Penulis: Kim Sang-hyun
Penerbit: Penerbit Haru
Tahun Terbit: 2020
Jumlah Halaman: 168 Halaman
"Ada banyak hal yang aku lakukan, tetapi ada dua hal yang menjadi patokanku; kebersamaan dan tidak menjadi orang yang selalu merasa benar."
Self love, quarter life crisis, insecurity dan overthinking adalah isu-isu seputar mental health yang saat ini ramai diperbincangkan di forum-forum diskusi. Dulu, isu mental health (kesehatan mental) rasanya cenderung asing dan tabu untuk diperbincangkan.
Namun, berkat peran media sosial, kampanye tentang isu mental health jauh lebih mudah untuk dilakukan, sehingga bisa dilakukan secara masif dan diterima banyak orang.
Buku adalah salah satu gerbang pengetahuan yang dapat memberikan informasi apapun yang kita inginkan, salah satunya yaitu mengenai isu mental health.Â
Saya pikir, buku berjudul Siapa yang Datang ke Pemakamanku Saat Aku Mati Nanti? (selanjutnya akan disingkat: SDPAMN) memuat pengalaman-pengalaman penulis bernama Kim Sang-hyun dalam mengekspresikan isu-isu kesehatan mental yang dialaminya secara eksplisit.
Meskipun bukan berasal dari background studi psikologi, setiap orang memiliki kesempatan untuk berbicara mengenai kesehatan mental. Sebab, setiap orang dapat merasakan atau mengalami sendiri bagaimana menghadapi berbagai kondisi mental dirinya sendiri.
Saat ini, saya pikir setiap orang juga memiliki kesempatan yang sama untuk speak up dan mengutarakan gagasan. Adapun buku SDPAMN memuat tulisan-tulisan reflektif yang berkaitan dengan emosional; sesuatu yang berhubungan erat dengan kesehatan mental.
Meskipun tidak menjabarkan teori-teori psikologi ataupun teori-teori apapun, kita dapat memahami bahwa Kim Sang-hyun berusaha untuk mengeluarkan apa yang ada dipikirannya senatural mungkin.
Saya pikir, Kim Sang-hyun tidak berbeda jauh seperti kita---manusia biasa yang dapat mengalami beragam jenis peristiwa yang berpotensi memengaruhi kondisi mental kita.
Hanya saja, kelebihan Kim Sang-hyun adalah mampu melihat setiap detail kecil dalam kehidupannya---sesederhana apapun itu untuk dijadikannya sebagai bahan renungan. Ia adalah tipikal orang cerdas yang mampu mengambil hikmah dari beragam peristiwa dan mengungkapkannya lewat kata-kata.
Penulis yang merangkap sebagai pemilik kafe dan CEO penerbitan tersebut menyadarkanku bahwa setiap momen yang terjadi dalam hidup dapat mengajarkan kita akan sesuatu. Sesuatu yang dapat diambil hikmahnya dan sesuatu yang menjadikan kita lebih dewasa.
Judul yang Menarik
Buku ini cukup menarik perhatian saya dengan judulnya yang panjang dan sekaligus dapat menjadi renungan. Pertanyaan tentang "Siapa yang datang ke pemakamanku?" Adalah pertanyaan yang mungkin jarang dipikirkan oleh kita.
Kenyataannya, manusia pada umumnya memang menjalani hidup seolah-olah mereka akan berumur lama dan tidak akan mati.
Namun, Kim Sang-hyun memberikan perspektif yang berbeda. Memikirkan orang-orang yang akan datang ke pemakaman kita akan membuat kita merenung tentang bagaimana kita menjalani hidup.
Apakah kita sudah menjalani hidup dengan baik sampai seseorang mau datang ke pemakaman kita? Lalu, hidup yang baik itu seperti apa?
Dalam benak penulis, hidup yang baik adalah hidup yang selalu digunakan untuk membantu orang lain yang merasa kesulitan. Menjadi orang baik tidak harus selalu muluk-muluk karena kita dapat memulainya dengan hal-hal yang sederhana.
Misalnya, seperti menyapa pengemudi bus yang setiap hari kita naiki, mengucapkan terima kasih kepada pegawai yang menyeduhkan kopi, memuji ibu kantin tentang masakannya yang lezat, dan lain-lain. Persis dengan hal-hal sederhana yang dilakukan oleh penulis yang dapat memberikan dampak luar biasa bagi orang-orang di sekitarnya.
Buku yang Ringan Dibaca
Buku yang terdiri dari empat bab ini berisi tulisan-tulisan yang pendek. Setiap pergantian judul dipisahkan oleh halaman berwarna hitam polos yang memberikan nuansa keren tersendiri di mata saya. Setiap bagian dalam buku ini memberikan pencerahan yang mampu menyejukkan hati.
Tenang saja, membaca buku ini tidak akan membuat pusing atau berpikir keras. Sebab, seperti yang telah dijelaskan di awal, bahwa buku ini bercerita tentang pengamalan-pengalaman penulis yang dijadikan sebagai bahan refleksi dan renungan. Menurut saya, membaca buku ini seperti sedang berbincang dengan kawan lama.
Cerita yang dibahas mungkin tidak selalu tentang sesuatu yang membahagiakan. Bahkan, banyak cerita yang dibawakan dengan nuansa sedih dan perasaan buruk. Namun, Kim Sang-hyun berhasil menyajikannya secara hangat, sehingga tidak heran jika pembaca juga larut ke dalam cerita-cerita yang dituliskannya.
Menurut saya, membaca buku ini, berapa kali pun seringnya tidak akan membuat bosan. Sebab, betapapun banyaknya  kalimat yang telah digarisbawahi, pada akhirnya saya tetap menemukan kalimat-kalimat baru yang selalu berhasil membuat saya merenung dan mengambil hikmahnya.
Penulis yang Membuat Saya Iri
Harus diakui bahwa saya sempat merasa iri dengan Kim Sang-hyun karena dia adalah orang yang mungkin tidak ekstrovert, namun dia bisa menjalankan banyak peran dalam kehidupannya. Ia menghasilkan uang dari kegiatan yang disukainya; menulis, menerbitkan buku, dan mengelola kafe.
Selain memainkan peran tersebut, ia juga memerankan peran sebagai anak, kekasih, teman, rekan kerja, dan pelanggan untuk orang-orang di sekitarnya. Saya iri karena ia dapat mengambil banyak peran dalam kehidupannya.
Saya pikir, akan terasa menyenangkan jika kita dapat melakukan berbagai hal yang kita sukai tanpa harus memilih salah satu.
Namun, kebahagiaan didapat bukan tanpa pengorbanan.
Kim Sang-hyun dalam tulisannya mengungkapkan bahwa ia telah melalui banyak hal untuk sampai di titik ini; di titik di mana ia mampu menjadi pembelajar sekaligu pemberi inspirasi bagi banyak orang.
Saya harap akan ada lebih banyak orang lagi yang membaca buku ini dan menjadikannya teman dalam berbagai suasana atau situasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H