Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Standardisasi dan Sertifikasi Profesi Pekerja Film Perlukah?

26 November 2024   06:54 Diperbarui: 26 November 2024   17:30 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi pekerja film bukanlah cita-cita saya di masa kecil walaupun kedua orang tua saya pernah aktif di perfilman sebelum akhirnya pensiun sebagai pegawai TVRI.

Di masa saya kecil dan remaja, pekerja film pun saya rasa belum menjadi pilihan profesi, setidaknya kalah dengan "cita-cita pasaran" anak kecil seperti ingin menjadi dokter, tentara, polisi, pilot, dan sebagainya.

Hingga pada akhirnya saya mengenal produksi film dan jatuh cinta sejak tahun 2002, mulai dari berkomunitas hingga terjun ke industri film dan televisi.

Dan saat menjalaninya, begitu banyak fenomena yang juga dirasakan mulai dari karya yang dikritik dan dianggap tidak memenuhi standar.

Standar perfilman dan televisi kita untuk menjadi sebuah karya itu apa?

Inilah yang sangat menjadi pertanyaan besar saya saat itu, karena ketika bertemu beberapa produser, mulai dari Production House, Televisi "plat merah", televisi swasta, saat saya tanyakan hal tersebut, mereka malah menunjukkan standar yang absurd.

"Bikin dong film yang standarnya Holywood di Amerika, India, Korea, Thailand..." ucap mereka jika saya simpulkan.

Weeww...bukankah negara kita bernama Indonesia? Senista itukah hingga bangsa dan negara besar ini sendiri tidak memiliki standar produksi dan acuan serta "platform" di dalam menghasilkan karyanya?

"Buat cerita itu harus unik, Dimas," pernah pula saya diminta dan dinasihati oleh seorang Produser.

"Unik itu seperti apa? Kalo menurut saya unik tapi tidak menurut Anda dan penonton gimana?" balas saya.

Krik..krik..krik..hening dan hanya bunyi jangkrik yang terdengar...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun