Pada perundingan ketiga, pada 12 April hingga 16 April 2005, GAM mulai melunak dengan tak lagi menuntut kemerdekaan. Tetapi, perundingan putaran keempat, 26-31 Mei 2005, tidak menghasilkan banyak perubahan. GAM tetap bersikeras meminta bentuk pemerintahan sendiri yang tidak tergantung pada pusat.
Akhirnya, perundingan yang melelahkan usai di putaran kelima. Dua belah pihak menyetujui perjanjian damai yang dirumuskan. Indonesia dengan wacana pemberian otonomi khusus dan GAM meminta diizinkan membentuk partai politik lokal. Nota perjanjian damai sendiri baru ditandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia.
Tentu kita sangat berharap, kesepakatan damai ini tetap bisa terjaga. Jangan sampai kepentingan politik untuk berkuasa, membuat kedamaian ini sirna. Sungguh sangat mahal harganya.
Saya masih terngiang pernyataan SBY saat mengunjungi Aceh pada awal tahun lalu. Presiden RI ke-6 itu mengaku hatinya masih saja berdebar, jika membayangkan betapa susahnya dulu menghadirkan perdamaian dan persaudaraan di Aceh.
Karena itu, ia amat meminta agar kedamaian tersebut selalu dijaga. "Damai yang sudah kita raih ini jangan sampai terganggu atau terusik oleh gangguan-gangguan baru. Saya mengajak mari sama-sama kita merawat perdamaian ini. Kalau ada masalah, mari kita selesaikan dengan bijak dan musyawarah," pintanya.
Pernyataan SBY itu ada benarnya. Sengkarut akibat kontestasi politik ini harus segera dihentikan. Para tokoh dan pemimpin bangsa, mesti kembali bertatap muka. Tidak hanya untuk berbicara soal rekonsiliasi nasional, tapi untuk bersepakat sekali lagi tentang; who we are, where we go.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H