Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ketika Masalah Anak Membuat Anda Kesal, Coba Pahami Ini Dulu

14 Oktober 2024   10:13 Diperbarui: 14 Oktober 2024   10:31 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pixabay.com/Daniel Reche

Masalah anak adalah masalah bagi orang tuanya ketika mengatasinya hanya dengan cara yang bermasalah.

Memahami masalah anak untuk orang tua yang "sibuk" tentu akan menjadi kendala besar karena anak menjadi sulit terbuka, apalagi bagi mereka yang hanya gemar mencari kesalahan anak dan memarahinya.

Terkadang kita lupa bahwa anak merupakan imitator ulung, atau jangan-jangan tidak mengetahui, jika apapun tindak-tanduk orang tua itu berpotensi akan di ikuti sepersis mungkin oleh anaknya.

Menurut filsuf Inggris John Locke (1632-1704) dengan teori tabularasanya yang terkenal, manusia dilahirkan dalam keadaan kosong seperti kertas putih yang belum ditulis apa-apa, dan akan terisi oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh melalui panca indera.

Pendapat Locke sangat menarik untuk jadi perenungan bersama, bahwa menurutnya seseorang harus memiliki kebebasan di dalam membentuk dirinya sendiri.

Manusia memang seharusnya menjadi makhluk independen yang bisa terarah pada pola alam semesta, sehingga sinerginya akan membuat semesta menjadi lebih terjaga karenanya.

Seorang anak, terutama ketika mereka memasuki masa remaja, sangat memahami kondisi ini. Mereka butuh diakui, ingin lebih independen tanpa gangguan, namun di saat yang sama orang tua dan lingkungan hanya memberikan stigma kepadanya.

Menjalani transisi menuju kemandirian sangatlah sulit dan meskipun anak-anak tidak suka mengakuinya (dan mungkin tidak akan mengaku), anak-anak tetap membutuhkan orang tua agar tetap terhubung dan terlibat dalam kehidupan mereka.

Remaja butuh ruang sendiri, tetapi mereka juga butuh orang tua. Faktanya, kebanyakan remaja mengatakan mereka ingin lebih dekat dengan orang tua, tetapi tidak tahu bagaimana melakukannya. 

Jadi, saat anak Anda berusaha memisahkan diri, Anda perlu berusaha menjembatani kesenjangan tersebut dengan hati-hati. Mulailah dengan menemui mereka di tempat mereka berada.

Dilansir dari rootedministry.com, Kristen Hatton, pemegang gelar master untuk konseling terutama dengan gadis remaja, orang tua, dan keluarga, coba menguraikannya secara singkat dalam artikel yang ditulisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun