Beberapa waktu lalu, viral sebuah postingan dari akun media sosial resmi Burger King Indonesia, yang berisi tentang memberi dorongan untuk membeli produk dari para kompetitor atau saingannya seperti McDonald's, KFC, CFC, dan banyak lainnya. Berikut isi pesan tersebut yang berjudul,Â
PESANLAH DARI MCDONALD'SÂ
 "Tidak pernah terpikirkan oleh kami untuk meminta Anda melakukan ini. Sama halnya tidak pernah terpikir bahwa kami akan menganjurkan Anda untuk memesan dari Flip Burger, Carl's Jr, Wendy's, Klenger Burger, KFC, CFC, Domino's Pizza, Pizza Hut, Bakso Boedjang, Sate Khas Senayan, HokBen, J.Co, Ta Wan, Sederhana, Warteg.... atau gerai makanan independen lainnya, terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu, dari restoran cepat saji atupun tidak.
Tidak pernah terpikirkan oleh kami untuk meminta Anda melakukan ini, tapi semua restoran yang memiliki ribuan karyawan membutuhkan pertolongan Anda saat ini.Â
Jika Anda ingin membantu, tetap manjakan diri Anda dengan makanan lezat melalui pesan antar, takeaway, drive-thru. Menikmati Whapper pilihan yang terbaik, namun memesan Big Mac juga tidak ada salahnya."Â
Pesan tersebut menyentuh, benar-benar sangat menyentuh sekali. Menyarankan untuk membeli produk dari kompetitor di tengah kesulitan adalah tindakan yang jarang terjadi, sangat jarang. Saat ini memang dunia tidak sedang dalam keadaan baik, Indonesia dan semua negera tak ubahnya melawan ketidakpastian, kita semuanya tidak sedang baik-baik saja.Â
Di tengah kondisi seperti ini, belakangan juga terjadi huru-hura di negeri nun jauh disana, Prancis. Kejadian yang mulai merembet ke negeri sekitarnya. Membuat seluruh dunia ramai. Apa yang sebenarnya terjadi, wahai manusia?Â
Sebagai seorang Muslim, memang sangat beralasan jika marah ketika Nabi yang begitu kita cintai, yang sangat kita harapkan syafaatnya kelak di hari akhir, diperlakukan dengan cara yang sangat tidak sukai, yang sangat kita benci. Wajar sekali jika mengutuk hal itu.Â
Berbagai negara yang diwakili oleh Kepala Negara, baik itu Presiden atau Perdana Menteri telah menyampaikan keberatan atas pernyataan yang dibuat oleh Presiden Prancis tersebut, termasuk Presiden Indonesia, Bapak Joko Widodo.Â
Seruan boikot terhadap produk Prancis menggema dari beberapa negara, juga termasuk Indonesia. Majelis Ulama Indonesia juga sudah mengeluarkan seruan untuk melakukan boikot.Â
Banyak yang mengikuti untuk melakukan boikot, tidak sedikit pula yang memilih untuk tidak melakukan boikot. Semua memiliki sudut pandang dan cara berpikir sendiri sesuai yang mereka yakini benar.Â
Apakah memboikot itu tindakan salah? Tunggu dulu. Majelis Ulama Indonesia bukanlah lembaga kemarin sore yang akan seenaknya mengeluarkan pernyataan.Â
Di dalamnya banyak sekali orang-orang berilmu, paham agama, mempelajarinya dari Alquran dan Hadist. Mereka bukan orang-orang yang miskin ilmu.Â
Tentu mereka akan melakukan kajian, diskusi, dan riset yang panjang sebelum memberi pernyataan yang akan memberikan efek besar pada umat Muslim di Indonesia, negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia.Â
Tanggung jawab mereka besar, urusan dunia dan akhirat. Kawan, bagaimana kita yang miskin ilmu ini, yang bahkan tidak banyak belajar tentang agama, yang jarang memegang Alquran, dan terkadang alpa dalam sholat, bisa meragukan bahkan mencaci seruan itu? Apa kita merasa lebih hebat?Â
Apakah memilih untuk tidak memboikot itu salah? Tunggu dulu. Apa kalian pikir orang yang memilih untuk tidak memboikot itu lemah iman, tidak paham agama, dan sebagainya? Bisa jadi, mereka melakukan itu karena berpikir jika melakukan boikot, nasib para karyawan yang jumlahnya ribuan itu bagaimana? Bagaimana nasib keluarga mereka? Kembali lagi, dunia sedang tidak baik-baik saja saat ini.Â
Meragukan rezeki Allah? Kawan, bahkan dalam menjemput rezeki pun Allah menyeru kita untuk berikhtiar. Bagaimana jadinya jika kita tidak memperhatikan ikhtiar saudara-saudara kita yang memang jalannya adalah melalui produk yang diboikot itu?Â
Apakah memilih boikot benar? Iya. Apakah memilih untuk tidak boikot benar? Iya. Kenapa plin-plan dan tidak jelas? Kawan, setiap individu memiliki kebenaran dan keyakinan menurut mereka masing-masing. Pada akhirnya kita sebagai manusia yang lemah ini terbatas sekali kemampuannya. Bisa jadi yang kita yakini benar, ternyata salah. Begitu pula sebaliknya.Â
Sebuah riwayat tentang Nabi dan Paman beliau bernama Abu Thalib. Riwayat tersebut menggambarkan bahwa bahkan sosok manusia paling mulia tersebut tidak mampu membawa hidayah bagi Paman yang sangat dicintainya. Hingga saat meninggal, Sang Paman masih dalam keadaan tidak menerima Islam.Â
Nabi yang bersedih dihibur oleh Allah. Bahwa tugas manusia hanyalah menyampaikan dan berikhtiar, urusan hidayah mutlak milik Allah. Karena hanya Allah Maha membolak-balikkan hati manusia. Kita manusia hanya makhluk yang lemah.Â
Jadi apa yang ingin saya sampaikan? Hargailah pilihan yang diambil seseorang dengan cara tidak memaki, mencaci, mencibir, dan sebagainya. Jika merasa apa yang kita pikirkan baik dan benar, sampaikan pula dengan cara yang baik. Nabi kita yang mulia telah mengajarkannya berulang kali. Bahwa adab lebih tinggi daripada ilmu.Â
Sekali lagi, saya ingin mengulanginya sekali lagi. Dunia sedang tidak baik-baik saja saat ini. Waktunya kita saling membantu, saling mendukung, dan melakukan segala hal yang baik. Jika tidak mampu berbuat sesuatu, maka diamlah.Â
Jika tidak mampu diam, pastikan yang keluar dari lisan kita adalah kalimat yang baik. Dan jika memang kita tidak mampu untuk semuanya, setidaknya kita bersedia melangitkan doa-doa terbaik. Cukup. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H