Penulis : Dimas Sri Anggraini
Tempe adalah produk fermentasi asli Indonesia yang telah lama dikenal secara turun temurun dan menjadi hidangan sehari-hari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Seiring dengan bertambahnya waktu, tempe juga mulai digemari oleh berbagai kelompok masyarakat di berbagai belahan dunia, utamanya dari berbagai negara barat seperti Eropa dan Amerika Serikat. Saat ini, tempe dikenal sebagai jenis pangan yang popular, enak, murah, bernilai gizi tinggi dan digunakan di negara-negara berkembang sebagai sumber protein. Karakteristik tempe sebagai pangan yang ideal di negara-negara berkembang diantaranya disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut ini.Â
Teknologi yang digunakan sederhana dengan biaya rendahÂ
Bahan baku yang digunakan hanya kedelai atau sejenisnya dengan bahan penolong air dan laru
Kondisi fermentasi berjalan secara mesofilik sangat sesuai dengan iklim hangat atau tropisÂ
Waktu fermentasi singkat (24-48 jam) dibandingkan dengan waktu fermentasi berbagai jenis produk fermentasi lainnyaÂ
Tempe memiliki rasa, tekstur, penampilan, dan aroma yang cocok untuk aneka jenis masakanPerhimpunanÂ
Tempe mengandung zat gizi lengkap dengan flavor yang serupa daging (meat like flavor) yang khas, mudah dicerna tubuh dan dapat digunakan sebagai pengganti daging.
Tempe tidak hanya aman tetapi juga memiliki beberapa senyawa fungsional seperti isoflavon, sehingga dapat memberikan kontribusi kesehatan pada tubuh.
PROSES PENGOLAHAN TEMPE
Proses pembuatan tempe pada dasarnya adalah proses fermentasi dengan didahului oleh berbagai proses lainnya. Hal yang berperan penting dalam proses fermentasi adalah faktor inokulum yang berisi kapang dari genus Rhizopus sp. seperti Rhizopus oryzae atau Rhizopus oligosporus. Selama proses fermentasi, jenis-jenis mikroorganisme lain mungkin dapat hidup namun tidak menunjukkan aktivitas yang nyata. Fermentasi kapang hanya berlangsung aktif kurang lebih 1-2 hari, setelah itu terbentuk spora-spora yang berwarna kehitaman. Tempe pada umumnya memiliki daya simpan yang terbatas, apabila terlalu lama disimpan tempe akan membusuk. Hal ini dikarenakan pada proses fermentasi yang terlalu lama, proses degradasi protein dan turunannya terus berlanjut dan tumbuhnya bakteri pembusuk sehingga terbentuk amoniak, yang menyebabkan munculnya bau busuk. Kualitas tempe antara lain bergantung pada kualitas kedelai, kultur kapang dan teknologi prosesnya. Pada pengolahan tempe, memilik beberapa tahapan meliputiÂ
pencucian dan pembersihan,Â
Tahap pencucian dan pembersihan merupakan tahap pertama dalam pengolahan tempe. Tahap ini bertujuan untuk menghilangkan kotorankotoran dan kontaminan lainnya seperti serangga, tanah, dan bahan asing lainnya. Biji kedelai yang digunakan untuk pengolahan tempe harus bersih, tidak tercampur dengan benda asing seperti kerikil, batu, dan biji lainnya, serta bentuk biji kedelai sebaiknya seragam. Penggunaan air pencuci yang bersih dengan jumlah yang cukup diharapkan dapat menghilangkan semua kotoran yang terdapat pada kedelai
Pengupasan
 Pengupasan merupakan salah satu tahap penting dalam proses pengolahan tempe. Kulit ari yang masih tersisa karena pengulitan yang tidak sempurna akan mengakibatkan inokulum tidak dapat tumbuh dengan baik. Metode pengupasan dapat dilakukan dengan cara kering atau cara basah. Metode pengupasan cara kering dilakukan sebelum proses perendaman kedelai dan dilakukan dengan menggunakan peralatan mekanis. Kedelai dipanaskan menggunakan oven pada suhu 93oC selama 10 menit, selanjutnya kedelai dikupas kulit arinya menggunakan aspirator atau gravitasi aspirator (Steinkraus et al. 1983). Metode ini sangat efisien dan hanya memerlukan tenaga kerja sedikit. Sebaliknya, pengupasan basah dilakukan setelah pencucian dan perendaman atau setelah pemasakan.Â
PerendamanÂ
Pada saat proses perendaman, biji kedelai akan mengalami proses hidrasi sehingga terjadi kenaikan kadar air biji kedelai. Beberapa peneliti menyebutkan kenaikkannya dapat mencapai dua kali dari kadar air awal. Proses perendaman dapat dilakukan pada suhu kamar (sekitar 30 C) selama 12-15 jam (Fung dan Cozier-Dodson 2008). Fung dan CozierDodson (2008), menyebutkan untuk memberikan kondisi asam, beberapa peneliti menambahkan asam laktat (
PerebusanÂ
Perebusan dilakukan setelah perendaman. Tujuan perebusan ini selain melunakkan kedelai adalah untuk memusnahkan mikroorganisme kontaminan, menginaktifkan tripsin-inhibitor, menyebabkan protein terdenaturasi yang akan lebih mudah digunakan oleh kapang, dan membebaskan beberapa nutrien yang diperlukan untuk fermentasi kapang. Perebusan harus dilakukan dengan jumlah air yang cukup agar kematangan biji kedelai merata. Bergantung pada jumlah kedelai yang direbus, perebusan dapat berlangsung 2 hingga 4 jam.
Penirisan, Pendinginan, dan PengeringanÂ
Tahap penirisan, pendinginan, dan pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air, menurunkan suhu, dan mengeringkan permukaan biji kedelai. Secara tradisional setelah proses perebusan biasanya kedelai ditiriskan dan disebarkan pada wadah (nampan) menyarankan menggunakan wadah berlubang untuk meniriskan kedelai setelah proses perebusan. Penirisan yang tidak sempurna akan memicu pertumbuhan bakteri sehingga dapat menyebabkan fermentasi gagal. Selanjutnya Winarno dan Reddy (1986), juga menyarankan bahwa kedelai sebaiknya didinginkan sampai mencapai suhu 38oC sebelum dilakukan inokulasi kapang.
InokulasiÂ
Penggunaan inokulum spora kapang (laru tempe) pada saat inokulasi memegang peranan penting pada keberhasilan produksi tempe. Penggunaan jenis dan jumlah laru berperan terhadap tempe yang dihasilkan. Penambahan laru tempe yang berlebihan akan mengakibatkan fermentasi tidak sempurna. Sebaliknya jika penambahan laru tempe kurang dapat mengakibatkan bakteri perusak tumbuh.
PengemasanÂ
Kedelai yang sudah diinokulasi dan bercampur dengan laru tempe kemudian dikemas. Jenis pengemas yang digunakan pada pengolahan tempe dapat berupa daun pisang atau kantung plastik. Beberapa persyaratan bahan kemasan untuk fermentasi tempe adalah sebagai berikut ini (Fung dan Cozier-Dodson, 2008). a. Permeabilitas terhadap oksigen cukup untuk pertumbuhan dan pembentukan miselium b. Suhu di dalam kemasan dapat dikontrol c. Kadar air kedelai dapat dijaga selama masa inkubasi d. Tidak ada kontak air bebas dengan kedelai e. Menjamin fermentasi tempe berlangsung dalam kondisi bersih dan baik
InkubasiÂ
Suhu, waktu, dan kelembaban relatif (RH) saat inkubasi adalah tiga faktor penting yang dapat mempengaruhi proses fermentasi tempe. Faktor lainnya yang juga dapat mempengaruhi proses fermentasi tempe adalah ketersediaan oksigen yang diperlukan oleh laru tempe untuk tumbuh. Selama proses inkubasi terjadi proses fermentasi yang menyebabkan terjadinya perubahan komponen kimia pada biji kedelai
 Dengan adanya BUMK pengelolaan tempe ini dapat meningkatkan sedikitnya angka penganguran di kampung pahlawan dan sedikit membantu perekonomian keluarga karena dari yang tidak ada pekerjan tetap sekarang memilki perkerjaan tetap. Di masa pandemi sekarang tempe menjadi makanan yang selalu dicari-cari oleh masyarakat kerena harganya yang relative murah dan sangat mudah untuk di cari karena banyaknya produksi tempe.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H