Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Guru Nasional 2024: Jangan Jadi Guru, Nggak Enak, Benarkah Demikian?

25 November 2024   05:29 Diperbarui: 25 November 2024   17:13 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi Dimas Jayadinekat

Ini sekadar curahan hati di Hari Guru Nasional 2024 saja, terutama tentang pengalaman saya yang kini kerap diundang menjadi pembicara di Kampus dan Sekolah-sekolah, yang mungkin bisa dikategorikan juga sebagai seorang guru.

Jika tidak pernah menulis skenario mengenai tema ini, maka rasanya saya tidak akan ingat bahwa hari ini merupakan Hari Guru Nasional.

Hari Guru resmi ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994. Dan tanggal ini dipilih karena bertepatan dengan hari lahir PGRI, yang memiliki sejarah panjang sebagai organisasi perjuangan guru.

Perjuangan seorang guru? Apa sampai segitunya seorang guru layak dikenang sehingga kiprahnya dianggap sebuah perjuangan sehingga sudah barang tentu dirinya dianggap sebagai Pahlawan?

Jika predikat pahlawan itu tersematkan pada diri saya hanya karena juga termasuk guru, maka saya akan menolak, karena apa yang saya lakukan belumlah seberapa. 

Meski saya harus mengakui bahwa menjadi seorang guru itu butuh pengorbanan sehingga kiprahnya memang layak dikatakan sebagai perjuangan.

Ketika masih bersekolah, sebagai siswa biasa, tentu saya pernah melakukan "perlawanan" terhadap guru seperti menyontek (kecil-kecilan sih), tidak mengerjakan PR, malas belajar, mengobrol di kelas saat guru mengajar, dan lain sebagainya.

Dan apakah saat itu saya peduli terhadap sikap yang harus diambil mereka selaku pendidik? Tentu tidak, hingga misalnya saya diperlakukan tidak wajar seperti dimarahi atau bahkan sampai dipukul.

Saya pernah ditampar guru matematika dua kali, yakni pada saat kelas 3 sekolah dasar dan di kelas 3 SMA, dan rasanya membekas hingga kini karena saat reuni pasti peristiwa itu pun akan terkenang pula.

Dendamkah saya? Tidak.

Karena dengan berjalannya waktu, saya menyadari bahwa memang menjadi seorang guru yang baik itu sulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun