Aku tidak sampai bertanya pada kakek dan nenek
Bagaimana Indonesia kala itu
Aku hanya menelisik akal-akal yang tersurat
Juga mengikuti suara-suara peradaban
Kisahnya kala itu masa keterbatasan
Televisi cuma ada di Balai Desa
Radio baterai menyala di beberapa rumah warga
Lampu teplok menyinari bocah mengaji
Petani pergi meladang di kesejukan pagi
Kicauan burung menemani langkahnya
Sawah terhampar luas dengan padi yang menguning
Beras pulen terasa nikmat walau ditaburi secuil garam
Bocah kecil riang gembira
Melompat-lompat di garis engklek
Hujan rintik menambah kebahagian mereka
Dua remaja menggembala kerbau
Sambil meniup seruling yang baru saja dibuatnya
Sekumpulan gadis mandi di kali
Air yang bening jernih sekali
Ibu menyulam kain sambil bersenandung
Duduk selonjor di atas dipan bambu
Bapak berseloroh dengan warga
Sambil menikmati kopi hangat tumbukan sendiri
Tentram..tentram..tentram
Ketentraman adalah kemuliaan
Keterbatasan sebagai kenikmatan
Keindahan memberikan kebahagian
Kerukunan bukan hanya di lisan
Perbedaan bukan hukuman
Omongan bukan pengkhianatan
Tentram kini harus tentram.
Pandeglang, 07 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H