Mohon tunggu...
Dimas Anggoro Saputro
Dimas Anggoro Saputro Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer | Content Creator

"Bisa apa saja", begitu orang berkata tentang saya.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ketika Cinta Menjadi Alasan

8 September 2017   00:23 Diperbarui: 11 September 2017   14:07 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jogja itu mistis, tapi romantis"

Entah mengapa kalimat tersebut terpaku di pikiran saya. Saya sampai lupa dibuatnya, dari mana kalimat itu berasal. Kisah percintaan tak memandang tempat dan waktu. Tapi kali ini tempatnya spesial, di Jogja.

Berawal dari kampus biru. Dua insan manusia menuntut ilmu. Ya, kampus biru memang tempat untuk menuntut ilmu. Tapi entah mengapa, selalu saja cerita cinta itu menghiasi. Adam dan hawa berlatar belakang yang berbeda dan behkan mustahil keduanya dapat bersatu.

Seorang lelaki berperawakan tinggi, besar khas perawakan orang luar negeri (bukan orang Indonesia). Matthias, begitulah kedua orang tuanya memberi nama kepada lelaki tersebut. Tidak terbesit sama sekali di pikiran pria kelahiran Jerman itu melanjutkan studi di perguruan tinggi. Bahkan, tak ada bayangan sama sekali ia bisa menjejakan kaki di Indonesia. Bermodalkan program pertukaran pelajar, ia pun berada di bangku kampus biru. Bisnis manajemen, itu jurusan yang ia ambil. Sangat bertolak belakang dengan apa yang telah ia tekuni sebelumnya.

Dulu, sewaktu masih kecil, ia belajar memasak. Sejak kecil ia sudah kenal dengan dunia memasak. Dunia tersebut dikenalkan oleh sang ayah yang berprofesi sebagai juru masak, lebih tepatnya seorang pengiris daging. Matthias kecil pun terinspirasi dari profesi sang ayah dan ingin menjadi seperti ayahnya. Belajar dari satu resto ke resto lain ia jalani. Keliling Eropa untuk mencari ilmu dan pengalaman lebih. Bahkan ia belajar lebih dari satu juru masak. Ia ingat betul sebuah kalimat yang membakar semangatnya "Kamu di sini silakan belajar semuanya", begitu kata seorang juru masak kepadanya.

Kampus biru menjadi saksi bisu perjumpaan Matthias dan Nana. Nana adalah seorang perempuan asli Jogja yang mampu meluluhkan hati Matthias, dan membuatnya berani untuk meminangnya. Kerinduan Matthias akan kampung halaman, membuatnya ingin membuka usaha yang mengingatkannya pada kampung halaman tercinta.

Nana & Matthias (Dokumentasi Pribadi)
Nana & Matthias (Dokumentasi Pribadi)

Selayang pandang

Tahun 2007 yang lalu, kedua sejoli tersebut membuka usaha kuliner. Kuliner Italia yang mereka usung. Resto kecil yang berada di Jl. Moses Gatotkaca adalah batu loncatan bagi keduanya. Optimisme tinggi yang membuat keduanya bertahan tetap membuka resto yang diberi nama Nanamia Pizzeria.

Banyak orang meragukan usaha keduanya, terlebih pada saat itu banyak yang menganggap pemilihan tempat tersebut kurang strategis dan usaha tersebut tidak akan bertahan lama. Saling percaya, saling menguatkan, itu adalah modal penting menurut mereka. Tentu saja modal finansial yang kuat juga menjadi hal yang tak kalah penting.

Matthias dan Nana tak sekadar memikirkan bisnis. Mereka memiliki misi lain di balik bisnis. Lewat Nanamia Pizzeria, mereka memperkenalkan tradisi dan makanan Italia. Makan, menurut orang Italia bukan hanya sekadar "makan". Makan adalah momen spesial dan ada tata cara di dalamnya. Antipasti, Zuppe, Insalata, Primi Piaatti, Pizza, Secondi, Dolci, Beverage harus keluar sesuai urutannya. Jadi, kalau makan di resto Italia jangan bosan menunggu, seperti kamu tak bosan menunggunya.

Kini, Nanamia Pizzeria berusia 10 tahun. 10 tahun itu pula menjadi bukti kepada setiap mereka yang pernah meragukan kekuatan cinta mereka berdua. Berawal dari resto kecil hingga membuka satu resto lagi di daerah Tirtodipuran. Mereka berdua benar-benar merangkak dari nol. Kesuksesan yang mereka capai tak lepas dari andil kebahagiaan anak-anak. "Ketika anak-anak bahagia, pasti orang tua juga bahagia", begitu kata Matthias ketika saya tanya tentang kunci suksesnya.

Cooking Class

Kelas memasak untuk anak-anak (Dokumentasi Pribadi)
Kelas memasak untuk anak-anak (Dokumentasi Pribadi)
Kegiatan memasak yang dibuka untuk anak-anak ini menjadi salah satu terobosan dalam mengenalkan masakan Italia sejak dini. Memasak itu bukanlah hal yang mudah, tetapi juga bukanlah hal yang sulit, memasak itu menyenangkan.

Anak-anak diajarkan memasak pizza, mulai dari persiapan, rolling, memberi topping hingga memasaknya dalam tungku. Kegiatan tersebut di dampingi oleh para profesional, sehingga para orang tua tidak perlu kuatir.

Orang tua bisa lebih tenang bercengkrama dengan teman, sahabat bahkan kerabat. Tanpa harus mengkuatirkan "si kecil" rewel di tengah-tengah perbincangan asik. Si kecil pun mendapatkan pengalaman dan pembelajaran baru tentang memasak pizza. Harapannya, si kecil akan paham bahwa memasak itu membutuhkan waktu dan harus sabar menunggu. Biasanya si kecil rewel ketika diajak makan di resto karena makanan tak kunjung tersaji di atas meja dan dia bosan jika harus menunggu.

Harga Terjangkau

Pertanyaan besar muncul ketika mengetahui, bahwa hampir seluruh bahan baku diimpor dari luar negeri. Saya pun menanyakan langsung kepada Matthias dan Nana, kenapa harganya bisa "murah". Ya, walaupun pada awalnya ketika memasuki Nanamia Pizzeria "ketakutan" akan harga menghantui, hal tersebut tak saya pungkiri. Saya yang notabene adalah penjaja sego angkringan terbayang-bayang "horror" dengan harga di dalam sebuah resto adalah hal yang wajar bukan?

Jelas angkringan dan resto bukanlah hal yang patut dibandingkan, akan lucu jika itu tetap dilakukan. Ketika harga menu di Nanamia Pizzeria, ambil saja contoh pizza, dibandingkan dengan harga pizza di resto lain, pizza di Nanamia Pizzeria itu murah. Murah, tak lantas membuatnya "murahan". Bagi Matthias dan Nana, kualitas itu penting!

Misi otentik dan memperkenalkan budaya serta makanan Italia lah yang menjadi alasan keduanya menjual dengan harga murah. Mereka ingin semua orang bisa merasakan makanan Italia dengan rasa dan kualitas yang baik.

Berjualan atau berbisnis tak melulu tujuannya meraup untung. Jiwa perlu dilibatkan di dalamnya, agar bisnis tetap berjalan, kebahagiaan pun didapatkan.

Ciao!

Dimas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun