"Mas Dim, Gimana sih caranya supaya kita percaya diri?" tanya seorang peserta acara saat saya diundang menyampaikan motivasi.
Tema acara yang saya sampaikan bukan tentang percaya diri, tapi karena ada pertanyaan tentu harus dijawab. Di saat menjawab itulah saya merasa dejavu.
Saya kemudian menjawab pertanyaan itu dengan menceritakan pengalaman pribadi membangun rasa percaya diri, yang jika mengingat hal itu, rasanya saya merasa beruntung bisa melewatinya.
Dulu, Â ketika anak-anak dan remaja, saya dikenal sebagai anak pendiam dan terkesan apatis terhadap kegiatan-kegiatan rapat dalam organisasi yang pernah saya ikuti.
Semua itu terjadi hanya satu, karena saya tidak punya rasa percaya diri. Apa yang saya bayangkan di kepala adalah penilaian orang dan penilaian orang itu akan menjatuhkan manakala terjadi kekurangan di dalam bertindak.
"Maaf, sebelumnya saya mau tahu, apa fungsi tubuh kamu ada yang kurang, cacat gitu?" tanya saya.
Si peserta menggelengkan kepala, "Tidak."
"Oke. Sekarang saya tanya, menurut kamu, saya punya kekurangan atau kecacatan fungsi tubuh atau tidak?" tanya saya lagi.
Peserta pun mulai memperhatikan saya dengan tajam, berusaha mencari kekurangan apa sebenarnya yang ada pada diri saya. Namun, tidak berhasil mereka temukan.
"Coba kamu, atau siapa saja berdiri. Dan bisikkan sesuatu ke telinga kanan saya," saya meminta kepada seluruh peserta.
Dan salah seorang maju ke depan melakukan persis apa yang saya minta. Setelah selesai saya tidak bisa menyebutkan apa yang dia katakan, karena memang saya tidak dengar.