Mohon tunggu...
Dillah Aprillia Rahmayanti
Dillah Aprillia Rahmayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Life is Journey to Learn n Give

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 20107030021

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

"Uda Syaf" Buktikan Orang Padang Tidak Hanya Usaha Jual Nasi Padang

29 Juni 2021   12:59 Diperbarui: 29 Juni 2021   15:26 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbicara mengenai orang Padang, kita biasa diidentikan dengan usahanya yang membuka rumah makan Nasi Padang yang bahkan bisa dengan mudah kita jumpai di berbagai kota. Nasi padang adalah sebuah hidangan yang disajikan secara prasmanan lengkap dengan daging, ikan, sayuran, sambal, dan makanan pedas yang dimakan dengan nasi putih. Ini merupakan komoditas ekspor terkenal dan masyarakat Sumatera Barat mempunyai kontribusi yang besar untuk masakan Indonesia.

Nasi Padang ini menjadi makanan favorit masyarakat Indonesia, bahkan mancanegara. Ikon nasi padang dengan rendangnya disebut sebagai makanan terenak di dunia berdasarkan sebuah survei pada tahun 2017. Restoran atau rumah makannya biasa ditandai dengan bangunan yang bergaya Rumah Gadang (rumah adat Sumatera Barat).

Seorang pria paruh baya dengan sapaan akrab Uda Syaf ini pernah berkecimpung dalam usaha warung makan nasi padang. Beliau merupakan asli orang Sumatera Barat dengan kelahiran di Kota Batusangkar. Setelah menikah dengan seorang wanita yang asalnya dari Yogyakarta, kemudian beliau memilih untuk tinggal di Jogja bersama istrinya tersebut. Melalui ilmu yang dimilikinya, ia bersama sang istri memutuskan untuk membuka usaha nasi padang yang buka di pinggir jalan, dan berada ditengah kota Jogja.

Beliau memulai usaha tersebut sejak tahun 2004. Warung makan Uda Syaf ini terkenal ramai pada saat itu karena memang diakui masakan padangnya yang sangat enak. Orang-orang tak perlu ragu untuk singgah dan membeli masakan padang yang tersedia disana. Beliau juga mengungkapkan bahwa istrinya sangat pandai memasak, jadi tidak sulit baginya mengajarkan resep masakan padang ini.

Kolaborasi (kerjasama) yang sangat baik antara beliau dengan istrinya. Namun usahanya itu hanya berlangsung selama 4 tahun yakni hingga tahun 2008. Setelah itu beliau bersama sang istri memutuskan untuk pindah ke Magelang dan menghentikan usaha warung makan padang tersebut. Di Magelang beliau memilih untuk mulai merintis usaha barunya.

Awalnya beliau hanya ikut berdagang dengan sepupunya disana. Saat itu beliau sudah memiliki dua orang anak dan memilih untuk menempuhkan pendidikan anaknya didalam pondok pesantren yang terdapat didaerah sana. Saat saya bertanya apa alasan yang membuatnya sampai pindah, beliau menjawab "Karena saya ingin sesuatu yang baru, suasana yang baru, sekaligus merintis usaha baru lainnya" ujarnya.

Uda Syaf membuktikannya dengannya memulai usaha baru berjualan tasbih dan minyak wangi dengan berkeliling di beberapa pasar dan kantor, "Namanya memulai usaha baru itu tidak semua bisa langsung mendapatkan hasil yang banyak, ada juga proses jatuh bangun yang harus dilewati. Perlahan tapi pasti, dan selalu konsisten itu menjadi kunci" ungkap Uda Syaf dengan logat padangnya yang sangat khas.

Seiring berjalannya waktu, beliau sudah tidak ikut-ikut dengan sepupunya lagi. Beliau sudah mulai berdagang sendiri, membeli barang dagangan untuk dijualnya sendiri dan keliling untuk menjual dagangannya pun sendiri. Sering kali bertemu dengan sepupunya itu untuk mengambil barang dagangan, atau ketika berdagang di tempat yang sama.

Sedikit demi sedikit juga beliau sudah bisa semakin menambah barang dagangan yang dijualnya. Sampai saat ini ada berbagai macam peci dengan beberapa jenis, gelang dan tasbih kayu dengan berbagai jenis kayu, pipa rokok dari jenis kayu dan tulang, hingga alat-alat pijit dari kayu.

dokpri
dokpri

Jenis kayu yang dijual dari gelang, tasbih, dan pipa rokok tersebut sangat bervariasi. Mulai dari kayu cendana, galih asem, kelor mas, akar bahar, dewandaru, biji palem, biji kurma, kalimosodo, bidara, stigi, hingga kokka. Semuanya asli dan jelas bukan kaleng-kaleng yaa. Oleh karena itu, harga jualnya pun sesuai dengan kualitas dari barang tersebut. Tenang aja, dengan merogoh kocek Rp25.000 kamu sudah bisa membawa pulang gelang kayu kokka disini.

Bagi orang-orang yang meyakini khasiat dari kayu-kayu diatas mereka tidak segan-segan untuk membeli sampai menghabiskan jutaan rupiah sekalipun. Namun disini Uda Syaf lebih menekankan dengan membuktikan produk yang dijualnya itu asli. Beliau enggan untuk menjelaskan khasiat atau sejenisnya saat menawarkan barang dagangan, "Takut jadinya musyrik, wallahu a'lam" ujarnya.

Hingga berjalan tujuh tahun hidup di Magelang dengan berjualan itu. Sang istri telah melahirkkan anak ketiganya, kemudian beliau memutuskan untuk pindah lagi ke Jogja. Namun kali ini, beliau tetap melanjutkan usahanya itu di Jogja. Tidak jauh berbeda dengan di Magelang, di Jogja juga beliau berjualan dari satu pasar ke pasar lain. Tapi disetiap pasar itu beliau sudah memiliki tempat atau lapak yang digunakan untuk menggelar dan menata barang dagangannya.

Kemudian terkhusus di hari Jumat itu beliau membuka dagangannya di Masjid Syuhada, Kotabaru bersama istrinya. Dari situ kemudian terus berkembang karena banyak yang mulai mengenal dan berlangganan, hingga terkadang mengambil barang ke rumah.

dokpri
dokpri

Kemudian untuk pegaruhnya selama masa pandemi ini, beliau mengungkapkan terjadi saat awal pandemi. Baginya itu sangat berpengaruh karena pasar-pasar ditutup, masjid juga di tutup sehingga itu membuatnya cukup merasa kesulitan, dan saya rasa juga beberapa pedagang lain diluar sana merasakan hal yang sama. Namun tidak lama beliau bisa kembali bangkit dan berjualan lagi di beberapa tempat yang sudah mulai dibuka dengan mematuhi protokol kesehatan.

Hal itu terus berjalan sampai sekarang, hingga beliau sudah memiliki empat orang anak. Uda Syaf masih menekuni usahanya sekaligus membuktikan bahwa orang padang itu juga bisa usaha lain selain buka warung padang. Omset yang didapatnya mulai dari Rp400.000 hingga Rp800.000 perhari. Selama masih ada waktu dan kesempatan yang datang, maka ambilah. Rezeki memang sudah diatur, tetapi perlu ada usaha untuk menjemputnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun