Mohon tunggu...
Dilla Oktaviana
Dilla Oktaviana Mohon Tunggu... Lainnya - Good little things

Holaa fren! Terimakasi sudah menyempatkan waktu untuk membaca hari ini. Semoga kalian suka dan bisa dapet hal-hal yang bermanfaat dari tulisan kecil ku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mungkin ini penyebab mengapa kamu selalu merasa terpaksa saat mengerjakan tugas dari dosen.

8 Mei 2020   17:22 Diperbarui: 23 September 2021   15:26 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seringkali kita merasa "terpaksa" dalam menjalankan segala sesuatu nya, kenapa aku bilang "merasa" terpaksa bukan terpaksa? Karena ada hal lain yang melatar belakangi kata terpaksa mu itu, salah satunya adalah malas. Boleh setuju boleh tidak, ketika sudah malas, semua akan kita lakukan dengan setengah hati dan alhasil kita tidak bisa menikmati pekerjaan yang sedang kita lakukan. 

Dari situlah muncul perasaan "terpaksa" dalam diri kita. Aku baru menyadari hal tersebut akhir-akhir ini, utamanya saat kuliah dengan sekian banyak tugas yang diberikan yang dibarengi dengan rasa malas yang tak tertahankan. Aku ambil contoh dari dua mata kuliah yang aku pelajari di semester 1 dan 2, tetapi masih dengan dosen yang sama.

Jadi dulu di semester 1 aku mendapat mata kuliah Pancasila yang di ampu oleh Pak Edi sapaan saat di kelas, kalau diluar kelas kalian bisa manggil cak atau mas terserah kalian, tetapi aku sendiri belum pernah mempraktekkannya karena tetap saja rasanya kurang sopan hehe. Menurutku, Pak Edi ini bisa dibilang sebagai dosen tersantuy sejauh ini, cara mengajarnya yang berbeda membuat kita tidak stress dikelas, belajar tapi santai dan tetap ada ilmu yang di dapat. 

First impression ke Pak Edi, beliau ini suka nge-prank, pertama masuk kelas beliau menyamar menjadi staf dari Pak Edi, namanya maba ya percaya-percaya saja awalnya. Tapi dikelas ku pranknya tidak bertahan lama, belum selesai 1 jam pelajaran, sudah terbongkar rahasianya. Pembawaannya yang santai membuat kita para mahasiswa nyaman saat berdiskusi di dalam kelas, tidak takut untuk mengeluarkan pendapat kita, bahkan memang sengaja di pancing agar kita berani berbicara, tidak hanya diam menjadi pendengar setia saat diskusi.

Seperti yang aku tulis di atas, di kelas ini kita secara tidak langsung di tuntut untuk berani bersuara. Pada UAS semester 1, kita tidak diberikan soal lalu menulis jawaban, penilaian dilakukan menggunakan tugas, apa tugasnya??? Membuat video se-kreatif mungkin dengan tema "pesan untuk presiden" lalu kita upload di akun youtube dan akun sosial media kita, lalu tag presiden, wakil presiden, dan DPR RI, kemudian menggunakan beberapa hashtag dengan tujuan agar pesan kita tersampaikan. 

Wah, pertama dengar tugasnya jujur agak shock, tapi ini lebay, oke lupakan. Karena aku orangnya sedikit pemalu walaupun kadang malu-maluin, untuk membuat video seperti ini bukan hal yang mudah bagiku, mungkin jika sekedar merekam video itu bukan masalah, tapi untuk mengupload di sosial media itu yang membutuhkan mental baja untuk aku sang pemalu yang malu-maluin, karena takut salah ngomong, apalagi video ini di upload di youtube, twitter, instagram, yang tentunya akan ada banyak orang yang menonton dengan berbagai pemikiran yang dimilikinya. 

Tapi apa boleh buat, namanya tugas mau tidak mau harus diselesaikan. Akhirnya dengan segala usaha dan upaya untuk menumbuhkan keberanian, selesai lah tugas UAS Pancasila ku. Setelah UAS kita mengadakan acara ala-ala perpisahan, ada yang menyanyi, membacakan puisi, memberi kesan dan pesan, sudah seperti perpisahan betulan lah pokoknya.

Memasuki semester 2 kita sebenarnya di beri kebebasan untuk memilih dosen dari setiap mata kuliahnya. Ada beberapa dosen untuk matkul Kewarganegaraan, tetapi aku dan beberapa teman tetap memilih kelas Kewarganegaraan yang di ampu oleh Pak Edi. Sudah perpisahan ternyata berjumpa lagi, reuni? Karena sudah kenal jadi di kelas semester 2 ini tidak ada perkenalan apalagi prank seperti dulu. Dan di semester sebelumnya Pak Edi sudah pernah mengatakan bahwa silabus untuk matkul Pancasila di semester 1 dan Kewarganegaraan di semester 2 itu sama. 

Jadi, di semester 2 ini kita dibebaskan memilih dan menentukan ingin berdiskusi apa saja dan siapa saja yang ingin menyampaikan materi di perbolehkan. Kemudian untuk nilai tugas, kita lagi-lagi diberi beberapa pilihan, presentasi, menulis artikel, atau membuat film. Aku memilih untuk presentasi, sebagian temanku menulis artikel, dan mayoritas memilih membuat film. Tetapi seiring berjalannya waktu mendekati uts, mungkin kalau dipikir-pikir bobotnya yang presentasi dan menulis dengan yang membuat film itu kurang seimbang. 

Jadilah kita yang presentasi dan menulis, sebagai tugas UTS, kita di minta untuk melakukan wawancara dan observasi lapangan secara langsung ke tempat peribadahan, selain masjid (karena aku kuliah di kampus islam jadi semua mahasiswa beragama islam). Kita di bebaskan menulis dengan tema apa saja. 

Pertama di beri tugas, sebenernya antara males dan kesel, karena dari awal kita pikir nilai diambil dari apa yang memang sudah kita pilih dari awal, ternyata ada tugas tambahan, terlebih menulis artikel adalah sesuatu yang asing bagi ku, bahasa tulis ku yang sangat berantakan seperti ini dan tidak memiliki sisi keindahan dalam pengolahan katanya, membuatku tambah males dan tidak percaya diri karena artikel yang aku tulis harus di publish di akun kompasiana. Males, tapi kembali lagi ini adalah tugas dan harus diselesaikan. Singkat cerita selesai lah tugas ku yang apa adanya itu dan tentunya masih banyak kekurangan, tapi namanya mencoba tidak ada salahnya.

Dari cerita perjalananku mengerjakan tugas-tugas yang di berikan tadi, bisa kalian lihat kan, bahwa aku mengerjakannya dengan setengah hati dan merasa "terpaksa", hanya sekedar memenuhi kewajibanku sebagai mahasiswa yang diberi tugas oleh dosennya. Tetapi terkadang, sesuatu yang baik memang harus dipaksa kemudian terpaksa dan menjadi terbiasa. Karena jika menuruti ego, aku kira kita pasti pengennya terus menerus di zona nyaman? Bener kan? Haha.

Dan memang benar "terpaksa" ku itu hanya di awal, karena setelah aku mulai mengerjakan tugas-tugas tersebut terlebih setelah menyelesaikannya, aku jadi merasa menemukan passion baru dalam diriku, karena tugas yang diberikan itu kebetulan hal yang belum pernah aku lakukan sebelumnya, jadi setelah menyelesaikan tugas yang pertama yaitu tugas membuat video, aku jadi memiliki rasa percaya diri yang lebih, bisa merasakan betapa "lega" nya menyampaikan opini, mengekspresikan diri dan tahu bahwa sebenarnya aku bisa.

Kedua menulis artikel, sebenarnya kalau untuk menulis cerpen, pengalaman pribadi atau buku harian itu adalah hal yang sering aku lakukan, tetapi untuk menulis artikel dan mengupload nya di internet untuk konsumsi publik, aku belum pernah melakukannya. Tetapi setelah aku mencoba, ternyata aku menemukan keasikan tersendiri saat menulis. Karena aku menulis sesuatu yang baru, wawasanku secara tidak langsung semakin bertambah, karena tentu saja jika kita ingin menulis dan akan dijadikan konsumsi publik, kita tidak bisa asal dalam memberikan informasi, maka dari itu harus banyak membaca. Kembali lagi, kata terpaksa itu hanya di awal dan bisa jadi itu hanya wujud dari rasa malas kita dalam mengerjakan suatu pekerjaan. 

Menurutku pribadi, sumber utama dari keterpaksaan itu adalah rasa malas, kalau dari awal saja sudah malas untuk maju ke step selanjutnya kita tidak akan enjoy sehingga merasa terpaksa. Setelah aku mengamati kehidupanku sejauh ini, kunci bahagia itu ya menikmati, menerima dan mensyukuri. Menikmati setiap apa yang ada dan menjalankannya dengan sepenuh hati. Saat mengerjakan tugas kedua ku untuk menulis, aku bisa lebih enjoy dan tidak ada lagi kata terpaksa, aku juga mulai belajar memperbaiki tulisanku, meskipun memang kesempurnaan itu hanyalah milik Tuhan. Tetapi memberikan dan mengusahakan yang terbaik itu perlu.

Yang tadinya kesel dan males saat diberikan tugas, setelah mengambil sisi positifnya aku jadi merasa bersyukur karena dengan adanya tugas-tugas tadi aku jadi bisa belajar hal yang baru dan menemukan sisi lain dari diriku. Kita tidak pernah tahu dari siapa, dimana, dan kapan kita akan mendapatkan sebuah ilmu, pelajaran hidup, atau sesuatu yang bermanfaat lainnya, entah itu banyak ataupun sedikit.

Pada intinya tepis dulu rasa malasmu, jangan sampai karena malas lalu jadi menyerah sebelum kalian mencoba, karena kalau kalian sudah menyerah di awal, sama halnya kalian kalah sebelum bertanding, tidak lucu bukan? Buktikan pada diri kita bahwa kita bisa, lalu tunjukan pada dunia dan jangan takut untuk mencoba sesuatu yang baru, namanya juga sesuatu yang baru, tentu kita akan mendapatkan banyak kejutan dari hal tersebut, susah senangnya akan kita ketahui setelah kita mencobanya. Dan ingat, berusahalah untuk menikmati setiap apa yang ada dan apa yang kita lakukan, buang jauh-jauh rasa malasmu terutama untuk kita kaum rebahan yang mager menjadi slogannya.

Salam semangat dari ku untuk kita semua, terimakasih!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun