Nah benar juga pandangan sang Profesor hukum yang dikutip media online tadi, bila sudah ada pembayaran utang atau terjadi risiko bisnis, itu kan seharusnya ranah hukum perdata bisnis? Kok jadi pidana ya?
Sama saja seperti ada seseorang mengutang beras di warung. Ketika utangnya sudah dibayar, berarti telah selesai toh? Atau kalau pun tidak dibayar-bayar, maka tinggal ditagih, baik secara pribadi maupun memakai pihak ketiga.
Belum lagi tetiba aset terdakwa main sita saja tanpa ada pembuktian di pengadilan. Cuma sebab ada dugaan mega korupsi kemudian ditengok harta Benny Tjokro sangat fantastis, lalu dianggap sebagai hasil korup di Jiwasraya.
Ah, emang rasanya banyak yang janggal ya. Pantas saja investigasi majalah Keadilan tadi mengangkat tentang peradilan sesat kepada Benny Tjokro.
Jadi, ini bukan soal pro Benny Tjokro atau tidak. Bukan masalah pendukung koruptor atau tidak. Bukan begitu latarnya.
Namun ini soal keadilan saja. Bagaimana seharusnya menempatkan suatu perkara hukum sesuai aturan prosesnya. Benar atau salah adalah hak peradilan.
Jangan sampai karena ketidaksukaan dari pihak lain, siapa saja bisa jadi 'bantalan' memakai peran hukum. Akhirnya nanti malah muncul ketidakadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H