Di Indonesia, nasionalisme yang diawali kelahiran Boedi Oetomo (20 Mei 1908) terus mengkristal hingga pelaksanaan Kongres Pemuda (28 Oktober 1928), dan mencapai puncaknya pada proklamasi 17 Agustus 1945.Â
Namun di era sesudahnya ada persoalan sangat kompleks terkait nasionalisme Indonesia. Tidak sampai meruntuhkan, akan tetapi berbagai konflik internal yang mengemuka telah menjadi ancaman yang sangat serius bagi nation-state Indonesia.Â
Di era society 5.0. dengan salah satu karakteristik utamanya penggunaan teknologi informasi (IT) yang kian masif, tentu banyak hal positif, akan tetapi berbagai permasalahan baru yang kompleks juga mengemuka.Â
Berbagai faham kontra ideologi Pancasila, ujaran kebencian (hate speech), berita bohong (hoax), dan konten bernuansa Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) kian menjadi "menu harian" bagi pengguna media sosial. Bila dicermati mendalam, betapa indikasi polarisasi bangsa ini telah demikian nyata.
Pada sisi lain peran keluarga juga kian terdegradasi. Nurmila dan Ratnawaty misalnya mencatat bahwa, "wanita bekerja di Dusun Sawagi Kecamatan Pattallassang memiliki waktu rendah untuk mendidik anaknya".Â
Dampaknya ada kecenderungan orang tua "memasrahkan" peran mendidik anak-anak mereka kepada sekolah (guru). Logis bila kemudian karakter bangsa pun terus terdegradasi.Â
Oleh karenanya Daradjat berpesan agar orang tua tidak membiarkan anak-anak mereka tumbuh tanpa bimbingan (diserahkan) kepada guru atau sekolah. Ini kekeliruan fatal yang banyak terjadi di masyarakat.Â
Untuk itu di Era Society 5.0., revitalisasi peran keluarga dan masyarakat dapat menjadi alternatif solusi dalam mengefektifkan pendidikan nasionalisme di Indonesia.
Arie Budhiman, Staf Ahli Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pengembangan Karakter menyatakan bahwa "guru, keluarga, dan masyarakat, harus saling bekerja sama dalam penguatan pendidikan karakter".Â
Statement ini merujuk pada konsep Tri Pusat Pendidikan, dimana Ki Hadjar Dewantara (Bapak Pendidikan Indonesia) menekankan tentang adanya tiga komponen yang memiliki peran strategis dalam membentuk karakter yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.Â