PR paling mendesak adalah merapikan kembali organisasi PSSI yang kita ketahui telah disusupi oknum mafia sepakbola dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, ketua umumnya saja saat ini berstatus buron.
Jelas apabila wacana Kongres Luar Biasa (KLB) terus digalakan oleh anggota PSSI itu sendiri. PSSI sudah seharusnya diisi oleh orang yang benar-benar berdedikasi untuk kemajuan sepakbola nasional dan tidak terikat oleh berbagai kepentingan pribadi atau golongan.
Pihak pemerintah melalui Kemenpora juga harus pengertian terhadap PSSI. Mereka perlu mengawasi kinerja PSSI. Beri masukan dipersilakan, tapi tidak ada tempat untuk intervensi, seperti yang telah terjadi sebelum-sebelumnya.
Berikutnya, baik PSSI dan Kemenpora—bekerja sama dengan pihak kepolisian—harus terus mengupayakan pemberantasan mafia-mafia sepakbola di Indonesia hingga ke akarnya. Oknum-oknum yang terlibat dalam pengaturan skor, penyelewengan kekuasaan, maupun tersandung kasus kriminal lainnya harus disingkirkan.
Selanjutnya, yang paling urgen adalah roda kompetisi reguler wajib kembali berputar. Okelah turnamen Indonesia Soccer Competition (ISC) tahun ini mesti berjalan hingga usai. Namun, seiring dengan itu, rancangan kompetisi domestik yang terstruktur dan profesional harus segera dibuat untuk menyongsong musim mendatang.
Pastinya, perlu pengawasan yang ketat pula dalam menjaring klub-klub peserta kompetisi reguler nanti. Operator kompetisi harus tegas tak pandang bulu terhadap klub-klub yang dinilai tidak memenuhi standar minimal dalam keikutsertaan kompetisi. Hal itu agar masalah-masalah pelik nan klasik, seperti keterlambatan gaji dan dualisme kepemimpinan klub tidak terjadi lagi.
Kompetisi level usia muda pun juga harus kembali diselenggarakan. Kita tahu, selama masa pembekuan, pembinaan pemain muda Indonesia praktis terbengkalai. Rantai regenerasi pemain kita nyaris terputus akibat konflik sepakbola dalam negeri.
Maka dari itu, kompetisi bagi para pemain muda sudah sepantasnya digelar secara rutin seperti halnya kompetisi level senior. Operator kompetisi pun mesti memikirkan matang-matang terkait format kompetisi ini, termasuk siapa saja yang nanti menjadi pesertanya. Pengawasan yang ketat juga harus berlaku untuk kompetisi level junior. Kita tentu tak ingin melihat kasus seperti pemalsuan usia dan kecurangan lainnya terjadi lagi.
Berangkat kompetisi reguler, baik level senior maupun kelompok usia muda, diharapkan kerangka timnas Indonesia yang telah vakum dari dunia internasional selama lebih dari setahun dapat dibentuk kembali.
Terakhir, yang tak kalah pentingnya, pembinaan terhadap suporter di Indonesia harus benar-benar dilakukan secara menyeluruh. Peran PSSI serta kesadaran suporter itu sendiri akan sangat menentukan.
Ingat, sepakbola kita baru saja terbebas dari masa hukuman. Sudah seharusnya seluruh suporter di Indonesia dapat bersikap dewasa. Jangan sampai nama baik sepakbola Indonesia tercoreng lagi dengan berbagai tindakan anarkis dan pelanggaran terhadap peraturan lainnya yang dilakukan oleh oknum suporter nasional.