Reff:
Bing beng bang
Yok kita ke bank
Bang bing bung
Yok kita nabung
Tang ting tung hey
Tahu tahu kita nanti dapat untung
Siapa yang tak tahu refrain lagu di atas? Lagu anak-anak yang sering diputar tersebut secara otomatis terekam, bahkan terputar otomatis di otak kita. Gemar menabung sudah ditanamkan kepada kita sedari usia belia. Momen lebaran adalah saat yang dinanti-nanti ketika masih belia. Istilah TeHaeR pun tak asing terdengar, hingga meminta jatah TeHaeR tersebut. Intinya bersalaman, terus dapat amplop berisi uang, itulah TeHaeR.
Terselip ucap harapan dibalik 'salam tempel' tersebut. "Buat ditabung ya"; "Jangan dihabisin buat jajan, tapi ditabung juga". Pesan-pesan harapan tersebut jika boleh disederhanakan menjadi: Ditabung.
Tak heran ketika beranjak dewasa menabung menjadi kebiasaan. Otak telah teracuni oleh kata "Ditabung", maka otak secara otomatis menggerakan sistem motorik untuk menyisihkan dan menyimpan uang yang kita punya.
Teori v.s Realita
Hal di atas adalah teoritisnya, bagaimana realitanya? Semakin dewasa, kita justru semakin tidak melakoni kebiasaan menabung tersebut. Banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi dan minimnya uang saku, sering menjadi alasan utama.
Ya, itu yang saya rasakan sebagai mahasiswa di Kota Pelajar. Sebagai Kota Pelajar, Jogja masih ramah dengan isi kantong pelajar. Mulai dari isi kantong yang pas-pasan, irit, sampai berkantong lega. Dalam hal ini, perencanaan keuangan yang matang sangat dibutuhkan.
Selagi ada tekad, kemauan dan usaha, pasti akan ada jalan. Jadilah saya a la perencana keuangan profesional. Untuk uang makan, dalam sehari saya mengalokasikan anggaran Rp 20.000,-. Alokasi anggaran tersebut cukup, bahkan sisa, dengan catatan menanak nasi sendiri, beli lauk dan sayuran di warung makan. Jika kepepet jajan di luar, jajan seharga Rp 10.000,-, jika lebih ya konsekuensinya potong anggaran hari ke depan.
Bank Syariah solusi tempat menabung
Jika ada uang sisa, "bang bing bung yok nabung" tiba-tiba berputar di kepala. Permasalahan lain pun datang, mau menabung di mana? Suka dengan cara menabung konvensional? Celengan mungkin pilihan yang tepat. Tapi untuk saya yang tangannya 'gatel', menabung di celengan bukanlah solusi yang tepat. Lalu? Menabung di bank? Sama saja uangnya lama-kelamaan habis jika tidak diisi, belum lagi potongan yang mengatasnamakan administrasi, keduanya adalah momok menabung di bank.
Untuk mencari keberadaan bank syariah bukanlah menjadi soal. Hampir setiap bank konvensional di Indonesia juga memiliki bank syariah. Logo biru iB (baca: ai-Bi) menjadi penanda yang jelas keberadaan bank syariah. Setiap bank yang memasang logo biru ai-bi, berarti bank tersebut memiliki jasa layanan perbankan syariah.Â
Logo biru ai-bi merupakan penanda identitas industri perbankan syariah di Indonesia, yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai utama sistem perbankan syariah yang modern, transparan, berkeadilan, seimbang dan beretika yang selalu menggedepankan nilai-nilai kebersamaan dan kemitraan.
Saya memilih bank syariah
Saya memilih Bank Syariah Mandiri dengan membuka rekening tabungan simpatik. Tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah (akad titipan). Prinsip akad titipan ada dua: amanah dan dhamanah. Untuk tabungan wadiah, bersifat dhamanah yakni pihak yang dititipi (bank) bertanggungjawab atas keutuhan harta titipan, sehingga bank boleh memanfaatkan harta tersebut. Tabungan saya dapat saya ambil setiap saat berdasarkan syarat-syarat yang disepakati (tarik tunai melalui teller bank di jam kerja bank, tarik tunai melalui ATM, dsb).
Misal keuntungan bagi hasil: Rp 1.000.1000,- Ketika saya melakukan transaksi di bank syariah, entah itu menarik uang ataupun menabung. Keuntungan (Rp 1.000,-) yang saya dapatkan tadi diambil oleh bank sebagai 'administrasi', di dalam BSM tabungan simpatik disebut 'Biaya ATM' (meskipun tak memiliki ATM). Tetapi, tabungan saya Rp 1.000.000,- tetap. Intinya, uang tabungan saya di bank syariah tetap bernilai Rp 1.000.000,- (dengan catatan: saya tidak melakukan transaksi perbankan). Apa kabar jika uang Rp 1.000.000,- saya, saya tabung di bank konvensional?
Untuk menghemat, saya memilih tidak menggunakan kartu ATM. Karena penggunaan kartu ATM dikenakan biaya perawatan setiap bulannya, besar kisarannya pun telah ditentukan. Meskipun saya dapat membayar biaya perawatan kartu ATM tersebut dengan keuntungan bagi hasil tabungan saya. Namun, siapa yang dapat menjamin? Tabungan saya sewaktu-waktu dapat bertambah dan berkurang, tergantung kondisi keuangan saya. Bank syariah: solusi perbankan yang amanah, menguntungkan dan transparan. Saya pun tetap bisa bang bing bung tanpa harus takut saldo menjadi telur.
Salam,
Dimas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H