding sudah barang tentu jauh jika ingin dibandingkan timnas kita semalam.
Begitupun jika melihat waktu yang tersedia saat pembentukan tim serta ketika kita menjalan turnamen ini, anak-anak asuh STY harus berjuang dengan ketatnya kompetisi.
Saya tidak ingin pula beralasan, namun memang kenyataannya demikian bukan?
Mereka tim muda yang belum berpengalaman namun harus bertanding dengan jadwal ketat pertandingan, tentu ini akan menguras fisik dan mental mereka.
Dan saya tidak melihat satupun pemain timnas semalam yang gentar. Wajah-wajah mereka penuh optimis dan terlihat garang karena berani melawan tekanan Vietnam saat bermain keras.
Pertahanan mereka pun cukup solid, selain dari strategi dari STY tentunya, tapi terlihat anak-anak muda ini mampu berbagi peran dengan kompak.
Buktinya, selain Vietnam hanya mampu membobolkan satu gol, terlihat mereka mulai frustasi di babak kedua.
Apalagi saat STY memasukkan Rafael Struick dan di babak kedua memasukkan Pratama Arhan serta Victor Dethan, beberapa kali serangan balik kita terlihat hidup.
Dethan dan Struick mampu membuat pertahanan Vietnam porak poranda untuk sesaat! Apalagi ketika Arhan mengambil lemparan ke dalam, terlihat kepanikan mereka.
Itu bukti bahwa STY dan ET sedang "bermain catur", mereka sedang berstrategi dan merencanakan sesuatu. Ingat keduanya bukan orang sembarangan dan baru di dunia olah raga sepak bola.
Pemberian kesempatan kepada tim U-22 ini bagi saya adalah cara cerdas STY bukan saja untuk mendidik mereka tampil "dewasa" di kancah internasional, tapi juga seperti ingin menyampaikan pesan.
Bagi saya, STY sedang menyampaikan pesan kepada Vietnam dan tim sepak bola di Asia Tenggara, bahwa Indonesia benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah raksasa sepak bola Asia Tenggara yang sedang bangkit dari tidur panjangnya.
Jika memang Vietnam begitu hebat, mengapa hanya menang 1-0 dan terlihat lemah tak mampu membobol pertahanan Indonesia?
Pertahanan kita hebat, tapi daya serang kita lemah. Kata siapa? Netizen yang budiman? Saya kok tidak terlalu percaya dan pusing memikirkannya.
Rafael Struick pilihan tepat STY, lihat bagaimana ia bisa tampil lebih "greng" di piala AFF ini. Apalagi semalam saat berduet dengan Dethan, chemistry terlihat solid.
Jika saya membaca pola STY dan ET, yang dibenahi setelah fisik dan teknis adalah membentuk pertahanan kuat bagaikan tembok Cina.
Terbukti setelah ini, kita akan mendatangkan Ole Romeny dan bisa jadi pemain depan lainnya. Bahkan bukan tidak mungkin, Dethan atau Jans Raven sedang dipersiapkan untuk misi "penyerangan" kelak.
Lantas bagaimana dengan "local pride"?
Hmm..lihatlah yang tampil semalam, bukankah mayoritas mereka adalah "local pride". Perhatikan pula regenerasi timnas di segala lapisan umur, berapa prosentase pemain lokal dengan diaspora?
Sembari menjalankan itu semua, ET pun melakukan operasi senyap untuk membentuk liga menjadi lebih canggih dan juga mulai menunjukkan prestasinya dengan tampilnya timnas putri sebagai juara AFF belum lama ini.
Ayolah "Bani Towel", lihat semua proses ini dengan lebih cerdas dan jangan sedikit-sedikit menggaungkan slogan Shin Tae-yong out.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H