Mohon tunggu...
Dimas Galih Putrawan
Dimas Galih Putrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

A gaming news enthusiast, gamer, and aspiring novel author.

Selanjutnya

Tutup

Games

4 Alasan Skull and Bones Gagal Memukau di Pasaran

26 Februari 2024   15:54 Diperbarui: 26 Februari 2024   16:01 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Skull and Bones sudah digadang-gadang sebagai salah satu game baru terbesar dari Ubisoft tahun ini. Game bertema bajak laut itu sudah meluncur pada 16 Februari 2024. Kenyataannya, kritikus dan pemain memberi tanggapan beragam, kebanyakan negatif.

Bahkan, terdapat laporan dari Insider Gaming bahwa Skull and Bones telah mencapai total angka pemain 850.000 termasuk free trial. Sebagai game live service, angka tersebut menandakan bukan awal yang bagus.

Jadi apa yang terjadi? Apa yang menyebabkan game bajak laut ini gagal bersinar di pasaran? Berikut adalah alasannya:

1. Pengembangan yang Sangat Lama dan Bermasalah

Sumber: Ubisoft
Sumber: Ubisoft

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pengembangan Skull and Bones memakan waktu yang sangat lama semenjak pengumuman perdananya. Ubisoft pertama kali mengumumkannya saat E3 2017. Sejak saat itu, penundaan kerap mereka umumkan. Totalnya, Ubisoft sudah menunda enam kali sebelum peluncuran resmi pada 16 Februari 2024.

Ditambah lagi, pengembangannya pun disebut bermasalah. Mulai dari konsep yang terus-menerus berubah, perubahan desain gameplay, dan kurangnya pengarahan secara konsisten. Belum lagi pergantian kepemimpinan ikut berdampak dalam proses pengembangan.

Ironisnya, ini menambah deretan game yang sering mengalami penundaan berujung pada kegagalan di pasaran. Contoh yang paling terkenal adalah Duke Nukem Forever dari Gearbox Software yang rilis pada Juni 2011 setelah pertama kali diumumkan pada April 1997. Selain itu, Ubisoft juga masih memiliki satu proyek game yang saat ini pengembangannya bermasalah, yakni Beyond Good and Evil 2.

2. Harga yang Sangat Tinggi

Sumber: Ubisoft
Sumber: Ubisoft

Ubisoft menganggap Skull and Bones sebagai game quadruple-A atau AAAA. Harganya pun bukan main sebagai game premium, yakni US$60 untuk PC dan US$70, mengikuti mayoritas game AAA dewasa ini. Yves Guillermot selaku CEO mengaku dengan percaya diri bahwa game ini pantas mendapat harga tersebut sebagai game quadruple-A.

Kenyataannya, Insider Gaming mendapati dalam laporan yang sama bahwa salah satu karyawan merasa game bajak laut ini lebih baik diberi harga US$30-40. Keputusan Ubisoft untuk memberi harga US$60-70 pun memicu kritikan dari publik mengingat respon saat tahap beta kurang begitu memuaskan.

Ubisoft menawarkan free trial selama delapan jam untuk penggemar yang ingin mencoba sebelum membelinya. Hal ini pun rupanya belum cukup untuk memuaskan bagi game live service tersebut.

3. Kurangnya Konten

Sumber: Ubisoft
Sumber: Ubisoft

Sebagai game live service, konten adalah kunci. Penggemar mengharapkan konten yang cukup banyak saat bermain game. Faktanya, Ubisoft telah menghabiskan dana pengembangan sebesar US$200 juta. Sebaliknya, banyak pemain yang mengkritik kurangnya konten.

Secara gameplay, Skull and Bones tampak hanya berfokus pada ship combat, trading, dan ship upgrade. Minimnya combat di daratan disebut sebagai salah satu keluhan yang datang dari pemain.

Selain gameplay, grafiknya juga dinilai mengecewakan oleh pemain. Konten PvP-nya pun disebut sangat buruk dan membuat frustrasi.

Selanjutnya, Ubisoft berencana untuk merilis konten tambahan. Mereka sudah merilis roadmap untuk Year 1 yang berisi empat Season mengikuti tradisi game live service lain besutannya seperti Rainbow Six Siege dan The Division 2.

4. Persaingan dari Game Live-Service Lain

Sumber: Ubisoft
Sumber: Ubisoft

Dalam dua bulan terakhir, Palworld dan Helldivers 2 juga rilis dan mencapai kesuksesan besar di Steam. Keduanya berhasil masuk ke dalam jajaran chart game terlaris dan juga game dengan angka pemain aktif di Steam.

Kesuksesan kedua game tadi menjadi tantangan bagi Skull and Bones dalam merebut perhatian pemain. Ironisnya, game bajak laut besutan Ubisoft itu tidak mencapai kesuksesan yang sama. Hal ini juga terjadi pada Suicide Squad: Kill the Justice League dari Warner Bros. Games.

Sebagai perbandingan, Palworld tersedia seharga US$30 atau gratis khusus pelanggan Xbox Game Pass. Helldivers 2 dibanderol seharga US$40. Sementara Skull and Bones memiliki harga yang lebih tinggi dari itu. Tidak heran, harga yang lebih rendah menjadi keuntungan bagi Palworld dan Helldivers 2 untuk menarik minat pemain.

Satu lagi game yang bisa menjadi perbandingan adalah Sea of Thieves dari Rare dan Xbox Game Studios. Sea of Thieves dinilai sebagai game live service bertema bajak laut yang lebih baik ketimbang Skull and Bones karena kaya akan konten dan variasi dalam gameplay. Alhasil, Ubisoft dianggap gagal untuk menjadikan game besutannya itu sesuai janji dan bisa berbeda dari Sea of Thieves.

Pada akhirnya, Ubisoft harus berbenah jika ingin Skull and Bones menjadi sangat sukses dalam jangka panjang. Ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk mengubah keadaan sebelum terlambat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Games Selengkapnya
Lihat Games Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun