Mohon tunggu...
Dimas Anggoro Saputro
Dimas Anggoro Saputro Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer | Content Creator

"Bisa apa saja", begitu orang berkata tentang saya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Petapa Genit Turun Gunung (Kawalan Pejabat v.s Damkar & Ambulans)

9 Mei 2016   22:01 Diperbarui: 10 Mei 2016   01:18 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Penutupan Pekan Inspirasi Yogyakarta 2016 (sumber: dok.pribadi)

08 Mei 2016 adalah hari terakhir dan penutupan Pekan Inspirasi Yogyakarta 2016 yang berlangsung di Hall B lantai 2 Plaza Ambarrukmo Yogyakarta. Acara tersebut diselenggarakan oleh Kelas Inspirasi Yogyakarta dengan bekerjasama dengan beberapa pihak, salah satunya adalah Plaza Ambarrukmo. Pekan Inspirasi Yogyakarta merupakan sebuah ajang pameran foto dan video yang merupakan hasil karya para relawan dokumentator Kelas Inspirasi Yogyakarta 2016 pada saat Hari Inspirasi. 

Hari Inspirasi tersebut dilaksanakan secara serentak di 24 SD/MI di Provinsi D.I.Yogyakarta pada tanggal 06 Februari 2016. Tidak hanya pameran foto dan video saja, ada rangkaian acara yang dikemas ciamik dan telah diselenggarakan oleh Pekan Inspirasi Yogyakarta 2016. Ada talkshow parenting yang bertajuk “Deteksi Dini Bullying pada Anak” dengan mendatangkan narasumber Paman Dodo dan Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi. Dan masih banyak lagi keseruan positif yang telah diselenggarakan kemarin.

Pukul 22.00 WIB merupakan jam tutup bagi Plaza Ambarrukmo, yang berarti merupakan bel bagi kami para panitia Pekan Inspirasi Yogyakarta untuk memulai bekerja membongkar partisi-partisi pameran. Sayang sekali saya tidak bisa turut serta dalam pekerjaan tersebut, dikarenakan ada tanggungjawab lain yang harus saya kerjakan di Klaten mengingat hari Senin, 09 Mei 2016 adalah hari dimulainya Ujian Nasional Tingkat SMP/MTs. Sepulangnya saya dari Klaten, saya segera menuju ke Gartjita (ndalem Kajundanan) sesuai instruksi yang diberikan oleh mas Jundan. Kurang lebih pukul 21.30 WIB saya telah tiba dilokasi, dan pagar masih tertutup rapat dengan rantai gembok mengalunginya. Menunggu adalah hal yang membosankan bagi saya, sama halnya menunggu sang pujaan hati yang tak kunjung datang.

Kurang lebih pukul 22.00 WIB, Ihsan dan Aji pun datang. Mereka ini bagaikan sendok dan garpu, selalu saja berdua. Tak lama kemudian mas Jundan dan Angga pun telah tiba. Kemudian mereka mengambil armada mobil pick-up dan truk sebagai sarana transportasi partisi pameran yang akan diangkut dari Plaza Ambarrukmo. Dalam sekali jalan seluruh partisi pameran pun dapat diboyong ke Gartjita dengan selamat. Kami pun bergegas untuk menurunkannya dari truk dan mobil pick-up. Tak terasa jarum jam terus berputar dan berdetak, hingga jam menunjukan pukul 03.00 WIB. Sebelum ayam jantan berkokok, kami memilih untuk merebahkan badan dan memejamkan mata, berharap tak mendengar kokokan ayam jantan.

Suara adzan subuh yang bersahut-sahutan membangunkanku pagi itu. Rasanya badan ini tak mau meninggalkan alas bambu tempatnya merebah. Terlebih udara dingin khas kaki gunung Merapi menyelimuti tubuh ini, membuat tambah malas rasanya beranjak mengambil air wudhu. Akhirnya hati ini membangunkan tubuh malas ini menuju keran air. Kewajiban dua rakaat telah aku laksanakan, alhamdulillah. Pagi itu embun turun, sehingga aku tak mendapatkan ucapan selamat pagi dari gunung Merapi. 

Sang mentari perlahan demi perlahan menyibak embun kala pagi itu. Pagi pun menjadi cerah, dan akhirnya aku yang mengucapkan selamat pagi kepada sang Merapi. Sangat beruntung pagi itu aku tidak kembali melanjutkan tidurku, karena kemegahan Merapi sangat jelas sekali di kala cuaca begitu cerah. “Nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan.”

Aku memutuskan untuk segera turun dan berencana ingin menuju perpustakaan kota mencari buku rujukan untuk tugas perancangan mesinku. Ku starter si Megi, teman setiaku kemanapun aku pergi. Tak adil rasanya kalo aku sudah mandi dan ganteng, sedangkan si Megi tidak. Aku memutuskan untuk mencari pemandian untuknya di dalam perjalanan turun. Ku tepikan si Megi masuk ke bengkel AHASS di jalan Kaliurang kilometer 11,9. Aku rasa si Megi butuh pijitan tangan-tangan handal mekanik AHASS. Ternyata butuh satu orang lebih untuk memijat si Megi. Padahal aku juga ingin sekali rasanya dipijat, tapi bukan oleh para mekanik-mekanik itu tentunya.

Si Megi saat dipijit (sumber: dok.pribadi)

Ku geber si Megi menyusuri jalan Kaliurang menuju jalan Ring Road Utara. Kali ini aku memilih jalan memutar, entah mengapa, hanya ingin saja. Ditengah jalan Ring Road Utara aku terjebak dalam kemacetan lalu lintas. Ah sial, gumamku. Jalan cepat Ring Road Utara arah ke timur di kosongkan oleh aparat Polisi dan TNI. Aku menebak, pasti ada kawalan pejabat negara. Dan ternyata benar! Tapi aku tak tau rombongan pejabat siapa yang melintas. Setelah bertanya kepada mas Arif ternyata itu adalah rombongan RI 3 dan 4 yang akan menghadiri acara di sekitar kantor Bupati Sleman.

Rombongan RI 3 & 4 saat melintas di Ring Road Utara (sumber: dok.pribadi)

Di dalam kemacetan aku berpikir, kenapa rombongan pejabat mendapatkan akses jalan yang begitu lancar, mulus bahkan tanpa hambatan? Apa kabar dengan ambulans, mobil pemadam kebakaran dll? Mereka kan juga masuk dalam prioritas melintas di jalan raya menurut Pasal 134 UULLAJ jo Pasal 65 ayat (1) PP 43/1993. Disitu disebutkan sesuai urutan berikut:

  • Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
  • Ambulans yang mengangkut orang sakit;
  • Kendaraan untuk memberikan memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;
  • Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republlik Indonesia;
  • Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
  • Iring-iringan pengantar jenazah; dan
  • Konvoi dan/ atau Kendaraan untuk kepentinga tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dan juga UU Lalu Lintas Nomor 22 tahun 2009. Jelas bukan bahwa kendaraan pemadam kebakaran dan ambulans menduduki prioritas atas?

Itu belum bisa dibilang kesimpulan lho, karena aku butuh narasumber yang berkompeten di bidang tersebut. Akhirnya aku pun bertanya kepada mas Anjar (kakak iparku). Dia salah satu anggota kepolisian yang bertugas di Polres Cilegon dan kebetulan ada di divisi Lalu Lintas. Diskusi panjang kami pun berlangsung lewat pesan BBM. Disitu dia menjelaskan kepadaku secara gamblang. “Dikhawatirkan jika kendaraan pejabat berhenti mengikuti lampu APILL ada yang membrondongnya.” guraunya sebelum menjelaskan kepadaku.

“Ada dua kondisi lalu lintas: padat (ramai) dan landai (sepi/lancar). Kondisi padat dan landai ditentukan setelah koordinasi komandan Satuan Patroli Pengawalan (Patwal) dengan petugas piket lalu lintas di Kepolisian Daerah. Prosedur saat lalu lintas padat: Dua jam sebelum berangkat, Komandan Pengawal memberitahu Polda. Kodenya ‘Krisna Parkir’ (artinya: Presiden mau berangkat). Polda memberitahu semua petugas di lapangan sampai tingkat Kepolisian Sektor (Polsek) agar bersiap. Satu jam sebelum berangkat, Patwal memberitahu Polda, dan diteruskan ke petugas lapangan agar bersiap. Ini disebut persiapan pertama. Setengah jam sebelum berangkat, Patwal memberitahu lagi ke Polda, dan diteruskan ke petugas. Ini disebut persiapan terakhir. Nol menit sebelum berangkat, petugas lapangan diberitahu ‘Start’ (artinya: rombongan Presiden mulai bergerak dan semua jalan yang dilalui sudah kosong). Jadi setiap pergerakan pejabat pasti sudah 87 (delapan tujuh) satuan wilayah. Jadi terencana dan penuh persiapan. Beda dengan ambulans yang secara tiba-tiba dan tidak pernah meminta untuk di kawal. Hanya kesadaran masyarakat yang di andalkan. Karena kalau ambulans kan paling kadang dari rumah mau di bawa ke rumah sakit. Jadi Polisi ya gak ngerti kalau mau ada ambulans lewat. Paling tau-tau di jalan ada ‘nguing-nguing’ (bunyi sirene ambulans).” begitu penjelasan panjang kali lebar dari masku satu ini. “Intinya kalau yang darurat damkar dan ambulans itu kuncinya ada pada toleransi tinggi masyarakat.” begitu imbuhnya.

Apakah Anda termasuk masyarakat yang memiliki toleransi tinggi?

Bersambung…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun