Pras...
Malam ini aku kembali teringat senyummu.
Senyum yang sama kulihat sekian tahun yang lalu.
Pras, bagaimana mungkin rasa itu kembali hadir dalam sanubariku?
Kau akan mengganggap ini lucu, Pras!
Bertahun lalu ketika kau pergi kau telah berjanji tidak akan lagi kembali menemuiku.
Tapi apakah kau percaya, Pras?
Tuhan lebih mengerti apa yang dibutuhkan oleh hatimu dan hatiku.
Bagaimana mungkin, Tuhan akan membiarkan hati umatnya menderita karena satu rasa.
Pras, kau boleh percaya boleh tidak?
Bahwa aku masih menyimpan satu keyakinan tetang dua anak Adam ini.
Kau boleh mengingkarinya, Pras.
Tetapi maaf, satu keyakinan itu tetap utuh.
Kau mungkin akan bertanya, tapi kau malu untuk bersemuka denganku, Pras.
Tidak usah bersembunyi, Pras!
Setebal apa pun bulu angsa yang kau kenakan tak akan mengubahmu menjadi seekor angsa yang menawan, Pras.
Cukup jadi dirimu sendiri, Pras!
Dan itu sudah cukup.
Pras...
Sebuah unsur duniawi yang tercipta untuk mengisi kekosongan sebuah warna.
Warna seperti apa?
Seorang anak kecil bertanya ketika itu.
Tidak adil rasanya, jika aku harus mengenalkan anak kecil itu pada satu kosakata "kebohongan".
Manusia macam apa aku ini, jika anak sekecil Marsha kuperkenalkan pada satu ruang yang berisi kebohongan.
Tidak hanya anak itu, Pras!
Rasanya kau pun harus turut berkenalan dengan unsur lain dari kebohongan yaitu Kejujuran.
Pras...sebenarnya masih banyak yang harus kusampaikan padamu.
Namun, malam sepertinya enggan membiarkanku menuliskan catatan ini berlama-lama.
Cukup engkau menjadi dirimu, Pras!
Cukup itu...karena kenyakinan akan menyertai mimpimu. Selebihnya mimpiku, Pras.
-Cilacap, 07 Sep 2018-
#puisi #prosa #literasi #catatanuntukpras #kompasiana #kompasindonesiaÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI