Mohon tunggu...
Dimas Wira Adiatama
Dimas Wira Adiatama Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masyarakat Pasca Vaksinasi

1 Februari 2021   12:56 Diperbarui: 1 Februari 2021   13:03 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara resmi World Health Organization (WHO) belum mencabut status pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Ini artinya seluruh negara masih harus terus berupaya untuk menanggulangi krisis yang ditimbulkan oleh pandemi ini, baik krisis kesehatan sebagai dimensi utama, maupun potensi krisis ekonomi dan sosial sebagai efek bawaan. 

Segala macam kebijakan telah dikeluarkan oleh sejumlah negara, mulai dari lockdown, pembatasan pergerakan masyarakat, peningkatan kapasitas testing, perawatan intensif terhadap pasien, termasuk penelitian, pengadaan, dan pelaksanaan vaksinasi. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa penemuan atas vaksin yang kemudian dilanjutkan dengan vaksinasi massal merupakan sebuah upaya yang digadang-gadang dapat mengakhiri pandemi ini, yang secara otomatis juga mengakhiri efek bawaannya. 

Dengan segala korban jiwa yang telah berjatuhan, mulai dari masyarakat sipil, tenaga kesehatan, sampai pejabat publik yang telah dinyatakan meninggal oleh karena terpapar Covid-19. Pelaksanaan vaksinasi menjadi anugerah tersendiri yang benar-benar diharapkan oleh seluruh masyarakat di dunia.

Di Indonesia sendiri, pelaksanaan vaksinasi telah dilakukan mulai dari tanggal 13 Januari 2021, di mana Presiden Joko Widodo merupakan orang pertama yang menerima vaksin. Dikutip dari www.covid19.go.id, setidaknya terdapat enam jenis vaksin Covid-19 yang ditetapkan oleh Kemenkes. Keenam vaksin tersebut diproduksi oleh, PT Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer Inc. and BioNTech, dan Sinovac Biotech Ltd. Ditargetkan proses vaksinasi di Indonesia berlangsung selama 15 bulan ke depan untuk 181,5 juta penduduk.

Keniscayaan Normal Baru
Ada semacam anggapan yang tercipta ketika wacana vaksin dan vaksinasi massal mengemuka di tengah masyarakat. Anggapan tersebut adalah kembalinya masyarakat ke kehidupan normal seperti sebelum pandemi Covid-19 terjadi. Rasanya anggapan tersebut tidak dapat dibenarkan. 

Jika pasca vaksinasi masyarakat kembali pada pola hidup normal seperti sebelum pandemi, hal tersebut merupakan langkah yang regresif, artinya selama hampir lebih dari setahun pandemi ini berlangsung, kita---sebagai manusia dan anggota masyarakat---tidak belajar apapun. Langkah regresif semacam ini justru dapat memantik kepanikan dan ketidaksiapan apabila dunia kembali diuji oleh pandemi, sama seperti di awal pandemi Covid-19 terjadi.

Jika kembali ke keadaan normal pra-pandemi merupakan langkah yang regresif, maka menerima keniscayaan "Normal Baru" merupakan langkah yang progresif. Hal ini diafirmasi oleh Sosiolog asal Slovenia, yaitu Slavoj Zizek yang mengatakan bahwa "Tak ada jalan kembali ke keadaan normal, normal dalam bentuk baru harus dibangun di atas reruntuhan kehidupan lama kita ..." dalam karyanya yang berjudul "Pandemic! Covid-19 Shakes The World". 

Tentu ada pelajaran yang perlu kita petik dari pandemi ini, seperti lemahnya ketahanan sistem kesehatan negara, abainya masyarakat pada pola hidup bersih dan sehat (PHBS), pentingnya menjaga alam sebagai habitat utama virus, dan pentingnya koordinasi antar stakeholders dalam menangani suatu krisis.

Secara naratif, Presiden Joko Widodo telah menyampaikan pentingnya masyarakat untuk tidak bereuforia ketika telah divaksin, di mana protokol kesehatan Covid-19---meliputi memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan---harus tetap dijalankan secara disiplin. Namun ini hanya satu poin, maksudnya adalah daya tahan kesehatan masyarakat hanyalah satu poin dari sejumlah hal yang diajarkan pandemi kepada masyarakat. Hal lain yang tak kalah penting adalah lahirnya kembali kepedulian dan solidaritas sosial di tengah masyarakat, di mana masing-masing anggota masyarakat saling menjaga dan membantu untuk menghadapi pandemi secara kolektif.

Inilah yang ditunjukan oleh beberapa provinsi seperti Jawa Tengah dengan gerakan "Jogo Tonggo" maupun Jawa Timur dengan gerakan "Kampung Tangguh". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun