Jakarta reda, Aceh tegang. Kita cemas dan waswas. Akankah kerusuhan berdarah seperti yang terjadi beberapa hari lalu, terulang kembali di belahan lain Bumi Pertiwi? Ini yang harus segera dicegah.
Ketegangan politik di Negeri Serambi Mekah ini dipicu oleh pernyataan Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) dan Ketua DPA Partai Aceh (PA) Muzakir Manaf. Pria yang akrab disapa Mualem kembali bicara tentang referendum Aceh.
Ia beralasan bahwa bangsa ini sudah berada di ambang kehancuran. Keadilan dan demokrasi semakin tidak jelas. Karena itu, ia berharap rakyat Aceh bisa berdiri di atas kaki sendiri.
Kekecewaan Mualem terhadap pemerintah pusat sebenarnya tidak lepas dari sengkarut persoalan kontestasi elektoral Pilpres 2019. Sebagaimana diketahui, mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini merupakan teman dekat calon presiden oposisi, Prabowo Subianto.
Memang, persoalan tuntutan referendum, sudah sejak lama menggema di Aceh. Pada akhir 2017 lalu, isu ini juga pernah mencuat. Hanya saja, baru disuarakan oleh segelintir orang, yakni beberapa anggota DPRA dari Partai Aceh.
Namun, ketika isu itu muncul lagi saat ini, pemerintah jelas harus mengantisipasi. Jangan sampai tuntutan ini terus bergulir, sehingga kembali memunculkan pergolakan rakyat, yang berujung robeknya integrasi bangsa.
Pemerintah harus belajar dari pengalaman. Sejak dulu, Aceh ibarat air yang mendidih. Jika tidak berhati-hati, bisa melepuh tangan sendiri. Karena itu, dia tidak bisa diselesaikan dengan kemarahan, tetapi kesabaran.
Belajarlah dari kebijakan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK). Kedua tokoh bangsa itu mampu menghadirkan kedamaian, setelah 30 tahun lamanya Aceh ditelan konflik membara.
Dulu, sebelum kesepakatan damai tercapai, terjadi lima kali pertemuan antaran pemerintah dengan pihak GAM. Pertemuan itu tidak terlepas dari bantuan mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari.
Perundingan pertama terjadi di Helsinki, Finlandia, pada 28 Januari 2005. Namun, perundingan yang berlangsung selama dua hari tersebut tak membuahkan hasil yang baik. Kecuali, permintaan GAM akan gencatan senjata di Aceh.
Perundingan kedua berlangsung 21 Februari hingga 23 Februari 2005. Diskusi yang awalnya hendak membicarakan tawaran daerah otonomi khusus tersebut, berakhir dengan permintaan GAM agar tiga pentolannya yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Bandung, dibebaskan. Selanjutnya, dihadirkan dalam perundingan berikutnya yang akan digelar pada bulan April 2005.