"Mau belanja atau butuh sesuatu tapi tak punya uang, pakai saja Paylater, mudah dan simpel!"
Mungkin seperti itu penawaran atau copywriting dari perusahaan Paylater yang pada akhirnya membuat banyak orang tergiur. Enak bukan, tak punya uang tapi bisa beli ini-itu?
Paylater adalah sistem pembayaran yang ditunda, artinya kita bisa membeli barang tanpa harus membayar langsung tapi sebagai gantinya kita harus membayar tiap bulan beserta bunganya.
Di zaman yang dianggap sulit dan penuh dengan ketidakpastian sehingga berimbas pada perekonomian keluarga, tentu ini merupakan solusi indah dan dianggap tepat.
Bahkan dari yang awalnya hanya menjadi sebuah kebutuhan, fungsinya mulai bergeser pada gaya hidup. Mau beli sesuatu tidak terlalu butuh demi sebuah tren atau sekadar bergaya, maka berhutang dengan paylater pun rela dilakukan.
Banyak yang belum disadari oleh penggunanya, bahwa efek menggunakannya bisa seperti seseorang yang kecanduan.Â
Lho kok bisa? Ya jelas bisa dong..
Semuanya bisa terjadi karena kemudahan dalam transaksinya, kebiasaan mengklik setuju tanpa membaca secara detail konsekuensi bunga dan denda keterlambatan demi keinginan yang terpenuhi, apapun akan segera dilakukan bukan?
Padahal hal itu sudah dijelaskan dalam persyaratan saat mengajukan paylater, hingga akhirnya menimbulkan gaya hidup konsumtif masyarakat yang tinggi.
Dilansir dari siaran pers Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bernomor SP -146/GKPB/OJK/X/2024, mereka berupaya meningkatkan wawasan untuk generasi muda agar lebih cerdas dalam berinvestasi.
Karena bisa jadi, perilaku menggunakan paylater juga bukan sekadar untuk yang bersifat konsumtif serta gaya-gayaan, tapi juga ada yang menggukanannya sebagai sebuah investasi.
Dalam rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun OJK ke-13 dan Bulan Inklusi Keuangan (BIK) Tahun 2024, kembali digelar kegiatan OJK Mengajar di Universitas Kuningan (UNIKU), Cirebon, Jumat(4/10/2024), Â dengan tema Cerdas Investasi Bagi Generasi Muda (CIREMAI ).
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi hadir memberikan materi edukasi keuangan pada kuliah umum yang dihadiri oleh 1.000 mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNIKU serta diikuti juga oleh ratusan mahasiswa dari berbagai fakultas UNIKU secara daring.
Dalam paparannya, Inarno mendorong mahasiswa untuk semakin memahami dan memanfaatkan berbagai produk dan layanan sektor jasa keuangan yang semakin mudah diakses sebagai bagian dari perencanaan keuangannya.
Namun, ia berpesan agar pelajar tidak terjebak dalam investasi ilegal yang menjanjikan imbal hasil tinggi sehingga berisiko merugikan konsumen.
"Banyak yang terakumulasi melalui perjanjian yang menggiurkan, tanpa menyadari bahwa investasi tersebut tidak memiliki legalitas yang jelas dan terdaftar pada regulator terkait," ungkapnya.
Sementara itu, menurut artikel di laman Kompas TV, OJK mencatat, utang masyarakat Indonesia lewat skema layanan bayar nanti atau Buy Now Pay Later (BNPL) mencapai Rp7,99 triliun per Agustus 2024, atau naik 89,20 persen secara tahunan.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya OJK, Agusman mengatakan, meski pembiayaan Paylater naik, rasio pembiayaan macet atau Non Performing Financing (NPF) gross terjaga di posisi 2,52 persen.
Angka itu membaik dibandingkan bulan Juli yang tercatat 2,82 persen.
Hingga Agustus 2024, dari total 147 perusahaan penyelenggara fintech P2P lending, sebanyak enam perusahaan belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp100 miliar.
"Per September 2024, terdapat 16 dari 98 penyelenggara P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum Rp7,5 miliar. Dari 16 penyelenggara P2P lending tersebut, enam sedang dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor," ungkapnya.Â
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati memakai Paylater.Â
"Masyarakat perlu membekali dirinya dengan kemampuan pengelolaan keuangan agar dapat membedakan antara kebutuhan dengan keinginan, sehingga mampu mengendalikan diri dari perilaku konsumtif dan terjebak dalam utang yang tidak produktif," ujarnya.Â
OJK juga mengingatkan bahwa konsumen paylater memiliki kewajiban lainnya seperti mendengarkan petunjuk informasi; membaca, memahami dan melaksanakan perjanjian baku; beritikad baik; memberikan informasi/dokumen yang benar; serta mengikuti upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen.
Di sisi lain, konsumen Paylater juga memiliki hak antara lain memilih produk dan layanan keuangan, mendapatkan informasi mengenai produk dan layanan keuangan, mendapat edukasi keuangan, diperlakukan/dilayani secara benar, serta mendapat pelindungan dan upaya penyelesaian sengketa.
Jadi mau gunakan Paylater? Itu hak Anda, namun bijaklah di dalam menggunakannya atau lebih baik tidak sama sekali!***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI