Ngopi adalah hal yang sedang digemari banyak orang, karena hal tersebut banyak orang yang mulai membuka bisnis kopi. Â Salah satunya adalah pemuda asal gombong Wisnu Alfiansyah.Â
Mantan karyawan pabrik itu kini sedang menggeluti bisnis kopi. Pemuda kelahiran gombong itu kini menjadi penyaji kopi atau yang biasa disebut barista. Setiap malam dari pukul 18.00-24.00 WIB, Wisnu mulai melaksanakan tugasnya sebagai barista.Â
Budaya Ngopi Bareng, kedai yang terletak di lingkar selatan patemon, gombong merupakan nama kedai yang didirikan oleh Wisnu. Setiap harinya  kedai ramai pengunjung entah itu anak muda atau tua, pria atau wanita setiap malamnya pasti ada saja yang mampir.
Wisnu Alfiansyah (barista  sekaligus pemilik Budaya Ngopi Bareng)/sumber: dokpri
April 2018 lalu Wisnu mulai merintis bisnis kopinya dengan modal yang tergolong kecil ia mulai menapakkan kakinya dan telah membulatkan tekadnya untuk mengenalkan kopi ke masyarakat sekitaran gombong khususnya. "Saya ingin mengubah kebiasaan masyarakat yang gemar mengkonsumsi kopi instan untuk  beralih ke biji kopi lokal" kata Wisnu.Â
Ia menjual kopi miliknya dengan harga yang relatif murah untuk secangkir kopi , Wisnu hanya membandrol kopi buatanya dengan harga Rp.6000,00- Rp.16.000.00/cangkirnya ,tergantung menu kopi yang dipesan.Â
Karena tujuanya mendirikan kedai bukan hanya sekedar mencari rupiah, tapi juga sebagai ajang edukasi dan silaturahmi. "Budaya Ngopi adalah titik kumpul bagi siapapun yang ingin belajar dan ingin mencari saudara" tambahnya. Dari perkataanya Wisnu sangat berharap sekali kepada masyarakat untuk mulai kembali mengkonsumsi kopi biji dari petani lokal.
Wisnu menggunakan biji kopi sangrai lokal langsung dari petani. Dia memakai jenis kopi robusta, arabica, dan liberika yang berasal dari daerah-daerah penghasil kopi di Indonesia seperti Aceh, Temanggung, Kerinci, Ijen, dan beberapa petani kopi sekitaran gombong. Dari setiap daerah pasti memiliki kopi dengan rasa yang khas, dari setiap daerah satu dengan yang lain rasa kopinya tidak sama. "Kopi itu unik, kopi punya ciri khas yang beda dari setiap daerahnya", kata Wisnu.Â
Wisnu membeli biji kopi tidak dengan harga yang murah, ia membeli dengan harga yang pantas didapatkan oleh petani dari hasil kerja kerasnya. "Proses membuat kopi itu panjang, sebelum jadi secangkir kopi, ada proses panjang yang di lalui biji kopi dan kebanyakan proses tersebut masih dilakukan secara manual oleh petani",jelasnya.Â
Memang benar, kopi harus melewati proses yang panjang sebelum dihidangkan di cangkir, dari awal penanaman, berbuah, panen dan pasca panen. Hal itu yang ingin wisnu edukasikan kepada masyarakat untuk menghargai kopi karena kopi tersaji dari keringat petani.
Kedai budaya ngopi 1(sebelum pindah ke garasi dan Gedung ansor)/Dokpri
Lika liku dalam mendiririkan kedai sudah banyak dirasakan oleh wisnu. Dengan harga yang relatif murah dan untung yang tak terlalu besar dia masih harus memikirkan tuntutan kualitas rasa yang harus dimunculkan. Tapi tak ada kata menyerah dalam benaknya.Â
"Budaya Ngopi adalah rumah dan pengunjung adalah penghuninya, yang berarti mereka adalah saudara saya",jelasnya. Budaya Ngopi Bareng sudah berpindah tempat selama 1,5 tahun ini, tempat yang pertama di sebuah kios kecil di depan SMP Negeri 3 Gombong, karena dirasa kurang luas dan kurang nyaman, akhirnya Wisnu memutuskan untuk memindah Budaya Ngopi miliknya ke  sebuah garasi milik keluarganya.Â
Tak lama bertahan digarasi  akhirnya Wisnu memindahkan kembali kedai miliknya ke gedung milik pemuda ansor gombong, yang menurutnya lebih luas dan nyaman untuk sekadar ngopi dan berbincang.
Pada awal mendirikian kedai banyak orang yang mengkritik tujuannya, namun tak pernah dihiraukan olehnya. "Tujuan saya baik kok, saya mau mengenalkan kopi lokal hasil petani Indonesia ke masyarakat yang hingga saat ini masih terhipnotis oleh kopi sachet",jelasnya.Â
Namun itu tidak mudah, karena ia juga harus menghidupi keluarganya. Namun kritikan itulah yang membuatnya memiliki semangat untuk membuktikan yang lebih tinggi. Walaupun belum sesuai tujuannya Wisnu tidak menyerah, karena dibalik itu masih banyak teman yang mendukungnya untuk terus mengembangkan bisnisnya tersebut.
Perjalanan panjang akhirnya membuahkan hasil. Mulai banyak anak-anak muda yang mulai cinta dengan kopi petani. Dari segi rupiah, omset perbulan dari hasil kedainya mulai meningkat hingga 4-5 juta/bulan dari yang tadinya tak pasti.Â
Bukan hanya itu kini Budaya Ngopi telah meluncurkan brand kaos dan tote bag. "Pelan-pelan tapi pasti Budaya Ngopi akan menjadi besar, bukan hanya karena tangan saya tapi juga tangan saudara-saudara saya yang mau mendukung saya dan memiliki satu tujuan yang sama",jelasnya.Â
Sepertinya Budaya Ngopi ini mengadopsi prinsip dari bibit, ia akan selalu berkembang hingga berbunga, berbuah dan bisa menjadi tumpuan harapan masyarakat banyak perihal edukasi kopi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H