Pernyataan Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki dalam majalah Tempo edisi 29 Mei–4 Juni 2017 yang mengatakan bahwa kawasan Cekungan Air Tanah  Watuputih di Rembang, Jawa Tengah, sudah sebagai Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK), perlu ada jawaban yang diluruskan agar tak salah informasi ke publik.
Sebelumnya, agar publik mengerti; kawasan CAT Watuputih merupakan bagian rencana areal penambangan PT Semen Indonesia Tbk di Rembang (SI Rembang). Hingga saat ini penambangannya masih belum terealisasi karena polemik pro dan kontra lingkungan hidup.
Alhasil: semua menunggu hasil validitas penelitian tim KLHS Pegunungan Kendeng di bawah komando KSP dan Kementerian LHK sampai 6-12 bulan ke depan.
Menteri ESDM Iganasius Jonan tanggal 24 Maret 2017 secara resmi telah melayangkan surat perihal Dukungan Pemetaan Sistem Aliran Sungai Bawah Tanah CAT Watuputih Rembang ke Menteri LHK Siti Nurbaya.
Isi surat Menteri Jonan berdasarkan penelitian yang telah dua kali dilaksanakan Badan Geologi pada tanggal 15-24 Februari 2017 dan 8-9 Maret 2017 secara jelas menyimpulkan: tidak menemukan adanya indikasi aliran sungai bawah tanah di CAT Watuputih. Data dan fakta menunjukkan yang ada hanya goa kering tanpa aliran sungai bawah tanah serta tidak ada mata air.
Badan Geologi justru menemukan sungai bawah tanah di luar CAT Watuputih. Terletak di bagian timur dan goa dengan tiga kantung air di dalamnya, serta sebaran mata air di luar CAT Watuputih bagian selatan.
Dari data dan fakta itulah, dinyatakan kawasan CAT Watuputih belum memenuhi kriteria ditetapkan sebagai KBAK sesuai pasal 4 Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012.
Dalam wawancara dengan majalah Tempo, Teten juga menyampaikan soal peneliti independen. Peneliti independen yang mana? Apa maksudnya tim KLHS Pegunungan Kendeng?
Publik perlu mengetahui; tim KLHS Pegunungan Kendeng dikomando oleh DR Soeryo Adiwibowo, seorang akademisi dari sebuah kampus negeri di Bogor, Jawa Barat. Sayangnya, DR Soeryo Adiwibowo merupakan Saksi Ahli yang dihadirkan LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sebagai kelompok penentang SI Rembang pada sidang gugatan izin lingkungannya di PTUN Semarang, Jawa Tengah, pada 12 Maret 2015.
Artinya, Teten perlu mengklarifikasi kembali pernyataannya siapa peneliti independen itu.
Sekali lagi, ada hal yang perlu diluruskan dari kebohongan penjelasan Teten di majalah Tempo agar masyarakat tidak dibodohi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H