Untuk yang mengenal saya mungkin sudah memahami bahwa Bir Pletok menjadi bagian dari usaha kecil yang kami rintis sejak 1 Mei 2016.
Tanggal itu dijadikan patok sejarah agar mempermudah kami mengingat saat pertama kali menjadikan bir pletok sebagai produk unggulan di usaha mikro kecil yang bergerak di bidang makanan dan minuman.
Brand Bir Pletok Aini menjadi merek dagang yang terus bertahan hingga kini serta mulai dikenal masyarakat lewat tahapan demi tahapan perjuangan panjangnya.
Bir pletok produk keren namun "susah dijual", itu yang kerap kami jelaskan dan lengkapnya silahkan tonton di sini.
Dan semuanya di awali dari riset melalu internet tentang sejarah bir pletok, baru kemudian kami coba mencari resep otentik berdasarkan sejarahnya tersebut.
Saya tidak (belum) menemukan sejarah yang otentik dan valid mengenai bir pletok ini, termasuk resep "standar"nya seperti apa.
Namun, di sini saya akan coba mengurainya sesuai dengan apa yang saya ketahui dan dapati dari berbagai sumber, baik secara lisan ataupun tulisan.
Sebelum mendalami tentang sejarah bir pletoknya, kita coba dalami dulu tentang kata "Bir" itu sendiri dan seperti apa catatan sejarahnya.
Menurut catatan Horst Dornbusch, pendiri Cerevisia Communications LLC , sebuah firma konsultan di industri pembuatan bir internasional, bir dibuat pertama kali sudah sangat lama sekali.
Bangsa Sumeria menurutnya adalah yang dianggap paling awal membuat dan memasarkan Bir, yaitu di sekitar abad 4000 SM - 5000 SM.
Dari catatan yang ada, bangsa Sumeria adalah masyarakat pekerja keras yang terdiri dari para juru tulis, petani, dan pembuat bir, dan mereka menggunakan sebanyak setengah dari panen gandum tahunannya untuk bir.Â
Selain itu, awal peradaban Sumeria dianggap sebagai awal sejarah manusia yang tercatat, sehingga itu menjadi alasan kuat bahwa bir dan peradaban manusia dimulai pada waktu yang hampir bersamaan, dan manusia tidak pernah berhenti membuat bir sejak saat itu.
Bir telah dikenal di Eropa dan terutama diseduh dalam skala rumah tangga. Bir yang diproduksi sebelum Revolusi Industri terus dibuat dan dijual dalam skala rumah tangga, meskipun pada abad ke-7 M bir juga diproduksi dan dijual oleh biara-biara Eropa.
Selama Revolusi Industri, produksi bir beralih dari pembuatan artisanal ke pembuatan industri , dan pembuatan rumah tangga tidak lagi signifikan pada akhir abad ke-19.
Menurut literatur tertua yang berhasil ditemukan oleh Divisi Litbang Perkumpulan Pengusaha Bir Pletok Indonesia (PPBPI), Bir Pletok ada di dalam majalah berbahasa Belanda terbitan Surabaya, "Soerabaiajasch handesbald", terbit di bulan Mei 1907.
Di sana disebutkan adanya sajian minuman PLETOK yang dibuat dan disajikan bersama gulali, limun, wedang, bandrek dan cemilan lainnya dalam pesta-pesta besar yang diadakan orang Belanda.
Dari yang beredar di internet kini, bahannya dibuat dari bahan godokan 13 macam rempah yakni, jahe, jahe merah, sereh, kunyit, kayu secang, kayu manis, lada hitam, daun pandan, daun jeruk, biji pala, kapulaga, kembang lawang, serta cengkeh, ditambah gula dan garam.
Dalam sebuah event PPBPI menyampaikan bahwa pada awalnya Bir pletok itu seperti limun, hanya terdiri dari jahe, sereh dan daun pandan saja.
Adapun mengenai racikannya yang menjadi campuran dari rebusan 13 macam rempah, di duga itu merupakan pengaruh dari minuman jamu yang kemungkinan diperkenalkan oleh masyarakat Jawa.
Mengenai siapa yang pertama kali membuat bir pletok ini, secara individu, belum ditemukan sejarahnya yang pasti menyebutkan.
Namun, masih berdasarkan penelusuran PPBPI lewat wawancara dengan tokoh budayawan dan seniman Betawi, ditemukan penjual bir pletok itu ada di sekitar Pasar Rumput, Jakarta Selatan dan juga di daerah Slipi, Jakarta Barat di kisaran tahun 1960an.
Sekali lagi, sejarah itu di dapati dari hasil wawancara mereka, bukan melalui riset dengan menggunakan data dan fakta yang pasti, sehingga jika dikaji secara keilmuan tentang tidak seberapa kuat.
Dari catatan sejarah yang bisa dilihat di internet, Bir Pletok ini dibuat oleh para ulama dan masyarakat Betawi agar generasi muda mereka tidak terpengaruh oleh budaya orang-orang Eropa, terkhususnya Belanda.
Memang jika bicara sejarah, kita tidak bisa sembarangan, minimal informasi di atas merupakan hasil penelusuran sementara yang harus ditindaklanjuti agar semakin banyak orang mengenal bir pletok.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H