Mohon tunggu...
Dimas Budi Prasetyo
Dimas Budi Prasetyo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan konsultan

Praktisi di bidang marketing research dan dosen psikologi. https://dimasbepe.wordpress.com/who-am-i/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pahami, Cara Menyiapkan Bekal Anak untuk Menghadapi Masa Depan

14 Oktober 2019   22:13 Diperbarui: 15 Oktober 2019   20:43 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tergelitik untuk menulis tentang topik ini. Mungkin saya perlu sampaikan di awal, saya bukan psikolog pendidikan atau pun psikolog anak, melainkan peneliti psikologi di bidang kognitif. 

Hal-hal seputar kemampuan kognitif seperti multitasking, kontrol diri, bersikap impulsif, pengambilan keputusan dan sebagainya selalu menjadi gubahan yang mendayu-dayu sebagai penutup malam sebelum saya tertidur. 

Tapi, yang terpenting dari semua itu, saya adalah seorang ayah dengan 1 orang anak berusia 2 tahun, jadi, mudah-mudahan tulisan ini bisa memberikan konteks cerita yang cukup representatif dan komprehensif.

Di usia tersebut, anak lagi sering-seringnya tantrum, yang seringkali memancing respon orangtua yang kadang kurang tepat. Contoh yang paling sering adalah orangtua jadi ikut-ikutan tantrum, tapi yang paling ekstrem justru ditinggal yang malah bikin anak makin tantrum. 

Itu baru satu dari sekian banyak problematika yang terkadang bikin orangtua pusing dan mencari support group untuk sekadar sharing, yang tidak jarang mengarah pada saling membandingkan satu sama lain yang kemudian menciptakan iklim benchmarking yang cenderung tidak sehat. Contoh: "eh anak gw begini", "anak lu gimana", "ih kok anak lu gitu sih", "ih amit-amit" daaaan lain sebagainya.

Saya tidak akan membahas hal tersebut berkelanjutan, silakan jika memang diperlukan mengacu kepada psikolog anak atau keluarga karena itu memang area of expertise mereka.

Terlepas dari hal di atas, yang penting untuk ditekankan di sini adalah sikap kita untuk mulai membentuk sikap dan kebiasaan baik di masa depan anak yang penuh dengan ketidakpastian. 

Uncertainty (ketidakpastian), sudah menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan. Uncertainty di sini terkait dengan masa depan, sesuatu yang tidak pasti dan menimbulkan kecemasan dari semua sikap dan perilaku individu, pada dasarnya mencoba menurunkan kecemasan akan uncertainty (ketidakpastian) yang akan dihadapi di masa depan. 

Uncertainty pun menjadi salah satu jawaban mengapa anak tantrum -- karena ia sedang galau akan ketidakpastian dan dia tidak tahu bagaimana mengatasinya (meeen, kita aja suka bingung kalo lagi galau bingung mau ngapain, apalagi bocah usia balita belum nyampek otaknya mikirin analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat) makanya yang keluar adalah teriakan dan juga loncatan yang tidak jelas. Sudah banyak literatur yang membahas soal perilaku tersebut and that's commonly common di usia belia anak.

Ilustrasi: pixabay.com
Ilustrasi: pixabay.com
Uncertainty itu tidak akan hilang walaupun usia bertambah, tetapi otak kita akan semakin adaptif dalam berpikir menciptakan solusi yang efektif (memberikan solusi yang tepat), efisien (paling cepat dilakukan), atau kadang keduanya (silakan mengacu pada two systems thinking -nya Kahneman, beberapa kali saya suka mengulas hal ini di tulisan saya sebelumnya). 

Kedua skills (keahlian) yang akan saya bahas di bawah ini bisa membantu mereka menghadapi uncertainty dalam hidup. Kedua skills ini juga menjadi fondasi anak dalam perjalanannya menjadi seorang learner (pembelajar) di periode golden age-nya (sekitar usia SD sampai awal SMP) dan menjadi bekal dalam menjalani kehidupan yang makin penuh dengan uncertainty di masa remaja dan dewasa. Berikut saya bahas satu per satu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun