Mohon tunggu...
Dimas Bayu Nugroho
Dimas Bayu Nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya jurusan Psikologi. Mendengarkan musik ditemani secangkir kopi adalah cara saya merehatkan diri sejenak dari hiruk pikuknya kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Tindak Kekerasan Dengan Pencarian Jati Diri Pada Remaja

14 November 2023   21:22 Diperbarui: 14 November 2023   21:31 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seberapa sering kita melihat tawruan antar anak sekolah menengah atas menelan korban jiwa? Berapa banyak aksi geng motor yang kerap kali meresahkan warga? Sudah berapa kali kita lihat aksi bullying yang terjadi di lingkungan sekolah terekam dan lewat di laman sosial media kita? Bahkan tak jarang kita melihat berita seorang pelajar membunuh teman sebayanya karena satu dan lain hal

Kadang kita berpikir, apakah ada kemrosotan moral pada anak zaman sekarang. Atau mereka sudah "jahat dari lahir". Mengapa para remaja melakukan hal-hal tak bermoral tersebut. Apa yang melatar belakangi perbuatan mereka?.

Data dari UNICEF, pada tahun 2016 menyebutkan bahwa tindak kriminalitas para remaja diperkirakan meningkat sebanyaka 50%. Biasanya kenakalan remaja dimulai pada umur 12 -- 18 tahun (Undang Undang no. 12 tahun 2012).

Kita ambil contoh kasus klitih di Yogyakarta. Mengacu pada data yang tercatat oleh Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (dalam DataIndonesia.id, 2022), kasus klitih meningkat 11,54% pada tahun 2021 jika dibandingkan dengan tahun 2020. Secara rinci, pada tahun 2020 kasus klitih mencapai angka 52 kasus dengan jumlah pelaku yang telah ditangkap sebanyak 91 orang. Kemudian, kasus pun meningkat menjadi 58 kasus dengan 102 pelaku telah ditangkap pada tahun 2021. data Polda DIY pun mengungkapkan bahwa mayoritas pelaku masih berstatus sebagai pelajar, sedangkan sisanya berstatus pengangguran.

Salah satu kasus klitih yang sempat membuat gempar masyarakat Yogyakarta adalah peristiwa pembacokan di Jalan Kaliurang, Sleman oleh 6 pelaku yang terdiri dari lulusan pelajar SMA, SMK, dan bahkan siswa drop out (DO) dari SMP. Menurut keterangan Kanit Reskrim Polsek Ngaglik, AKP Budi Karyanto (dilansir dari TribunJogja, Desember 2021), motif pelaku menyerang korban adalah karena "tersinggung" ketika korban menyalip pelaku di jalan.

Selain dari kasus klitih di Yogyakarta, kita bisa lihat dari beberapa kasus tawuran pelajar yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. untuk tahun 2012 ada 103 kasus tawuran dengan jumlah korban tewas 17 orang.9 Sedangkan data tawuran sepanjang Januari hingga Oktober 2013, ada belasan pelajar menjadi korban dari 229 kasus tawuran yang terjadi.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2014 peristiwa tawuran pelajar/mahasiswa terjadi di 0,4% desa/kelurahan Indonesia. Lantas pada 2018 angkanya naik menjadi 0,65%, namun turun menjadi 0,22% pada 2021. Data ini mengindikasikan bahwa pada 2021 peristiwa tawuran berkurang atau hilang sama sekali di sejumlah lokasi.

Penurunan angka tawuran itu agaknya turut dipengaruhi situasi pandemi Covid-19, ketika pada 2021 pemerintah memberlakukan kebijakan pembatasan kegiatan sosial, termasuk aktivitas sekolah tatap muka.

Dalam psikologi perkembangan, terdapat fase pertumbuhan pada anak. Menurut Erik Erikson, anak usia 12-18 tahun dikenal dengan fase Identity vs role confusion. Fase ini adalah masa transisi dari "anak" ke "dewasa". Mereka merasa "bingung"  tentang tempat mereka di lingkungan sosial. Energi yang meluap-luap untuk mencari "identitas" atau jati diri mereka. maka dari itu, mereka melakukan eksplore terhadap kegiatan-kegiatan untuk menyalurkan kesenangan mereka.

Emosi yang meluap-luap pun turut menambah dinamika proses perkembangan remaja. Kebutuhan mereka untuk diakui telah dewasa membuat tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma sosial muncul (tawuran, geng motor, dsb.)

Peran lingkungan sosial juga turut andil dalam membentuk  perkembangan psikis anak. Kita bisa ambil contoh dari teori psikososial. Menurut teori psikososial, pengalaman dan tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh pengalaman sosialnya. Remaja melihat perilaku-perilaku orang-orang di sekitar mereka lalu menirunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun