Mohon tunggu...
Dimas Dharma Setiawan
Dimas Dharma Setiawan Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Penulis Artikel di Banten

Penulis adalah PK pada Bapas Kelas II Serang yang menerjunkan diri pada alam literasi. Senang menyikapi persoalan yang sedang hangat di masyarakat menjadi kumpulan argumentasi yang faktual , kritis dan solutif. Berusaha meyakinkan bahwa menulis sebagai hal yang menyenangkan. Setiap tulisan adalah do'a dan setiap do'a memuluskan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pembimbing Kemasyarakatan Bukan Super-Power (1)

2 November 2020   13:15 Diperbarui: 2 November 2020   13:30 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada hari Jum'at (23/10/2020) telah berlangsung kegiatan rapat virtual dengan tema Optimalisasi  Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Rangka Mendukung Revitalisasi Pemasyarakatan. Kegiatan tersebut  difasilitasi oleh Sri Puguh Budi Utami selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM (Balitbang Kum&HAM) Kementerian Hukum dan HAM. Bertindak sebagai narasumber adalah Ali Muhamad yakni Dosen Poltekip dan Trisapto yakni peneliti dari Balitbang Kum&HAM.

Penulis mengutip subtansi dari materi yang telah disampaikan oleh kedua narasumber terkait keberhasilan Revitalisasi Pemasyarakatan yang ditunjang oleh Pembimbing Kemasyarakatan (PK) dalam melakukan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas), pendampingan, pengawasan dan pembimbingan. Selain itu adanya hambatan yang dialami oleh Pemasyarakatan sebagai institusi  diantaranya masih kurangnya keberadaan PK yang tidak sebanding dengan jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Masih kurangnya keberadaan kantor Balai Pemasyarakatan (Bapas) di Indonesia serta minimnya anggaran, sarana dan prasarana.

Selanjutnya adanya hambatan peran PK dalam bertugas yaitu (1) Tingkat pengetahuan yang meliputi Kompetensi Litmas, Pendampingan, Pengawasan dan Pengawasan. (2) Pembagian pekerjan secara struktur, organisasi dan koordinasi dan (3) Ego Sektoral pola kerja dan sistem kerja Rutan, Lapas dan Bapas dan Tata Laksana, Dukungan, Sarana Prasarana dan Anggaran.

Sudah 12 tahun penulis berprofesi sebagai Pembimbing Kemasyarakatan (PK) di Bapas Kelas II Serang. Beberapa tahun silam penulis banyak diberikan tugas Litmas untuk program Integrasi dan Peradilan Pidana Anak. Kegiatan itu berdasarkan surat permintaan dari Rutan/Lapas kepada Kepala Bapas dan surat permintaan dari pihak Kepolisian. Dengan demikian kedua program tersebut menjadi prioritas bagi pimpinan dalam melakukan distribusi kebijakan.

Pada tahun 2000-2010 kebijakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjend PAS) selaku kantor pusat kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan tidak menonjol pada Litmas program perawatan, pemindahan dan pembinaan. Penekanan hanya pembuatan Litmas program integrasi. Pelaksanaan perawatan, pemindahan dan pembinaan hanya berdasarkan kebijakan dari Kepala Rutan/Lapas.

Seiring perkembangan tindak pidana yang terjadi di masyarakat dilakukan penindakan terhadap para pelaku melalui penegakan hukum (law-enforcement) yang berdampak pada semakin meningkatnya hunian di Rutan/Lapas. 

Situasi ini disikapi oleh Pemasyarakatan dengan berbagai kebijakan mulai dari pendirian bangunan baru gedung Rutan/Lapas, perampingan sistem kebijakan program integrasi (Pembebasan Bersyarat (PB)/Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan Cuti Bersyarat (CB)). Upaya tersebut dirasa masih belum bisa menangangi permasalahan di Pemasyarakatan, sehingga pada tahun 2017/2018 dipilih suatu konsep kebijakan besar berupa Revitalisasi Pemasyarakatan.

Pada tahun 2018 terbit Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Permenkumham) nomor  35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan. Regulasi tersebut mengamanatkan agar setiap program pemulihan terhadap WBP di Rutan/Lapas melibatkan PK. Rencana program perawatan/pembinaan yang sudah dibuat oleh Rutan/Lapas sejatinya tidak bisa diberikan kepada sembarang WBP melainkan diberikan kepada WBP yang telah direkomendasikan oleh PK.

Penulis sebagai seorang PK menyadari bahwa negara telah memanggil kami para PK untuk melaksanakan tugas mulia memberikan perhatian terhadap sesama insan yang sedang menjalani pemidanaan. Meskipun demikian ada tahapan birokrasi yang harus ditempuh berupa inventaris WBP oleh Wali di Rutan/Lapas untuk selanjutnya diajukan kepada pimpinan mereka dan dibuatkan surat permintaan ke Bapas.

Melaksanakan kegiatan Litmas bukanlah perkara mudah. PK harus memulai dari tahapan (1) perencanaan tugas, (2) penyiapan dokumen, (3) melakukan perjalanan ke Rutan/ Lapas, (4) koordinasi dengan petugas Rutan/ Lapas, (5) wawancara dengan WBP, (6) wawancara dengan rekan WBP, (7) melakukan perjalanan ke rumah WBP, (8) koordinasi dengan pemerintah setempat, (9) melakukan wawancara dengan pihak keluarga , (10) melakukan wawancara dengan mayarakat sekitar, (11) melakukan pengolahan data, (12) melakukan Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP), (13) melakukan pengetikan, (14) melakukan editing, (15) melakukan pencetakan berkas, (16) mengajukan Litmas kepada pimpinan, (17) melakukan pemasukan data pada aplikasi Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) dan (18) Pengarsipan berkas.

Laporan hasil Litmas dilayangkan kepada Rutan/Lapas selalu instansi pemohon Litmas. Sesuai aturan yang berlaku pihak Rutan/Lapas sejatinya menindaklanjuti kajian yang telah dibuat oleh PK tersebut melalui sidang TPP. Penulis cukup yakin pembahasan dalam sidang TPP menggunakan segala pendekatan keilmuan dan kebijakan dalam lingkup keamanan, ketertiban, pembinaan, keterampilan, kesehatan dan lain sebagainya.

Sebelum tahun pandemic Covid19, penulis cukup sering mengikuti kegiatan sidang TPP di Rutan/Lapas. Sangat menarik argumentasi yang disampaikan  dari peserta sidang tekait penilaian terhadap WBP yang sedang disidangkan. Tidak ada rahasia yang disembunyikan tentang baik dan buruknya sikap dan perilaku WBP dalam keseharian terhadap teman sekamarnya, petugas, keluarga yang besuk, norma sosial, agama dan aturan hukum.

Pada saat PK diberikan kesempatan untuk berbicara, PK  menyampaikan hasil Litmas di muka sidang secara jelas dan tegas. Hal yang disampaikan terkait dengan (1) latarbelakang kehidupan yang bersangkutan, (2) pola asuh keluarga, (3) pendidikan, (4) keahlian yang dimiliki,(5) Kesehatan,  (6) sikap keluarga terhadap pembinaan dan (7) tanggapan WBP terhadap pembinaan. Selanjutnya PK menyampaikan rekomendasi terkait program yang layak diberikan kepada WBP dan memohon kepada pihak Rutan/Lapas untuk mempertimbangkan rekomendasi yang telah dibacakan untuk indahkan.

Sikap perserta sidang terhadap rekomendasi Litmas yang telah dibacakan oleh PK biasanya mengatakan "Akan menindaklanjuti rekomendasi PK". Setelah proses sidang TPP tersebut PK tidak mendapatkan kabar resmi terkait pelaksanaan pembinaan. PK melakukan pengawasan terhadap rekomendasi tersebut dengan cara bertanya (non-formal) kepada petugas Rutan/Lapas secara perseorangan atau melalui WBP saat PK mendatangi Rutan/Lapas untuk tugas dinas lainnya.

Beberapa contoh rekomendasi yang biasanya PK sampaikan adalah (1) perawatan medis di klinik Rutan (2) penempatan pada Lapas minimum/maksimum, (3) penempatan pada blok hunian khusus, (4) pemberian pembinaan keterampilan perbengkelan/perkayuan/menjahit/menyulam/berkebun/tata-boga/membatik, (5) pemberian pembinaan kepribadian berupa konseling psikologis/rehabilitasi/keagamaan dan (6) rekomendasi usulan pemberian program integrasi.

Rekomendasi Program Integrasi lebih sering diindahkan yang wujudnya WBP bersangkutan keluar dari Rutan/Lapas dalam rangka melaksanakan program Pembebasan Bersyarat/Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersayarat. PK cukup memaklumi rekomendasi program lainnya yang tidak diindahkan pelaksanaannya mengingat (1) keterbatasan anggaran/biaya. (2) keterbatasan sarana dan prasarana, (3) rasio petugas pembinaan tidak seimbang dengan jumlah WBP (4) minimnya keterlibatan pihak ketiga yang bersedia bekerjasama dengan Rutan/Lapas atau (5) ketidakpedulian pihak Rutan/Lapas terhadap rekomendasi hasil litmas itu sendiri.

Penulis menyadari adakalanya rekomendasi yang penulis buat tidak memiliki asalan yang kuat mengingat kelemahan penulis dalam mengolah data atau lemahnya argument yang penulis buat. Meskipun demikian setidaknya rekomendasi dapat dimaknai sebagai pemberian resep pengobatan psiko-sosial terhadap seorang WBP untuk diberikan tindakan lanjutan oleh petugas Rutan/Lapas sampai dengan WBP tersebut pulih dari permasalahannya.

Penulis sangat yakin dimana teman-teman penulis yang bertugas di Rutan/Lapas memiliki keahlian yang mumpuni dalam melaksanakan perawatan/pembinaan terhadap WBP. Petugas Pemasyarakatan yang menjunjung tinggi Tridharma Petugas Pemasyarakatan yang berbunti (1). Kami Petugas Pemasyarakatan adalah abdi Hukum, Pembina Narapidana dan Pengayom Masyarakat, (2). Kami Petugas Pemasyarakatan wajib bersikap Bijaksana dan Bertindak Adil dalam Pelaksanaan Tugas. (3). Kami Petugas Pemasyarakatan bertekad menjadi suri-teladan dalam mewujudkan tujuan system Pemasyarakatan yang berdasarkan Pancasila. (Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun