Mohon tunggu...
Dimas Anggoro Saputro
Dimas Anggoro Saputro Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer | Content Creator

"Bisa apa saja", begitu orang berkata tentang saya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Perjalanan Rubicon Sang Pangeran

3 Juni 2016   07:23 Diperbarui: 3 Juni 2016   07:30 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Misteri lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro (sumber: kabar24.bisnis.com)

“Otobiografi Babad Diponegoro sebagai monumen kearifan budaya dunia yang indah nyaris remuk dimakan rayap dan lenyap oleh buta-sejarah bangsanya. Namun totalitas keilmuan Peter Carey telah membangkitkannya menjadi historiografi yang melampaui takdirnya. Kelana rohani Pangeran Diponegoro mengatasi pelintasan arus perbedaan antara dunia lama dan dunia baru. Gerakan perlawanan Pangeran Diponegoro pantas terbilang sebagai kompas kepemimpinan dan kejuangan bangsa.” - PM Laksono –

Entah mengapa saya tertarik dengan sejarah. Entah mengapa pula saya ingin menceritakan sosok Pangeran Diponegoro. Ya, saya harus tau sejarah beliau. Beliau adalah leluhur saya. Saya akan tau siapa sejatinya saya jika saya tau siapa leluhur saya.

Saya tahu cerita akan leluhur saya justru dari orang asing. Ya, Peter Brian Ramsay Carey (lebih dikenal dengan Peter Carey). Seorang sejarawan berkebangsaan Inggris. Seorang Profesor Emeritus di Trinity College, Oxford, Inggris. Kini, beliau juga menjabat sebagai Adjunct Profesor di Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Beliau melakukan penelitian lebih dari 30 tahun tentang Pangeran Diponegoro dan latar belakang Perang Jawa atau Perang Diponegoro. Pantas saja jika PM Laksono mengatakan bahwa “kearifan budaya dunia yang indah nyaris remuk dimakan rayap dan lenyap oleh buta-sejarah bangsanya.”

Mungkin tidak banyak yang tahu bahkan tak mau tahu tentang apa yang terjadi pada tanggal 04 Mei. Ya, awal bulan Mei merupakan pekan dengan rentetan sejarah dan peristiwa dalam negeri (Indonesia). 01 Mei, Hari Buruh. Sering dikenal dengan istilah May Day. Hari lahir salah satu tokoh penting tonggak pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara pada 02 Mei, sering dikenal dengan Hari Pendidikan. 03 Mei, tepatnya 1956, Indonesia membatalkan hubungan Indonesia-Belanda berdasarkan KMB. 04 Mei, sejarah apa yang tercatat? Mungkin tak masuk dalam pelajaran sejarah SD, SMP, bahkan SMA.

186 tahun silam, tepatnya 04 Mei 1830 merupakan salah satu peristiwa bersejarah dalam kaleidoskop Indonesia. Hari dimana Sang Pangeran pergi. Pergi bukan untuk kembali. Pergi, untuk selamanya. Pangeran Diponegoro tidak akan menginjakan kakinya kembali di Tanah Jawa. Tanah kelahiran sekaligus tanah yang dicintainya. Tanah yang memiliki pergolakan dirinya dengan Keraton Yogyakarta dan pihak Kolonial. Akhir perlawanannya, Perang Jawa (1825-1830).

Semburat jingga mengintip di ufuk timur, di teluk Batavia korvet Belanda Pollux segera membentangkan layar, menghantar tawanan Perang Jawa. Kapal Pollux terlambat membentangkan layarnya, 03 Mei 1830 adalah tanggal dimana dia harus mengarungi samudera. Namun karena faktor teknis dan cuaca, pelayaran tersebut ditunda dan diundur satu hari. Sang Pangeran beserta 19 pengikutnya yang terdiri dari 11 pria dan 8 wanita mulai menapaki tangga dengan langkah pasrah guna memasuki kapal pada 03 Mei tersebut. Ditemani oleh salah seorang pejabat Belanda bernama Roeps serta pejabat Kolonial di Batavia. Sang Pangeran dan pengikutnya bermalam di kapal korvet Belanda tersebut.

Peter Carey dalam bukunya berjudul Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855) menuliskan, Pangeran DIponegoro merasa gusar dan ingin segera meninggalkan Tanah Jawa. Pangeran Diponegoro merasa malu jika ia melihat tanah kelahirannya itu. Malu karena sebagai seorang pemimpin dengan gelar keagamaan Kanjeng Sultan Ngabdul Khamid Herucakra Kabirul Mu’minin Sayidin Panatagama Rasulullah SAW ing Tanah Jawi seolah tidak dapat memberikan kemenangan. Penangkapan dan pengasingan Sang Pangeran dimulai ketika ia berada di Magelang, 28 Maret 1830. Sepuluh hari berikutnya, 08 April 1830 hingga 03 Mei 1830. “Ia ditempatkan dalam dua kamar panjang di lantai atas pemukiman kepala penjara atau cipiers woning Batavia yang berada langsung di atas penjara bawah tanah itu.”, lantun Landung Simatupang, seniman teater kawakan asal Yogyakarta dalam pentas pembacaan dramatik “Sang Pangeran: Ke Pengasingan” yang digelar di gedung Balai Kota Batavia (kini Museum Sejarah Jakarta).

Suasana takzim ketika pentas pembacaan dramatik oleh Landung Simatupang (sumber: nationalgeographic.co.id)
Suasana takzim ketika pentas pembacaan dramatik oleh Landung Simatupang (sumber: nationalgeographic.co.id)
Dalam masa penahanan, kondisi Sang Pangeran terus mengalami penurunan akibat kelelahan. Tenaga dan pikirannya terkuras selama Perang Jawa, ditambah dengan penyakit tropis malaria yang mendera. 50 serdadu pilihan Belanda mengawal Sang Pangeran menuju tempat pengasingan, Minahasa (Manado). Semua barang dan persenjataan Pangeran Diponegoro dilucuti. Kecuali, Ki Ageng Bondoyudo. Keris pribadi Sang Pangeran yang setia menemani, hingga akhir hayatnya kelak.

Fajar merekah di tanggal 04 mei 1830, pertanda Sang Pangeran akan menyusuri samudera luas diatas kapal perang Belanda Pollux. Konon, Pollux berlayar tanpa henti di pelabuhan Nusantara manapun selama perjalanan menuju labuhan terakhirnya di Minahasa (Manado) pada Juni 1830. Peristiwa ini merupakan suatu perjalanan Rubicon Pengobar Perang Jawa itu. Dalam kondisi lemah akibat malaria yang menderanya, Sang Pangeran menulis catatan perjalanan dan perjuangan hidup diatas kapal Pollux.

‘Layar terkembang dan kami meninggalkan Batavia menuju Manado, tetapi tidak ada angin sehingga kapal berjalan sangat lambat.

Banyak dari orang laknat itu serdadu dan awak kapal Belanda jatuh sakit dan modar di kapal. Sultan pun gundah hatinya: “Barangkali kami akan mati semua dan tidak sampai ke Manado”. Kita tidak akan membahasnya lagi.

Dua setengah bulan Sultan dari Batavia ke manado karena tidak ada angin.’ (Babad Diponegoro IV:200)

Sejarah telah mencatat, bahwa tanggal 04 Mei 1830 merupakan hari dimana Pangeran Diponegoro diasingkan dari Tanah Jawa. Perjalanan Rubicon hingga akhir hayat Sang Pangeran menuju liang lahat bersama Ki Ageng Bondoyudo. Lukisan berjudul ‘En Historiches Tableau, die Gaffenganhame des Javanischen Hauptlings Diponegoro’ karya Raden Saleh. Beliau mengabadikan saat-saat penangkapan Sang Pangeran yang ditorehkan ke dalam kanvas, dibuat pada tahun 1857.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun