Mohon tunggu...
Warung Wacana
Warung Wacana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Media Komunitas (Organisasi)

Warung Wacana merupakan nama yang lahir dari perkumpulan para aktivis muda yang sering berwacana di setiap warung-warung yang ditongkringi. Warung Wacana merupakan media yang merilis berbagai macam bentuk tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Polarisasi Dakwah Kontemporer melalui Media Literasi

25 Januari 2022   05:50 Diperbarui: 25 Januari 2022   05:54 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Islam Rahmatan lil ‘Alamin, Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Kalimat yang sudah tidak asing lagi di telinga umat muslim. Kalimat yang sering digaungkan oleh para pendakwah, kalimat yang sering dilontarkan saat berceramah, entah dari mimbar ke mimbar, maupun dari rumah ke rumah. Ini membuktikan bahwa betapa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi sikap toleransi terhadap sesama. Bukan hanya terhadap sesama umat Islam saja, melainkan terhadap semua umat manusia, tidak peduli apapun kepercayaan yang sedang dianutnya.

Islam juga mengajarkan kepada kita bahwa umat Islam harus memiliki sikap kepedulian dan sikap perhatian terhadap sesama. Karena ini merupakan fitrah yang telah Allah SWT. tetapkan kepada para hamba-Nya.

Selain harus memiliki sikap kepedulian, sikap perhatian dan sikap-sikap yang lain, sikap-sikap tersebut haruslah memiliki wujud yang nyata. Sikap-sikap tersebut harus ter-implementasi dalam bentuk kerja-kerja nyata selama manusia menjalani proses kehidupannya. Manifestasi dari sikap kepedulian dan perhatian tersebut di dalam ajaran agama Islam dikenal dengan istilah “Dakwah”. Menurut M. S. Nasaruddin Latif, beliau mendefinisikan dakwah sebagai usaha atau aktivitas yang dilakukan oleh manusia, dan oleh umat muslim pada khususnya, entah melalui lisan maupun tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, dan memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mematuhi Alah SWT. sesuai dengan garis akidah dan syariah serta akhlak Islamiyah.

Definisi di atas merupakan pola dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. saat masih berada di Mekah. Beliau melakukan dakwah dengan 2 strategi yang berbeda. Pertama dengan cara sembunyi-sembunyi, sesuai dengan Firman Allah SWT. pada surah al-Muddatstsir ayat 1 s/d 7. Dan yang kedua dengan cara terang-terangan, yang dimana strategi ini telah tertuang di dalam surah al-Hijr ayat 94.

Jika kita merefleksi kembali strategi dakwah di atas dengan memperhatikan kondisi zaman saat ini, pertanyaan yang akan muncul nantinya ialah : “Masih relevan kah metode dakwah yang seperti itu? Apakah orientasi dari dakwah hanya untuk memanggil manusia lainnya untuk beriman kepada Allah SWT? Melihat kondisi zaman saat ini, pola dakwah seperti apakah yang sekiranya relevan kemudian dapat diterima serta mudah dipahami oleh para mad’u?”. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan dibahas pada tulisan kali ini. Sehingga di akhir tulisan ini nanti kia bisa mengetahui bagaimana seharusnya para pendakwah atau para aktivis dakwah mem-polarisasi metode dakwah yang ingin mereka lakukan yang tentunya sesuai dengan kondisi zaman serta kebutuhan umat manusia.

Berbicara tentang dakwah, ini merupakan pembahasan yang sangat menarik jika kita mengkajinya lebih dalam lagi. Dakwah masa kini biasa dikenal dengan istilah “Dakwah Kontemporer”. Problematika dakwah kontemporer ternyata sangat banyak dan sangat berdampak buruk bagi kelangsungan hidup umat Islam. Dalam tulisan Dahrun Sajadi yang berjudul “Problematika Dakwah Kontemporer Tinjauan Faktor Internal dan Eksternal”, beliau menyebutkan bahwa beberapa problematika dakwah kontemporer diantaranya ialah Masalah De-Islamisasi, kemudian Sekularisme, Liberalisme, dan paham-paham berbahaya lainnya.

Masalah yang sangat kompleks dari dakwah kontemporer ialah Masalah De-Islamisasi. Di dalam tulisannya tersebut, beliau mengatakan bahwa De-Islamisasi ini merupakan suatu bentuk upaya dengan pembentukan sebuah opini masyarakat melalui berbagai jalur, salah satunya yaitu melalui media massa. Proses distorsi informasi tentang Islam dan para pemeluknya melalui media massa ini merupakan sebuah proses yang sangat intens dilakukan, apalagi jika media massa pembentukan opini nasional ini dikuasai oleh kalangan orang-orang yang membenci Islam.

Yang menjadi problematika dari maraknya permasalahan di atas yang terjadi di Indonesia saat ini ialah disebabkan oleh dua faktor, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang pertama yaitu menyangkut SDM nya. Kelemahan para da’i saat ini ialah krisis pemahaman tentang konsep-konsep agama sebagai substansi dakwah, kemudian metode yang digunakan terbilang masih stagnan serta kualitas dari da’i itu sendiri. 

Beberapa oknum da’i sekarang ini kebanyakan hanya menjadikan kegiatan dakwah sebagai formalitas saja, hanya dijadikan sebagai momentum untuk unjuk taring dengan melontarkan ribuan dalil tanpa memperhatikan bagaimana situasi dan kondisi dari para mad’u

Lebih parahnya lagi, ada beberapa oknum da’i yang menjadikan dakwah ini sebagai ajang mencari harta. Mencari harta dalam artian mereka hanya memenuhi undangan kemudian menyampaikan pesan-pesan dakwah yang sudah jutaan kali didengar oleh masyarakat. Pesan dan pembahasan yang disampaikan masih sama dari masa ke masa. Sehingga yang mendengarkan dakwah tadi pun juga menganggap forum dakwah tersebut hanya sebatas formalitas belaka untuk memenuhi ruangan saja, hanya sebatas agar masyarakat kelihatan aktif di lingkungannya.

Kemudian untuk faktor eksternal, problematika yang dialami adalah terdapatnya suatu keadaan yang menjadi rintangan dan hambatan dari luar yang yang tentu akan menjadi ancaman tersendiri dari kegiatan dakwah Islamiyah yang dilakukan.  Faktor-faktor luar yang dimaksud ialah struktur politik nasional maupun internasional yang mengalami interdependensi sistem, kemudian gerakan pemurtadan yang dilakukan oleh para misionaris, serta berkembang pesatnya sains dan tekhnologi. Kartika Sari dalam bukunya yang berjudul “Problematika Dakwah di Indonesia dan Upaya Menjawab Tantangan”, beliau mengatakan bahwa faktor-faktor inilah yang telah menggusur hampir seluruh potensi rohaniah manusia, menyisihkan dan merusak etika, moral, serta akhlak umat muslim Indonesia.

Melihat persoalan di atas, tentunya ini harus menjadi fokus kita bersama sebagai umat muslim, dan menjadi fokus tersendiri bagi para pegiat, aktivis ataupun penggerak dakwah. Segala persoalan, permasalahan, maupun problematika dakwah yang terjadi di zaman ini harus terus dikaji oleh para pegiat, aktivis dan penggerak dakwah itu tadi. Karena dakwah Islamiyah di Indonesia saat ini sedang mengalami stagnasi, bahkan hampir tertinggal oleh perkembangan zaman. 

Setelah masalah ini dikaji barulah lahir sebuah solusi. Solusi pun bukan hanya sekedar solusi. Maksudnya, bukan hanya sebatas argumentasi, tapi harus diwujudkan dalam sebuah aksi. Polarisasi dakwah pada masa ini harus disusun, harus dirancang dengan matang. Jika ingin dakwah Islamiyah kembali menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat Indonesia, maka harus ada resolusi dari dakwah tersebut.

 Dan salah satu resolusi dakwah yang cukup memberikan pengaruh besar dalam mengembalikan nilai-nilai ke-Islaman yang telah lama terdegradasi dari dalam diri masyarakat ialah “Dakwah bil Kitabah”. “Dakwah bil Kitabah” merupakan dakwah yang dilakukan melalui sebuah tulisan. Entah bagaimanapun bentuk tulisan yang dibuat, ini tergantung bagaimana para pendakwah mem-polarisasi dakwah mereka.

Di zaman yang serba canggih ini, banyak sekali tulisan-tulisan yang di dalamnya terdapat pesan-pesan dakwah yang begitu dalam. Tulisan-tulisan ini sangat beragam bentuknya, mulai dari kata-kata bijak, kata-kata motivasi, novel, dan lain sebagainya. Banyak orang yang setiap hari selalu memberikan pesan-pesan kebaikan melalui media sosial yang digunakan. Melihat realita tersebut, kita bisa saja berpikiran bahwa ternyata orang biasa yang tidak ada niat untuk menjadi sosok penceramah (da’i) ternyata bisa lebih baik dari seorang da’i dalam menyampaikan dakwahnya. Dan pengaruhnya pun lebih besar, karena mayoritas masyarakat zaman sekarang rata-rata hampir semua sudah mengakses yang namanya media sosial melalui android yang dimiliki.

Memang di satu sisi, penggunaan media sosial ini terdapat hal negatif yang bisa merusak moralitas penggunanya. Namun, untuk menutupi hal negatif tersebut, maka harus ada upaya positif untuk memanfaatkan media sosial yang digunakan. Inilah tugas dari para pegiat, aktivis dan penggerak dakwah yang berada pada suatu lembaga, 

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) semisal. Mereka harus benar-benar memberikan pemahaman kepada para da’i tentang substansi dari dakwah yang akan para da’i kerjakan. Pengetahuan tentang dakwah serta cara menyampaikan dakwah harus benar-benar diberikan, teori-teori perubahan sosial pun sangat penting pula untuk dipelajari oleh para da’i agar dakwah-dakwah yang dilakukan nanti bisa sesuai dengan situasi dan kondisi zaman. Tidak hanya itu, ilmu-ilmu lain seperti psikologi, sosiologi, komunikasi, media, tekhnologi dan lain sebagainya juga harus dipelajari. Karena dakwah tidak hanya berbicara tentang orang yang menyampaikan, tetapi juga berbicara tentang orang yang mendengarkan penyampaian atau membaca suatu penyampaian.

Selain pemahaman tentang dakwah dan ilmu-ilmu pendukung lainnya, kualitas para da’i juga harus dilatih, seperti public speaking, retorika, dialektika, skil tulis-menulis dan lain-lain. Dua kelebihan tadi, yaitu pengetahuan dan kemampuan, jika mampu diintegrasikan oleh para pendakwah, maka akan menghasilkan pesan-pesan dakwah yang sangat luar biasa dan sangat berefek terhadap masyarakat yang menerima pesan-pesan dakwah tersebut.

Para pendakwah juga harus mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman, mereka harus mampu memanfaatkan media sosial yang dimiliki untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah dalam bentuk literasi. Entah itu dalam bentuk kata-kata bijak seperti yang sering kita temukan di instagram, atau mungkin menuangkan pesan-pesan dakwah dalam bentuk novel, cerita pendek (CERPEN), dan lain sebagainya. 

Apapun bentuknya, pesan-pesan dakwah yang disampaikan harus benar-benar memberikan efek positif bagi para pembaca. Efek positif dalam artian bukan membuat pembaca yang non-muslim harus masuk Islam. Bukan itu, karena beragama adalah hak dan kebebasan setiap individu. Minimal mereka bisa berbuat baik setelah membaca pesan-pesan kebaikan dari dakwah literasi yang dilakukan itu sudah cukup menyentuh sisi substantif dari dakwah. Karena dakwah sejati ialah dakwah yang mampu memberikan efek kebahagiaan dunia dan akhirat bagi para mad’u nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun