Mohon tunggu...
Dimas Anggoro Saputro
Dimas Anggoro Saputro Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer | Content Creator

"Bisa apa saja", begitu orang berkata tentang saya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Semua, Dimulai dari Pertama

5 November 2018   11:06 Diperbarui: 5 November 2018   12:10 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berkomunikasi bersama (dok.pri)

Seusai urusan administrasi selesai, segera aku menuju ruang bersalin untuk mendampingi istriku berjuang. Berjuang antara hidup dan mati. "Pyok!", air ketubannya pecah. Selang beberapa waktu kemudian terlihat ada "sesuatu" muncul dari mulut vagina istriku. Rupanya putih-pucat, seperti zombie. Tak selang berapa lama, "zombie" itu berteriak seperti menangis. "Anakku!", aku tertegun di tengah nyanyian merdu pertamanya di dunia. Tepat 45 menit setelah istriku memasuki ruang persalinan.

Bidan pun segera membersihkan anakku, kemudian menyerahkannya ke dalam dekapan istriku untuk proses IMD (Inisiasi Menyusui Dini). Ya, hal yang terpenting saat pertama kali bayi terlahir. Alhamdulillah, keduanya sehat dan selamat. Kini, aku memiliki dua bidadari yang menghiasi kehidupanku.

Pertama kali menggendong anak

Seusai IMD, bidan meminta ijin mengambil anak kami untuk selanjutnya "dirias". Aku pun mengawal anakku, berjalan di belakang bidan tersebut. Tahapan demi tahapan aku perhatikan dengan seksama. Bidadari kecil itu bertubuh mungil, beratnya 2500 gram dan panjangnya 45 cm.

Selesai "dirias", bidan menyerahkan bidadari kecil dalam belitan kain jarik kepadaku. Awalnya aku takut. "Bagaimana cara menggendongnya mbak?", tanyaku penasaran kepada si bidan. "Begini caranya pak", jelas si bidan sambil mengarahkan tanganku menggendong bidadari kecil tersebut. Lafaz adzan dan iqomah untuk pertama kali aku kumandangkan di telinga kanan dan kirinya. Kemudian aku membawanya kepada istriku. Aku serahkan ia kepada ibunya.

Pertama kali menjadi orang penting

Para kolega dan tetangga silih bergantian bertamu di istana kecil kami. Sekadar memberikan ucapan selamat dan ingin melihat; "siapa putri cantik yang menjadi penghuni baru?". Seperti yang telah kami prediksi. Banyak saran diberikan kepada kami.

Saran yang mereka berikan, sebagian besar merupakan saran turun-temurun di keluarga mereka. Seperti halnya saran bahwa bayi harus dikenakan gurita, harus diselimuti dan tidak boleh menghidupkan kipas. Bagi saya itu semua mitos---karena mereka tak bisa menunjukkan dasar konkrit atas saran mereka.

American Academy of Pediatric menyarankan; sebaiknya membiarkan bayi tidur sendiri di tempat tidurnya---kasur polos---tanpa selimut, bantal, guling, boneka, dsb. Pada dasarnya, bayi itu tidak suka diselimuti dan hal tersebut mengakibatkan SIDS (Sudden Infant Death Syndrom) yaitu risiko kematian bayi mendadak. " dari populasi bayi di Amerika Serikat yang masih tidur dengan orang tuanya di satu tempat tidur atau tempat tidur dihiasi bantal, boneka dan pernak-pernik lainnya adalah kelompok bayi yang paling tinggi risiko SIDS", anjuran National Infant Sleep Position Study.

Mencari literatur (dok.pri)
Mencari literatur (dok.pri)
Memilah saran dan menyaringnya sendiri serta merujuk data dari berbagai literatur adalah tugas kami sebagai orang tua untuk memberikan yang terbaik untuk tumbuh kembang putri kami ke depan.

Bicara pertama kali

Waktu terasa berjalan cepat. Putri kecil kami sudah bisa berbicara. "ta ta ta ta", itulah kosakata pertama yang terucap dari mulut mungilnya. Baby talk, istilah keren cara bayi berkomunikasi. Alih-alih mengikuti cara bicara bayi, ternyata justru akan berdampak memperlambat tumbuh kembangnya dalam berkomunikasi.

Seperti artikel yang ditulis seorang kawan; Bahaya di Balik Bahasa Bayi. Baby talk ditiru oleh orang dewasa dan dilakukan hampir setiap saat berkomunikasi dengan bayi. Maklum, kebiasaan turun-temurun. Baby talk boleh dilakukan kepada bayi yang berusia 3-4 bulan saja. Selebihnya kita harus melafalkan kalimat dengan benar saat berkomunikasi dengan bayi. Penggunaan bahasa isyarat atau bahasa tubuh, ekspresi wajah dan intonasi yang variatif akan sangat membantu saat berkomunikasi dengan bayi.

Hal itu memang benar adanya, kami sudah mempraktikkannya. Putri kami saat berusia 1,5 tahun sudah mengerti jika sampah itu dibuang pada tempatnya. Bahkan ia segera mengambil kain lap saat ia tak sengaja menumpahkan minuman. Itu semua karena komunikasi yang baik, tentu saja dengan mempraktikkan dan mengajarkannya secara langsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun