Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Debat Ala Rocky Gerung di Acara TV dan Apa Itu Argumentum Ad Hominem

4 September 2024   07:19 Diperbarui: 4 September 2024   07:50 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Youtube Official INews

Mengundang Rocky Gerung dalam Acara debat di Televisi memang selalu "ramai" hingga ada jargon, "No Rocky, No Party", entahlah siapa yang membuat jargon tersebut.

Semalam, Selasa, (03/09/2024), perdebatan sengit antara Rocky Gerung dengan "lawan" debatnya kembali terjadi di acara Rakyat Bersuara yang ditayangkan oleh INews dengan Aiman Wicaksono sebagai host-nya.

Dalam kutipan Video yang beredar melalui kanal Youtube INews Official dengan durasi 19:45 menit, tampak di sana suasana penuh emosional terjadi antara Rocky dan Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih.

Di bagian cuplikan video tersebut, Aiman coba membuka "topik" di segmen acara Rakyat Bersuara tersebut mengenai cawe-cawe Presiden Jokowi dengan melempar pertanyaan tersebut ke Rocky.

Namun, bukan Rocky Gerung namanya, jika tidak bisa mengurai pertanyaan sederhana menjadi "rumit", yang kemudian membuat Silfester terpancing emosinya dan menganggap pendapat Rocky sebagai "pembicaraan panjang lebar" semata.

Ketersinggungan Silfester adalah ketika Rocky menjelaskan tentang slogan di sebuah spanduk saat dirinya akan menuju ke studio menaiki eskalator.

Semua itu terjadi, jika Silfester sabar mendengarkan, ketika Rocky coba mengaitkan Principle of Parsimony atau prinsip Parsimony terhadap cawe-cawe Presiden Jokowi.

Menurut Rocky, maknanya adalah prinsip yang menyatakan bahwa penjelasan yang paling sederhana lebih disukai daripada penjelasan lain yang lebih rumit. Prinsip ini juga dikenal sebagai pisau cukur Occam. 

Spanduk yang dilihat Rocky sebagai awal "petaka debat" itu bertuliskan, "Success is not free, you have to fight for it", yang kemudian diparodikan olehnya menjadi, "Success is not free, you have to JILAT for it."

Saat menyampaikan itu, ia menyindir bahwa yang mengganti kata tersebut adalah narasumber-narasumber INews, tanpa ia menyebutkan nama serta mengarah kemana.

Hmmm...kenapa saya jadi seperti Rocky ya, menjelaskan sesuatu sampai se-kronologis itu? lihat saja lengkapnya deh di sini jika mau menyaksikan perdebatannya: 
Bukan kali ini saja Rocky selalu memancing lawan bicaranya naik pitam, namun selama saya menyaksikan, sepertinya baru semalam seseorang sampai menyerang dengan sumpah serapah ke sosok Rocky.

Disclaimer, tulisan ini bukan untuk membela Rocky atau siapapun ya. Saya menulis ini karena resah terhadap berbagai narasumber yang diundang di berbagai acara Talkshow, bukannya mengedukasi serta menjaga martabatnya, melainkan kerap menunjukan kebodohan lewat sikap emosional.

Seolah-olah sebuah acara debat itu jika tidak tarik urat dan berkelahi, belum sah! Tidak. Bukan demikian seharusnya cara intelektual bersikap. Bukankah para narasumber tersebut sebagian besar pantas disebut sebagai kaum intelektual?

Rocky dan bahkan Anies Baswedan, selaku intelektual, di dalam setiap kesempatan terlihat selalu ingin mengedukasi masyarakat dengan logika dan dialektika.

Mereka kerap mengutip sumber ilmu pengetahuan yang text book dengan penyebutan tokoh-tokoh serta sejarahnya, atau setidaknya berusaha menjabarkan setiap kata ataupun maksud pertanyaan lewat jawaban ilmiah.

Dan setiap jawaban ilmiah tadi bukanlah sekadar jawaban asal, sehingga harus dituturkan panjang berdasarkan "sanad" atau runtutan sejarah keilmuannya.

Sayangnya, karena ketidaksabaran, kerap kita dipertontonkan dengan apa yang di istilahkan sebagai Argumentum Ad Hominem.

Sedikit kita bahas ya...sedikit saja, karena saya bukan ahli, semata-mata hanya teringat pesan almarhum bapak M.Djoko Yuwono, agar saya di dalam sebuah diskusi tidak mudah melakukan argumentasi Ad hominem tersebut.

Dikutip dari britanica.com,  argumentum ad hominem adalah jenis argumen atau serangan yang menyinggung prasangka atau perasaan atau secara tidak relevan mencemarkan nama baik orang lain alih-alih membahas fakta atau klaim yang dibuat oleh orang tersebut.

Kita bahas ya, maaf agak panjang...

Argumen ad hominem sering diajarkan sebagai jenis kekeliruan , bentuk argumentasi yang keliru , meskipun hal ini tidak selalu terjadi. 

Sejumlah cendekiawan telah mencatat bahwa mempertanyakan karakter seseorang adalah kekeliruan hanya sejauh karakter orang tersebut tidak relevan secara logis dengan perdebatan. 

Memang, buku teks filsafat sering mencantumkan argumen ad hominem sebagai jenis kekeliruan informal tetapi menambahkan ketentuan penting bahwa orang tersebut harus diserang "secara tidak relevan." 

Misalnya, seorang ilmuwan dapat menolak argumen seorang kolega karena selera musik atau gaya rambut kolega tersebut. 

Ciri-ciri yang khas dan subjektif ini sama sekali tidak terkait dengan kebenaran argumen kolega tersebut, dan menyerang orang tersebut alih-alih substansi argumennya akan menjadi contoh yang jelas dari kekeliruan ad hominem. 

Namun, pengadilan umumnya mempertimbangkan karakter seorang saksi, dan mempertanyakan pernyataan seorang pembohong kronis tidak akan menjadi kekeliruan karena secara logis berhubungan dengan kemungkinan bahwa ucapan mereka sendiri merupakan kebohongan.

Para sarjana secara umum mengenali lima subkategori argumen ad hominem:

  • Kasar
    Jenis serangan kasar merujuk pada serangan langsung terhadap seseorang, yang mana seseorang meminta agar suatu argumen ditolak karena orang yang mengemukakan argumen tersebut tidak jujur, tidak bermoral, atau berkompromi dalam hal lain.
  • Bersifat situasional
    Jenis situasional melibatkan pertanyaan tentang beberapa ketidakkonsistenan antara orang yang membuat argumen dan argumen itu sendiri. Sering kali, argumen ad hominem situasional dimaksudkan untuk mengkritik kemunafikan yang tampak dari orang yang membuat argumen. Misalnya, seorang anak mungkin menolak argumen orang tuanya bahwa konsumsi tembakau tidak sehat dengan alasan bahwa mereka adalah perokok tembakau.
  • Bias
    Jenis bias melibatkan pertanyaan tentang validitas argumen seseorang berdasarkan bias yang dirasakan, baik bias yang murni ideologis atau bermotif material. Misalnya, seseorang mungkin mengklaim bahwa pidato yang disampaikan oleh seorang CEO yang menentang pengindeksan upah minimum terhadap biaya hidup harus ditolak karena yang pertama bias karena kekayaannya dan kepentingan yang melekat pada posisi sosialnya.
  • "Meracuni sumur"
    Terkait erat dengan tipe bias, tipe "meracuni sumur" melibatkan argumen bahwa orang tersebut sangat partisan atau cenderung dogmatis untuk memegang posisi tertentu sehingga mereka tidak dapat dipercaya untuk bernalar secara tidak memihak berdasarkan fakta dan logika.
  • Tu quoque ("kamu juga")
    Tipe tu quoque melibatkan tanggapan yang sama terhadap tuduhan melakukan kesalahan. Misalnya, seseorang yang ketahuan berbohong mungkin menanggapi dengan mengungkap kebohongan sebelumnya yang dilakukan oleh si penuduh dalam upaya untuk mendiskreditkannya, sehingga mengabaikan manfaat dari tuduhan tersebut.

Dalam beberapa hal, perdebatan ilmiah tentang kemungkinan penggunaan argumen ad hominem yang tidak keliru berputar di sekitar ketegangan antara logika formal , yang terutama berkaitan dengan validitas pernyataan, dan retorika , yang terutama berkaitan dengan persuasi. 

Nah, bagaimana? Makin jelas atau bingung? Atau malah ngantuk baca tulisan panjang ini?

Maka sederhananya, ketika berdiskusi atau debat sekalipun, kita memahami betul konteks serta substansi/inti dari pembicaraannya. 

Jika "gatal" harus menanggapi lewat argumen, debatlah juga dengan pengetahuan atau ilmu serta logika yang setara. Mungkin itu yang selama ini ingin diajarkan Rocky Gerung kepada masyarakat Indonesia, agar tidak dungu permanen...***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun