Ketika mendengar kata filsafat, orang awam mungkin akan langsung kaget kemudian berpikir filsafat adalah hal rumit, hanya berbicara dengan logika, atau bahkan mengaitkannya dengan agama. Padahal, sebagai induk dari segala ilmu, filsafat bukanlah hal yang aneh dan mengherankan sehingga takut untuk mempelajarinya. Seharusnya, hal tersebut menjadi bekal dan penuntun untuk terus belajar akan hal-hal baru.
Filsafat bukanlah sekadar berdebat soal penciptaan alam semesta, mana yang lebih dahulu antara telur dan ayam, atau bahkan keberadaan Tuhan. Filsafat lebih dari itu. Logika dalam berpikir menjadi hal penting dalam filsafat. Dengan logika, pola pikir kita sebagai manusia tentunya akan tahu dan paham apa yang harus dilakukan pada situasi-situasi tertentu.
Sejak dahulu, filsafat tidak pernah lekang dari pandangan masyarakat. Banyak orang yang bilang jika belajar filsafat, maka akan menjadi ateis. Kemudian didukung dengan sejumlah fakta bahwa memang ada orang-orang yang menjadi ateis setelah mempelajari filsafat. Sebenarnya, hal tersebut tidaklah semata-mata mengubah kepercayaan orang terhadap agama, karena ada faktor-faktor tertentu di balik perubahan tersebut.
Sebaliknya, justru filsafat bisa menjadi pondasi iman yang kita miliki akan keberadaan Tuhan dan juga pola pikir yang lebih terbuka dan peka terhadap lingkungan karena logika yang terus terasah mendalami ilmu dasar.
Stereotipe ini akan terus melekat di benak masyarakat jika kita tidak mencoba untuk mengedukasinya karena filsafat sebagai induk dari segala ilmu sangatlah penting untuk terus dipelajari.
Pada dasarnya, filsafat itu lebih dari apa yang kita bayangkan. Selama puluhan abad, filsafat selalu menjadi tonggak peradaban manusia yang telah melahirkan banyak perubahan. Sebagai generasi yang hidup di zaman modern ini, setidaknya kita mampu untuk berpikir kritis dan tunduk akan ilmu, karena ilmu lah yang telah memberikan kita bekal untuk masa depan yang lebih baik.
Jika kamu memang tertarik untuk mempelajari filsafat, jangan takut dengan stereotipe yang ada. Karena stereotipe tetaplah stereotipe, tidak mengubah seseorang begitu saja.Â
Mempelajari filsafat tidaklah sulit jika kamu menemukan cara mudahnya. Ada banyak jalan untuk mempelajari filsafat, salah satunya adalah melalui buku. Jika kita ingin paham suatu hal, isi dan gaya penulisan pada sebuah buku sangatlah berpengaruh dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini ilmu filsafat, maka novel Dunia Sophie adalah jawaban dari kesulitan mempelajari filsafat.
Novel Dunia Sophie merupakan sebuah novel sejarah filsafat berbalut cerita fiksi yang menceritakan seorang gadis berusia empat belas tahun yang tertarik dengan filsafat. Novel ini ditulis oleh penulis terkenal, Jostein Gaarder, dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari tiga puluh bahasa di dunia.
Sejarah filsafat yang dibentuk dalam sebuah novel ini membuat kesan filsafat yang sulit dan berat untuk dipelajari menjadi lebih mudah untuk dicerna karena penyampaiannya yang diiringi dengan sebuah cerita seru.
Buku ini cukup terkenal di kalangan pecinta buku, mahasiswa ilmu filsafat, dan bahkan orang-orang yang memiliki ketertarikan dengan filsafat pasti sudah membacanya ataupun sekadar menjadi wishlist untuk dibaca karena memang buku ini sangat direkomendasikan di bidangnya.
Dalam buku ini, pembaca diajak untuk berpikir akan pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan dan bahkan alam semesta, kemudian mempelajari perkembangan filsafat dari waktu ke waktu, hingga filsuf-filsuf yang terlibat. Narasi sejarah tertulis sangat kental di dalamnya, tetapi konflik ceritanya akan menemani kita menikmati sejarahnya.
Dunia Sophie telah menjadi pondasi dasar bagi banyak orang yang ingin mulai mempelajari filsafat sekaligus membuktikan apa yang orang pikirkan sulit bisa terlihat mudah melalui gaya cerita yang disukai banyak orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H