Secara pribadi, saya sangat respek terhadapnya. Di mata saya, ia adalah seorang pelatih yang punya sikap. Inilah yang membuatnya besar. Sebab seperti yang pernah diakuinya kepada saya, secara teori sesungguhnya banyak pelatih sepakbola di Indonesia ini yang jauh lebih baik dibandingkan dirinya. Tetapi yang berani bersikap? Sangat langka. Bagi saya, dia adalah salah satu dari yang langka itu.
Secara pribadi anda hobi bermain sepakbola?
Bermain enggak sih, tapi menikmati iya. Kalau ada waktu, saya selalu menyisihkannya untuk melihat pertandingan-pertandingan sepakbola di Liga Spanyol. Tapi untuk Piala Dunia kali ini saya meramalkan Jerman akan menjadi juara
Wah, sama dong dengan prediksinya Coach Indra…
Yang bener lu? Wah itu berarti ruh dia udah menyelusup ke dalam diri gua (tertawa)
Ngomong-ngomong, anda intens mengikuti perkembangan sepakbola nasional?
Intens tidak intens, suka tidak suka sepakbola, saya rasa rata-rata semua orang Indonesia tahu bagaimana situasi persepakbolaan nasional yang selalu diramaikan dengan kekisruhan itu. Masyarakat sudah mafhum bagaimana sepakbola di negeri ini ditangani secara tidak baik. Orang tahu bagaimana hubungan antara klub-klub sepakbola dengan PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia—red), hubungan PSSI dengan pemerintah. Itu semua sudah jadi rahasia umum-lah. Ya memang sepakbola kita kondisinya masih tidak baik.
Ukurannya apa?
Ya barometernya jelas prestasi dong. Semua orang tahu bahwa kita belum menorehkan pretsasi apa-apa di kancah Asia sekalipun. Kenapa? Ya karena kita memiliki manajemen yang buruk. Kita tidak mampu menyatukan orang-orang yang kompeten di bidang sepakbola sehingga situasinya cenderung mundur. Antara pengurus asosiasi sepakbola dengan pemain dan pelatih di lapangan tidak nyambung. Itu pula yang dialami oleh Indra Sjafri saat pertama kali merintis pembentukan Timnas U19 ini.
Tepatnya apa yang dialami Indra Sjari?
Yang saya tahu ia tidak mendapat dukungan moral dan logistik saat memulai pencarian talenta-talenta untuk sebuah timnas yang bagus itu.