Mohon tunggu...
Dimas Anggaru Pratama
Dimas Anggaru Pratama Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar yang haus ilmu

Mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta. Suka Beda Sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Komnas HAM; Ultramen Juga Manusia

17 April 2017   17:59 Diperbarui: 17 April 2017   18:14 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa jadinya sebuah lembaga negara sekelas komnas ham tidak menggangap warga rembang sebagai manusia?  Hingga tega mengirim surat ke Presiden untuk menutup pabrik semen yg notabene menjadi harapan warga rembang meningkatkan kesejahteraan. Padahal pabrik semen itu sendiri adalah miliknya BUMN, milik negara telah ditolak Komnas HAM.

Proses pembangunan pabrik baru milik BUMN ini mendapat hambatan dari sekelompok orang dari Pati dan beberapa orang dari Rembang. Menurut penuturan warga ring 1, hanya sekitar 5% warga yang menolak semen Rembang. Namun kemudian dalam daftar dukungan warga penolak yang dijadikan bukti tambahan oleh kelompok penolak di persidangan MA, jumlah penolak menembus angka 2.051 warga. Tetapi kemudian ditemukan fakta dalam daftar tersebut ada nama-nama seperti ultramen, power ranger, copet terminal, menteri hingga presiden RI 2025. Dokumen itu juga rupanya mencatut 30 nama balita dengan tanda tangan palsu. Perkembangan kasusnya, kepolisian telah menetapkan Joko Prianto sebagai tersangka pemalsuan dokumen.

Yang menarik kemudian, Komnas HAM menganggap perlunya Presiden memperhatikan nasib warga penolak semen Rembang. Apa mereka itu, ultramen, power ranger yang dimaksud manusia oleh Komnas HAM? Warga rembang asli dianggap apa?

Komnas HAM sejatinya sebagai lembaga yang menyuarakan, yang memberikan perlindungan dan penegakan hak-hak asasi manusia sudah alih fungsi menjadi komisi yang memperjuangkan hak-hak ultramen, power rangers, ‘copet terminal’, menteri, hingga presiden RI 2025.

Padahal dalam definisi tugasnya tak tanggung-tanggung, negara menempatkan Komnas HAM sebagai lembaga mandiri setingkat lembaga negara. Artinya keduduaknnya sama seperti MA, MK, KY, BPK, DPR. Tapi apa jadinya misal jika lembaga-lembaga negara itu memihak kepada sekelompok pihak? Bersikap tidak berimbang. Itulah yang terjadi dengan Komnas HAM.

Sementara aksi cor kaki massal yang dilakukan oleh kelompok penolak hingga dua kali di depan Istana Negara April 2016 dan Maret 2017 luput dari ocehan Komnas HAM. Padahal, aksi tersebut benar-benar telah merampas hak-hak seorang warga, meski dilakukan dengan sukarela sekalipun. Aksi cor kaki telah menghilangkan kebebasan seorang warga untuk ibadah menjalankan keyaakinannya. Aksi itu juga menghambat pesertanya melakukan kebutuhan-kebutuhan dasar selama 24 jam x 7 hari seperti makan minum dengan bebas, kebutuhan BAB, BAK. Hingga sampai aksi tersebut memakan korban meninggal satu orang bernama Yu Patmi warga Pati. Ini yang harusnya Komnas HAM lebih cerewet menantang toa! Ini yang seharusnya Komnas HAM tuntut dalam surat ke Presiden! Ini loh Komnas HAM! Ngerti ora?! Ah sudahlah bagimu manusia itu ya ultramen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun