Mohon tunggu...
Dimas Adi
Dimas Adi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Etika Dalam Era AI di Akuntansi Manajemen

3 Desember 2024   20:10 Diperbarui: 3 Desember 2024   20:22 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Transformasi Teknologi dan Tuntutan Etika

Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) terus mendorong perubahan besar dalam berbagai bidang, termasuk akuntansi manajemen. Dalam dunia yang semakin berbasis data, AI memberikan solusi canggih untuk menganalisis, mengolah, dan menyajikan informasi keuangan dengan kecepatan serta akurasi yang belum pernah ada sebelumnya. Dampaknya sangat terasa pada efisiensi pengelolaan keuangan perusahaan dan pengambilan keputusan bisnis. Meski begitu, manfaat yang ditawarkan AI tidak lepas dari tantangan etika yang mendesak untuk diatasi.

Penerapan AI pada akuntansi manajemen sering kali menghadirkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas. Saat algoritma AI memengaruhi keputusan penting, seperti alokasi anggaran atau analisis risiko, bagaimana memastikan bahwa keputusan tersebut adil dan dapat dipertanggungjawabkan? Sistem AI tidak memiliki kesadaran moral. Keputusan yang dihasilkan adalah refleksi dari data yang dimasukkan, tetapi bukan hasil dari proses pemikiran yang mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, ketika keputusan yang diambil berdampak negatif, siapakah yang harus dimintai tanggung jawab?

Tantangan ini membuka diskusi mendalam tentang perlunya standar etika yang diterapkan secara konsisten. Para pengambil keputusan, terutama di perusahaan, harus memastikan bahwa algoritma yang mereka gunakan telah dirancang dengan mempertimbangkan aspek moralitas. Hal ini dapat diwujudkan dengan melibatkan tim multidisiplin yang terdiri dari ahli akuntansi, pengembang teknologi, dan pakar etika. Dengan kolaborasi ini, teknologi dapat diarahkan untuk mendukung prinsip-prinsip seperti keadilan, transparansi, dan keberlanjutan.

Bagi masyarakat umum, era AI di akuntansi menuntut lebih dari sekadar pemahaman teknis. Semua pihak, termasuk konsumen dan pemangku kepentingan, harus menyadari pentingnya pengawasan terhadap penggunaan teknologi. Akuntansi adalah fondasi kepercayaan dalam bisnis, dan teknologi yang tidak diatur dengan baik dapat merusak kepercayaan itu. Setiap orang berhak untuk mengetahui bagaimana data mereka digunakan dan bagaimana keputusan dibuat oleh sistem AI yang semakin berperan dalam kehidupan mereka.

Membangun Kepercayaan Melalui Kebijakan dan Pendidikan

Dalam dunia di mana teknologi berkembang pesat, peran kebijakan menjadi semakin penting. Penggunaan AI dalam akuntansi memerlukan aturan yang jelas agar implementasinya tidak menyimpang dari nilai-nilai yang diharapkan. Pedoman internasional, seperti yang dirancang oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), memberikan arah yang baik. Sistem AI yang digunakan harus menghormati hukum, etika, serta prinsip keadilan dan akuntabilitas. Namun, pedoman ini hanya akan efektif jika diterapkan secara konsisten oleh setiap organisasi.

Tanggung jawab tidak hanya berada di tangan perusahaan atau pemerintah. Pendidikan memainkan peran besar dalam memastikan bahwa para profesional di bidang akuntansi memahami dampak etis dari teknologi yang mereka gunakan. Etika bukan hanya tentang mematuhi aturan, tetapi juga tentang mempertimbangkan konsekuensi moral dari setiap keputusan. Akuntan masa kini tidak cukup hanya menguasai angka; mereka juga harus memiliki wawasan teknologi dan kesadaran etis yang mendalam.

Kolaborasi antara teknologi dan manusia akan selalu menjadi kunci. AI dapat menyederhanakan proses rutin dan menghemat waktu, tetapi kreativitas dan empati manusia tidak dapat digantikan. Pengambilan keputusan strategis membutuhkan pertimbangan kompleks yang tidak dapat dipecahkan oleh algoritma saja. Oleh karena itu, AI harus dilihat sebagai alat bantu, bukan pengganti.

Bagi masyarakat luas, penting untuk memahami bahwa teknologi bukanlah entitas netral. Setiap inovasi mencerminkan nilai-nilai dan keputusan yang diambil oleh para pembuatnya. Ketika algoritma digunakan dalam pengelolaan keuangan atau keputusan bisnis, ada risiko bahwa bias dalam data atau desain teknologi dapat menciptakan ketidakadilan. Masyarakat harus aktif menuntut transparansi, memastikan bahwa penggunaan AI selalu diawasi demi kepentingan umum.

Di era di mana data menjadi komoditas utama, isu keamanan dan privasi juga tidak bisa diabaikan. Kebocoran data dapat menjadi bencana, terutama jika informasi sensitif digunakan secara tidak etis. Perusahaan yang menggunakan AI harus bertanggung jawab untuk melindungi data pengguna mereka. Kepercayaan publik tidak hanya bergantung pada kinerja teknologi, tetapi juga pada integritas perusahaan dalam menjalankan tugasnya.

Teknologi AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup dan efisiensi pekerjaan. Namun, potensi ini hanya dapat terwujud jika digunakan dengan penuh tanggung jawab. Masa depan AI di akuntansi, seperti di bidang lainnya, akan sangat bergantung pada seberapa baik kita mengintegrasikan teknologi dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dunia bisnis dan masyarakat harus berjalan seiring, memastikan bahwa inovasi teknologi tidak mengorbankan prinsip-prinsip moral yang mendasari kehidupan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun