Mohon tunggu...
Dilla Hardina
Dilla Hardina Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Kelilingilah dirimu dengan orang-orang yang pantas mendapatkan keajaibanmu🌻

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Aku Ingin Membaca Buku "Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa"

13 Oktober 2020   10:56 Diperbarui: 13 Oktober 2020   11:55 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa. Sebuah buku yang dikarang oleh Alvi Syahrin, penulis muda berbakat yang belakangan ini buku-bukunya berhasil masuk ke jajaran Best seller nasional. Aku sudah pernah membaca bukunya yang berjudul Jika Kita Tidak Pernah Jatuh Cinta. Bukunya memang sangat penuh muatan motivasi dan inspirasi. Tak ketinggalan dilengkapi ilustrasi yang begitu memikat hati.

Entah kenapa saat ini aku ingin sekali membaca buku sekuelnya yang kedua itu. Nampaknya buku yang dominan dengan warna kuning dan hitam itu sangat pas jika dibaca orang-orang seperti diriku. Seperti keadaanku yang sekarang. Aku hanya ingin sejenak istirahat dan merefleksikan diri. Selama ini aku sudah cukup lama berlari, berlari dan berlari hingga aku harus sejenak mengatur napasku.

Selama ini aku sudah cukup lama menjadi orang ambisius. Aku ingin sejenak berhenti dari lalu lalang impian dan harapan. Aku sedikit lelah mengejar semuanya. Biarkan sejenak aku menghela napas. Aku ingin istirahat.

Aku pernah berada pada satu titik di mana aku menjadi orang yang biasa-biasa saja. Aku tidak punya sesuatu yang pantas untuk aku banggakan. Aku tidak menonjol, tidak populer, tidak punya banyak teman, dan bukan faforit guru-guru. Bisa dibilang selama itu aku memainkan peran figuran dalam kehidupanku sendiri.

Lalu, pada saat aku kuliah, segalanya berubah. Aku bisa menampilkan sosok lain dalam diriku yang kupikir sedikit mengagumkan. Aku mampu menunjukkan apa kelebihan, potensi serta kemampuanku kepada dunia luar. Aku berubah.

Dari situ aku merasa lebih dihargai oleh orang lain. Kupikir, itulah yang akan kita dapat jika berada di tempat yang tepat.

Ibaratnya, percuma jika kau adalah seorang ahli di bidang tertentu namun kau justru berada di tempat yang sama sekali tidak mendukung keahlianmu. Kau akan sulit berkembang. Dan keahlianmu itu juga akan sulit merubah nasibmu. 

Maka dari itu, penting sekali untuk tahu di mana seharusnya kita berpijak agar dihargai.

Ketika berada di posisi yang sekarang, aku pernah berpikir bahwa orang-orang yang tidak pernah memperjuangkan apapun dalam hidupnya adalah seorang pecundang. Orang yang tidak punya impian dan harapan adalah pecundang. Orang yang tidak punya ambisi adalah pecundang. Orang yang tidak tahu tujuan serta arah hidupnya adalah pecundang. Sama seperti keadaanku beberapa tahun yang lalu.

Namun, baru-baru ini aku mendapati suatu sudut pandang pemikiran yang berbeda setelah menonton drama korea yang berjudul Itaewon Class.

Dalam drama itu, ada seorang anak remaja yang bernama Jang Geun Soo. Ia adalah anak seorang pemilik restoran waralaba yang sangat terkenal di Korea. Akan tetapi, Geun Soo memilih hidup yang jauh berbeda dari ayahnya. Ia meninggalkan rumah mewahnya dan memilih untuk hidup sederhana di lingkungan kecil. Singkat cerita, ia akhirnya bekerja menjadi seorang pelayan di suatu restoran yang bertempat di Itaewon.

Sungguh, dengan wajahnya yang tampan serta otaknya yang cukup cerdas itu sesungguhnya ia bisa mendapatkan hidup yang lebih baik. Akan tetapi, ia memilih hidup yang biasa-biasa saja karena memang tidak menginginkan apa-apa. Ia tidak ingin menjadi siapa-siapa. 

Bisa dibilang, cara hidup Geun Soo adalah representasi nyata dari buku Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa. Ya, Geun Soo sudah cukup puas dengan hidupnya yang sederhana itu dan tidak menginginkan lebih. Dan itu prinsipnya. Dia tidak ingin punya ambisi untuk mengejar sesuatu. Dari situ aku sadar bahwa kadang, orang menjalani hidup yang biasa-biasa saja karena memang itu pilihan mereka.

Mereka bukan dipaksa oleh takdir atau sekadar pasrah karena keadaan. Tapi memang itulah prinsip hidup mereka. Mereka tak ingin lebih.

Hal yang sama juga dialami Dong Baek, seorang tokoh wanita utama yang ada di drama When The Camelia Blooms. Ia merupakan seorang ibu rumah tangga dan ibu tunggal. Selain itu ia juga mengelola sebuah bar di lingkungan kecil bernama Ongsan. Itu saja. Tidak ada yang istimewa. Hidupnya biasa-biasa saja.

Tapi, aku menangkap bahwa menjadi biasa dan tidak menginginkan sesuatu yang lebih adalah prinsip hidupnya. Padahal, jika ingin lebih mungkin Dong Baek bisa mendapatkan itu. Namun, ia memilih untuk menikmati hidupnya yang sederhana. Bahkan ia membuktikan bahwa dengan keadaannya yang sekarang, ia bisa menjadi pemeran utama!

Memang, tidak ada salahnya menjalani hidup yang biasa-biasa saja. Kuakui dulu aku sangat idealis hingga berpikir bahwa hidup yang tidak pernah diperjuangkan adalah kehidupan seorang pecundang. Sekarang, aku memiliki sudut pandang lain yang berbeda.

Maka sudah sepantasnya aku ingin membaca bukunya Alvi Syahrin yang berwarna hitam dan kuning itu. Demi Tuhan aku ingin sekali membaca buku yang judulnya Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa. Sebab, aku sudah lupa bagaimana rasanya menjalani hidup yang seperti itu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun