Mohon tunggu...
Dimas Anggoro Saputro
Dimas Anggoro Saputro Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer | Content Creator

"Bisa apa saja", begitu orang berkata tentang saya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Meneladani Semangat Gotong Royong Leluhur Melalui Pesona Kebhinnekaan

29 Agustus 2017   02:27 Diperbarui: 29 Agustus 2017   10:33 1370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penandatanganan Nota Deklarasi Damai (@genpiJOGJA)

Pembicara dan moderator diskusi Kebhinnekaan (@genpiJOGJA)
Pembicara dan moderator diskusi Kebhinnekaan (@genpiJOGJA)
Hadir pula di tengah-tengah kami, Romo Teguh Sentosa dari KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia), Hairus Salim HS dari LKIS (Lembaga Kajian Islam dan Sosial), Allisa Wahid dari Gusdurian yang notabene adalah putri dari mantan presiden RI Abdurahman Wahid dan Camat Pambanan. Setelah santap malam selesai, kami melanjutkan diskusi kebhinnekaan. Diskusi semakin syahdu dengan iringan cokekan yang merupakan kesenian kreasi warga sekitar. Tak terasa, waktu semakin larut malam. Kami pun harus menyudahi diskusi kami. Diskusi ditutup dengan Deklarasi Damai.

Upacara bendera pertama kali dilakukan di Selo Langit

Upacara peringatan 17 Agustus di Watu Payung (@genpiJOGJA)
Upacara peringatan 17 Agustus di Watu Payung (@genpiJOGJA)
Mentari 17 Agustus 2017 merekah di ufuk timur. Kami pun bersih diri dan bersiap untuk melakukan upacara bendera peringatan hari kemerdekaan RI. Upacara di Watu Payung merupakan pengalaman baru dan tak terlupakan bagi saya sendiri. Berbeda dengan upacara bendera pada umumnya, yang mana ada paskibra dan sebagainya. Upacara bendera di Watu Payung berbeda. Warga Gedhang Atas melibatkan diri menjadi petugas upacara. Menjadi petugas upacara merupakan pengalaman baru bagi mereka. Dibantu oleh teman-teman dari Saka Pariwisata Sleman, dalam waktu singkat mereka dilatih dan dinyatakan siap menjadi petugas upacara bendera. Dengan keterbatasan dan kesederhaan, kami melaksanakan upacara bendera dengan penuh khidmat. Tentu saja dengan tak menghilangkan esensi upacara bendera tersebut.

Selesailah upacara bendera 17 Agustus, selesai pula rangkaian acara Camp Pesona Kebhinnekaan. Namun, rupanya warga sudah terlanjur cinta dengan kami. Kami pun belum diperbolehkan pulang. Warga Gedhang Atas menginginkan kami menonton pertujukkan kesenian mereka sekali lagi. Kali ini bukan cokekan, mereka mempersembahkan kesenian tarian kuda lumping. Kami pun disuguhi aneka kudapan sebagai teman menikmati pertunjukkan tersebut.

Meski tak memiliki kaki, waktu terus saja berjalan. Ada perjumpaan, maka ada perpisahan. Sebelum melakukan salam perpisahan. Duta Damai Regional Yogyakarta mengajak para warga untuk menonton kreasi mereka. Kreasi dalam bentuk video dokumentasi yang dikemas secara apik. Tanpa aba-aba, senyum para warga merekah saat menonton video dokumentasi tersebut. Suasana pun menjadi bahagia, namun langit haru masih menggelayut. Akhirnya, kami pun harus benar-benar berpisah. Kami harus berpisah untuk kembali, lagi.

Penandatanganan Nota Deklarasi Damai (@genpiJOGJA)
Penandatanganan Nota Deklarasi Damai (@genpiJOGJA)
Deklarasi Damai (Duta Damai Jogja)
Deklarasi Damai (Duta Damai Jogja)
Acara Camp Pesona Kebhinnekaan merupakan acara yang terselenggara atas kerjasama Duta Damai Dunia Maya BNPT Regional Yogyakarta dengan Duta Damai Dunia maya BNPT Regional Semarang, Generasi Pesona Indonesia (GenPi) Jogja, Warga Gedhang Atas di dukung oleh BNPT, PMD, Dinas Pariwisata DIY, Kominfo DIY, Dinas Pariwisata Sleman, Kecamatan Prambanan, Alumni Bopkri 3 Yogyakarta, Gusdurian, Masyarakat Digital Jogja, Gereja Marganingsih Kalasan, Vulkanik Adventure, Shiva Plateu, Komunitas Bloger Jogja, Komunitas Kompasianer Jogja.

Cerita di atas hanyalah secuil kisah meneladani kebiasaan nenek moyang kita, gotong royong. Kisah tersebut tidak akan pernah terjadi jika tidak ada gandeng tangan dari berbagai pihak, baik masyarakat dan stake holder yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya. Selama dua hari tersebut, kami berusaha dan belajar tentang bagaimana menjadi Jogja, menjadi Indonesia. 

Salam, Om Swastiastu, Namo Budaye, Rahayu,

Dimas.


republish dariblog pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun