Mohon tunggu...
Dimas Alif Pradifta
Dimas Alif Pradifta Mohon Tunggu... Jurnalis - Student at University of Indonesia

Ethics Enthusiast.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perbedaan Pendapat & Kehendak di Dalam Sebuah Organisasi

14 November 2019   20:45 Diperbarui: 14 November 2019   21:04 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di dalam sistem etika filsafat moral setidaknya terdapat empat unsur yaitu hedonisme, Eudemonisme, utilitarisme, dan deontologi. Dari semua unsur yang ada, hanya dua unsur yang akan dikaitkan denan topik pembahasan yaitu utilitarisme dan deontologi. Utilitarisme adalah suatu perbuatan dinilai baik dan buruk sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan sebanyak mungkin orang (Bertens, 1993). Sedangkan Deontologi menurut Immanuel Kant adalah kehendak dan perbuatan menjadi baik jika dilakukan karena kewajiban.

ETIKA NORMATIF

Penggambaran Kasus 

Pada makalah ini, topik yang dibahas adalah Perbedaan pendapat dan kehendak di dalam sebuah organisasi. Adapun contoh kasus yang diambil adalah permasalahan yang sering terjadi di ruang lingkup organisasi kemahasiswaan yaitu ajakan untuk mendukung sebuah tim yang sedang bertanding dengan menyanyikan sebuah nyanyian yang khas atau lebih familiar disebut dengan sebutan suporteran. Dalam kasus ini, terdapat dua perbedaan pendapat dan kehendak, pertama yaitu bagi mereka yang menganggap bahwa kegiatan tersebut (suporteran) bukanlah suatu hal yang memberikan manfaat sehingga mereka lebih memilih untuk mengeyampingkannya atau bisa saja karena sebuah prinsip yang dimiliki oleh suatu individu, kedua adalah bagi mereka yang menganggap bahwa kegiatan (suporteran) merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan, karena mendukung tim yang sedang bertanding.

Seperti yang dikatakan oleh Webster's New Collegiate Dictionary pendapat adalah suatu pandangan, keputusan atau taksiran yang terbentuk di dalam pikiran mengenai suatu persoalan terntentu (Dictionary, 1982). Kemudian Muhammad Ihwan mengatakan bahwa Perbedaan pendapat atau dissenting opinion adalah pendapat yang berbeda dengan apa yang diputuskan dan dikemukakan oleh satu atau lebih orang dalam suatu pengambilan keputusan (Ihwan, 2015). Kemudian apa yang membuat penulis akhirnya memutuskan untuk menulis permasalahan ini adalah masih didapati sebuah paksaan yang mewajibkan keikutsertaan dalam suatu kegiatan atas dasar solidaritas. Kemudian dasar ini yang dijadikan acuan dalam mewujudkan kesuksesan dalam suatu organisasi, padahal jika ditelisik lebih jauh lagi setiap organisasi memiliki hak dan kewajiban, haknya adalah mencapai sebuah visi misi yang dibuat dan disepakati secara bersama dan sebuah organisasi juga memiliki kewajiban untuk menyejahterakan para anggotanya.

Jika didalam sebuah organisasi masih terdapat sebuah paksaan apakah hak dan kewajibannya terlaksana dengan baik? Tentu tidak. Begitupun sebaliknya sebagai sesorang mahasiswa yang terlibat di dalam sebuah organisasi sudah pasti kita memiliki hak dan kewajiban sebagai mahasiswa, hak kita sebagai mahasiswa adalah mendapatkan materi, sedangkan hak kita sebagai anggota organisasi adalah mendapatkan kesejahteraan dan mendapatkan kebebasan yang dapat ditanggung jawabkan, sementara kewajiban kita sebagai mahasiswa adalah untuk belajar didalam kelas. Selanjutnya adalah bagaimana kita seharusnya menyikapi perbedaan pendapat dan kehendak yang terjadi? Apakah diperlukan sebuah perlakuan persuasive memaksa untuk menyamakan pemahaman bahwa solidaritas adalah menjungjung tinggi sebuah  kebersamaan dengan melakukan segala cara dan melupakan hak beserta kewajiban lainya?

Kaitan Kasus dengan Hak dan Kewajiban

Hak merupakan klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang lain atau terhadap masyarakat (Bertens, 1993). Pada contoh kasus diatas kaitannya terhadap hak dan kewajiban adalah tentang bagaimana suatu individu menyikapi sebuah perbedaan yang ada dengan melihat aspek-aspek yang ada didalam sebuah hak dan kewajiban. Didalam aspek hak, terdapat hak yang didasarkan atas prinsip atau hak moral. Kaitannya dengan contoh kasus diatas adalah ketika seseorang memutuskan untuk tidak mengikuti sebuah ajakan dalam mendukung sebuah tim yang bertanding karena dia sadar memiliki sebuah kewajiban untuk mengerjakan tugas, disitu dia sedang menggunakan hak moralnya yaitu berprinsip bahwasannya mengerjakan tugas lebih utama, hak dan kewajiban erat kaitannya karena keduanya memiliki hubungan timbal balik yang nyata. Sedangkan dalam kasus diatas hak dan kewajibannya jika dilihat dari sisi timbal baliknya sangatlah minim.

Maka dari itu, kita perlu mengutamakan hak dan kewajiban pribadi kita dahulu sebagai mahasiswa, karena pada dasarnya kita akan mendapatkan sebuah kebebasan jika melaksanakan tanggung jawab kita sebagai mahasiswa untuk mengerjakan tugas, dan begitupun dengan hak. Jika kewajiban dilaksanakan maka kita akan mendapatkan sebuah hak untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Hak dan kewajiban dalam kasus ini berkaitan dengan kebebasan dan tanggung jawab seseorang karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, jika kita ingin mendapatkan suatu kebebasan maka hal yang paling utama adalah melaksanakan hak dan kewajiban kita sebagai mahasiswa.

Kaitan Kasus dengan Kebebasan dan Tanggung Jawab

Kebebasan memiliki artian segala kewajiban dan keterikatan, kata bebas disalahgunakan, kebebasan sejati berlaku dari keterikatan norma-norma, norma-norma tidak menghambat kebebasan justru memungkinkan tingkah laku bebas (Magniz-Suseno, 1989). Kaitan dengan kasus diatas adalah pada saat seseorang memaksa seseorang yang lainnya untuk mengikuti kegiatan yel-yel atau suporteran disitu terdapat sebuah kebebasan yang dilanggar, karena bisa saja dengan memaksa maka seseorang telah kehilangan kebebasannya. Karena pada dasarnya manusia yang semakin bebas maka ia akan semakin bertanggung jawab dan sebuah tanggung jawab tidak akan menghambat kebebasan seseorang melainkan memungkinkan sebuah kebebasan. Saya berpendapat bahwa ketika seseorang memaksakan kehendak seseorang lainnya maka setidaknya seseorang tersebut telah melanggar kebebasan eksistensial. Kebebasan eksistensial adalah kemampuan manusia untuk berfikir dan berkehendak dan terwujud dalam bentuk tindakan. Kemudian mengapa seseorang memaksa seseorang yang lainnya padahal secara sadar mereka paham bahwa setiap orang memiliki hak dan kewajibannya masing-masing? Hal tersebut berkaitan dengan kesadaran moral.

Kaitan Kasus dengan Kesadaran Moral

Kesadaran moral dalam kasus ini hanya membahas tentang tingkat kesadaran moral seseorang. Orang yang memaksakan kehendak orang lain dapat diposisikan pada tingkatan tahap konvensional yaitu perilaku yang menyenangkan membantu orang lain serta disetujui oleh mereka, dalam kasus ini memaksa orang untuk menerima ajakan dalam mendukung tim yang sedang bertanding. Tahap konvensional biasanya masih berpikir tentang bagaimana caranya menjadi good boy atau nice girl tanpa memikirkan prinsip hidupnya. Sedangkan orang yang mendapat paksaan dan menolaknya karena sadar akan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa, maka orang tersebut dalam tingkat kesadaran moral pascakonvensional yaitu "Tingkat berprinsip" hidup moral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab atas perkembangan prinsip pribadi.

Kaitan Kasus dengan Sistem Etika Filsafat Moral

Pada contoh kasus diatas sistem etika filsafat moral utilitarisme dan deontologi dapat merefleksikan kasus yang terjadi, karena menurut pengertiannya Utilitarisme adalah Perbuatan dinilai baik dan buruk sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan sebanyak mungkin orang (Bertens, 1993). Sedangkan Deontologi menurut Immanuel Kant adalah kehendak dan perbuatan menjadi baik jika dilakukan karena kewajiban. Saya berpendapat bahwa jika ada satu orang saja yang tidak mengikuti kegiatan mendukung tim yang sedang bertanding tidak akan menyebabkan pihak lainnya tidak bahagia, oleh karena itu tidak diperlukan sebuah paksaan (Utilitarisme Klasik). Sedangkan seseorang yang tidak mengikuti kegiatan yel-yel atau suporteran karena menilai itu bukanlah suatu kewajiban maka disebut deontologi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun