Kira-kira beginilah contohnya, kapan-kapan saksikanlah derby antara PSIM melawan Persis Solo di Mandala Krida. Jangan lupa mengenakan jersey Persis Solo, lalu berjalanlah menuju tribun selatan, tribun yang sering ditempati Brajamusti. Berdirilah di sana sambil dan nyanyikan chant "Alap-alap Sambernyawa". Tak sampai lima menit, Anda pasti langsung merasakan The Real secara terperinci.
Ruwet bukan, Ya memang seperti itulah realitas yang terjadi. Sejatinya tak ada relasi yang berjarak antara sepak bola dengan filsafat. Beberapa filsuf sendiri pernah bersinggungan langsung dengan olah raga si kulit bundar ini. Albert Camus saat menempuh pendidikan SMA di Algeria, sering bermain sepak bola dengan posisi sebagai penjaga gawang. Pada medio 1960-an, Sartre juga pernah menjadi pelatih di Stade Saint-German.
Pada akhirnya, sepak bola yang kita kenal bukanlah apa yang sebetulnya kita kenal. Ada begitu banyak tafsir tercipta dalam 2 x 45 menit, hal ini menunjukan bahwa sepak bola sangatlah kompleks.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H