Siapa yang tidak mengenal keindahan hutan Kalimantan? Hutan tropis terbesar ketiga di dunia ini memang sudah terkenal keindahannya. Namun keindahan hutan tropis tersebut seringkali terancam oleh tangan-tangan serakah yang ingin membuatnya menjadi lahan perkebunan. Padahal hutan sangat bermanfaat bagi penduduk sekitar, rumah bagi flora dan fauna sekaligus paru-paru dunia.
Mengenal Sosok Penjaga Hutan, Franly Aprilano Oley
Hutan desa seringkali menjadi incaran tangan-tangan serakah, perambahan hutan illegal dan penebangan liar. Hal inilah yang membuat hati Franly gusar, pasalnya hutan desa Merabu di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur adalah hutan yang menjadi sumber penghidupan warga sekitar.
Sekitar tahun 90-an, warga kampung Merabu memanen hasil hutan berupa sarang wallet yang ada di gua-gua sekitar hutan desa. Namun sejak adanya pembukaan lahan sawit di tahun 2000-an, gua-gua tersebut sudah tidak ditinggali oleh burung walet sehingga warga tidak dapat memanen sarangnya. Akibatnya pendapatan warga menurun tajam, kemudian mereka beralih profesi menjadi "pekerja".
Franly tidak datang tiba-tiba untuk menyelamatkan hutan desa di Kampung Merabu. Pria yang lahir di Manado, Sulawesi Utara pada tahun 1992 ini sempat menjadi pemandu wisata di Taman Nasional Kutai. Pada tahun 2012 ia terpilih menjadi kepala kampung Merabu, kemudian dipertemukan dengan TNC (The Nature Coservacy) Kaltim yang sedang melakukan penelitian di kampung tersebut. Dari pertemuan inilah wawasannya untuk mengembangkan kampung menjadi lebih terbuka.
Selanjutnya Franly mengusulkan untuk mengalihkan status hutan lindung sekitar kampung Merabu menjadi hutan desa. Kampung Merabu memiliki total luas wilayah sebanyak 22ribu hektar, sementara itu 10ribu hektar masih berupa hutan. Perjuangannya untuk mendapatkan hak pengelolaan hutan dibantu oleh TNC dengan Menyusun RPJM (Rencana Pengembangan Jangka Menengah) yang diusulkan kepada pemkab Berau. Dua tahun kemudian, usulan ini baru dikabulkan pemerintah dengan turunnya SK Menteri Kehutanan nomor 28/Menhut-II/2014 tanggal 9 Januari 2014 tentang penetapan areal kerja hutan desa Merabu seluas 8245 hektar.
Peralihan status hutan lindung menjadi hutan desa membuat rencana pengembangan ekonomi lebih mudah dan warga merasa memiliki karena hutan merupakan sumber penghidupannya. Hal ini tentu saja mendorong warga untuk sadar menjaga hutan besama-sama melalui patroli hutan.
Potensi Kampung Merabu
Sebagai kepala kampung, Franly aktif melakukan patroli di Kawasan hutan untuk mencegah perambahan hutan, penebangan liar dan melindungi flora-fauna yang hampir punah. Kawasan hutan desa Merabu berada di kaki pegunungan karts. Wilayah sekitar kampung dikeliligi oleh hutan karts, yang didalamnya terdapat banyak goa. Salah satu goa yang terkenal adalah goa Beloyot, mempunyai peninggalan purbakala berupa cap tangan yang diperkirakan berusia 2000 tahun. Selain goa karts, Kampung Merabu menawarkan keindahan Danau Nyandeng dan hutan yang masih asri.
Penduduk asli kampung Merabu adalah suku Dayak Lebo yang tidak bisa terpisahkan kehidupannya dari hutan. Karena itulah Franly mengajak warganya untuk melestarikan hutan termasuk Kawasan Karts. Kawasan Karts merupakan tandon raksasa, penampung air hujan yang menjadi sumber air bersih.
Sekarang Kampung Merabu sudah berkembang menjadi Desa terintegrasi Agrosilvopastural. Tujuan program ini adalah mendorong Upaya Pembangunan ekonomi warga sekaligus menjaga kelestarian alam hutan desa. Program dilakukan melalui Badan Usaha Milik Kampung (BUMKAM) Kerima Puri dengan 5 unit usaha yaitu Unit Usaha Rima Wisata Puri (pengelolaan kawasan ekowisata), unit usaha Sinang Puri (PLTS Komunal), unit usaha Danum Puri (air bersih), SPBU mini puri dan Lemu Puri (peternakan sapi). Dari program tersebut, warga belajar untuk mengelola alam sekitar tanpa merusaknya.Â