Mohon tunggu...
dimas fahrudin
dimas fahrudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S3 Pendidikan IPA

tulisan terkait dunia akademisi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Biodiversitas melalui Resepsi Pernikahan Budaya Jawa

24 Desember 2024   15:01 Diperbarui: 24 Desember 2024   15:01 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keanekaragaman hayati dan budaya Jawa dihubungkan melalui berbagai adat istiadat, tradisi dan kepercayaan yang memanfaatkan unsur lingkungan sebagai bagian integral dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat memanfaatkan keanekaragaman hayati sebagai simbol dalam berbagai upacara adat dan budaya. Jadi penggunaan keanekaragaman hayati sebagai simbol berimplikasi pada pelestarian keanekaragaman hayati.

Pendekatan integratif yang memadukan pembelajaran sains dengan tradisi budaya seperti resepsi pernikahan Jawa menawarkan potensi besar untuk menciptakan pengalaman pembelajaran yang bermakna, relevan, dan interdisipliner. Melalui model integrasi, siswa didorong untuk memahami konsep keanekaragaman hayati dan pelestarian lingkungan sekaligus memperkuat kecintaan terhadap budaya Jawa. Dengan demikian, integrasi tersebut tidak hanya memperkuat kompetensi keilmuan peserta didik, namun juga memberikan kontribusi nyata terhadap pelestarian budaya dan kelestarian lingkungan.

Resepsi pernikahan suku Jawa tidak hanya menjadi acara sakral mempertemukan kedua mempelai, namun juga menjadi panggung berdiskusi dan belajar tentang keanekaragaman hayati. Terkadang kita tidak menyadari bahwa tradisi dan budaya yang kita lakukan pada resepsi ini mempunyai makna ekologis yang dalam. Berikut salah satu konteks dan kandungan keanekaragaman hayati dan lingkungan yang dapat dieksplorasi melalui resepsi pernikahan Jawa.

TARUB

                                                                                                                                       

Pemasangan tarub ini digunakan sebagai simbol keluarga akan melangsungkan upacara pernikahan. Tarub terbuat dari daun kelapa muda (janur), kemudian disobek kecil-kecil memanjang. Berikut prosesi pemasangan tarub adalah: 1) Janur; 2) padi yang batangnya masih ada; 3) daun pohon beringin; 4) Cangkir gading; 5) Tebu wulung; 6) daun tumbuhan apa-apa; 7) Pisang raja dan pisang kepok beserta pohonnya.

Janur tidak hanya sekedar hiasan, tetapi juga simbol kesucian dan harapan kehidupan baru. Bunga melati merupakan wujud kesucian dan kesegaran. Dari sini kita dapat belajar bahwa alam menyumbangkan unsur estetika dan simbolik dalam upacara budaya. Bunga Bunga Kanthil dan Melati melambangkan kesucian dan harapan. Kanthil sering ditempelkan pada rambut pengantin wanita, dan melati digunakan sebagai penghias rambut pengantin wanita. Kedua jenis bunga tersebut juga menunjukkan keanekaragaman flora tropis di Pulau Jawa. Bunga dan tanaman yang sering digunakan dalam tradisi Jawa, seperti kantil, sudah jarang ditemukan di alam liar. Memelihara tradisi ini juga menjadi salah satu cara untuk mengajak masyarakat menjaga tanaman langka. Selain daun kelapa dan bunga kantil, masih banyak keanekaragaman hayati yang bisa dieksplorasi siswa.

Keanekaragaman hayati yang melimpah di Tarub berpotensi sebagai sumber pembelajaran tentang keanekaragaman hayati, siswa dapat mempelajari konsep keanekaragaman spesies, keanekaragaman pada tingkat gen. Siswa juga dapat mempelajari nama-nama ilmiah keanekaragaman hayati yang terdapat di dalam tarub. Tantangan zaman menuntut siswa tidak hanya belajar menghafal apa yang ada dalam buku, namun sumber belajarnya harus nyata atau kontekstual di lingkungan siswa. Dengan pembelajaran secara kontekstual maka konsep-konsep yang dipelajari siswa akan mempunyai makna atau diingat selamanya.

Konsep yang memadukan keanekaragaman hayati dan budaya disebut keanekaragaman biokultural. Keanekaragaman biokultural mendorong hubungan harmonis antara manusia dan alam. Kearifan tradisional masyarakat lokal seringkali mencakup metode ekologis untuk melestarikan sumber daya alam. Upacara Resepsi Pernikahan Suku Jawa merupakan salah satu contoh sebuah budaya tradisional yang mendorong kelestarian sumber daya alam dan keanekaragaman hayati untuk membantu menjaga ekosistem. Keanekaragaman biokultural membuktikan bahwa manusia dan alam saling bergantung. Memelihara keberagaman ini tidak hanya penting bagi lingkungan, namun juga bagi pelestarian warisan budaya dan kesejahteraan masyarakat. Resepsi pernikahan masyarakat Jawa lebih dari sekedar pesta, tapi juga merupakan bentuk pembelajaran tentang keanekaragaman hayati. Melalui unsur alam yang dimanfaatkan, masyarakat diajak untuk lebih menghargai dan melestarikan alam yang merupakan warisan budaya dan sumber daya penting. Dengan demikian, tradisi Jawa tidak hanya berkelanjutan, namun juga berkontribusi terhadap upaya pelestarian lingkungan global.

Dimas Fahrudin
Lahir di Boyolali, Saat ini Berdomisili Di Surakarta Jawa Tengah, Selain menulis karyanya, beliau juga merupakan mahasiswa S3 Pendidikan IPA FKIP UNS, lulusan S1 Pendidikan Biologi UNNES, S2 Pendidikan IPA FKIP UNS. Artikel ini dipandu oleh Prof. Dr. Sarwanto M.Si, melalui Mata Kuliah IPA Terpadu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun