Mohon tunggu...
Dilla Hardina
Dilla Hardina Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Kelilingilah dirimu dengan orang-orang yang pantas mendapatkan keajaibanmu🌻

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyoroti Peran Mahasiswa Sebagai Agent of Social Control

10 Oktober 2020   20:41 Diperbarui: 10 Oktober 2020   22:24 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pict by Tjiniki.com

Dari sekian banyak demonstran yang ikut berorasi dalam rangka menolak omnibus law, satu-satunya orator yang paling melekat dalam benakku adalah seorang mahasiswi berkaos hitam yang rambutnya dikuncir ke belakang. Dengan membawa pengeras suara, ia melantangkan penolakan pengesahan omnibus law uu cipta kerja yang banyak dikecam oleh masyarakat indonesia.

"Tendangan dibalas tendangan. Darah dibalas darah....."

Begitulah ia berorasi. Dengan satir ia memelesetkan pancasila menjadi pancasalah. Bukan hanya itu, ke lima isi sila dasar negara pun diubahnya karena dinilai tidak lagi berpihak kepada rakyat kecil.

Belakangan ini, aku baru tahu kalau di dalam video orasi tersebut, gadis berkaos hitam itu tengah membawa rokok saat melantangkan suaranya. Bukannya memandang sebelah mata, aku malah berpikir bahwa mahasiswi tersebut semakin unik. Ia berbeda dari mahasiswi pada umumnya yang ikut demo pada kemarin lalu.

Mungkin, mahasiswi yang ikut berorasi tidak hanya gadis berkaos hitam itu saja. Banyak mahasiswi-mahasiswi lainnya yang turut menyuarakan keadilan dan menggaungkan kebenaran. Namun, entah kenapa menurutku mahasiswi berkaos hitam itu terlihat lebih spesial.

Sosoknya pun juga tengah viral di media sosial, rupanya yang kagum dengannya bukan hanya aku saja. Ia mempunyai banyak julukan dari netizen, misalnya seperti Marsinah 2020 atau Kartini 2020.

Lalu, aku pun penasaran dengan gaya orasi mahasiswi-mahasiswi lainnya yang juga ikut menyuarakan pendapat saat demo. Sebab, bagiku wanita yang berani lantang menyuarakan keadilan patut untuk diberi tepuk tangan. Mereka benar-benar mengagumkan.

Aku pun berselancar di YouTube untuk mencari orator-orator mahasiswi lainnya. Aku ingin tahu apakah mereka juga sekeren mbak yang pakai kaos hitam itu. Lalu aku mendapati ada sebuah video yang membahas tentang identitas orator berkaos hitam itu. Kontan aku pun langsung membuka video tersebut. Dalam video itu, dijelaskan bahwa mbak mbak yang pakai kaos hitam itu berdemo di makassar. Ia merupakan mahasiswi di Universitas Hasanuddin. Lalu, narator dalam video tersebut berkata bahwa nama dari mahasiswi yang orasi itu adalah Nabila Syadza. Aku pun langsung gerak cepat mencari identitas nama tersebut melalui instagram. Dan akhirnya aku menemukan akun real milik mbak Nabila.

Kulihat, followers-nya sudah mencapai hampir 90 ribu. Aktivis mahasiswi tersebut memang benar-benar sedang hits di kalangan masyarakat indonesia. Foto-foto dalam instagramnya menunjukkan bahwa ia memang seorang aktivis sejati. Jiwa sosialnya memang sangat tinggi. Terbukti bahwa ia tidak hanya sekali itu mengikuti demo. Namun, ia sudah sering turun ke jalan untuk menegakkan keadilan dan menyuarakan pendapat bersama teman-teman aktivisnya.

Bukan hanya itu, dari postingan-postingannya di instagram, terlihat bahwa ia merupakan sosok yang mencintai alam dan videografi. Ia sering mengabadikan momen-momen ketika sedang di alam bebas menggunakan kamera. Dalam beberapa kesempatan, terlihat bahwa mbak nabila dan teman-temannya senang mengunjungi pantai, bukit, hutan, sungai dan lain-lain. Hal tersebut semakin menambah kesan unik dari sosok mbak Nabila.

Sayangnya, aku baru tahu kalau ternyata akun instagram mbak nabila diretas orang. Padahal, followersnya sudah mencapai puluhan ribu. Sayang sekali, kini mbak nabila mempunyai akun isntagram yang baru. Semoga akunnya yang baru tidak akan diretas lagi oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Mbak Nabila memang sosok aktivis sejati. Aku merasa bahwa masa mudanya begitu indah karena digunakan untuk menjadi penegak keadilan melalui jalan ninjanya. Mungkin, beberapa orang akan berpendapat bahwa menjadi orang yang berguna tidak harus turun ke jalan dan membuat keributan. Beberapa orang juga pasti akan nyinyir bahwa orang yang suka demo adalah orang-orang yang suka mencari perhatian dan hanya pansos.

Namun, sudah mau turun ke jalan saja bagiku itu merupakan suatu hal yang mengagumkan. Karena tidak semua orang mempunyai keberanian untuk mengikutsertakan diri dalam lingkar demonstrasi. Pastinya, para aktivis mahasiswa paham bahwa ada banyak rintangan yang bisa saja menghadangnya selama melakukan aksi mulai dari kemungkinan adanya penyusup, disalahkan akibat rusaknya fasilitas umum, baku hantam dengan polisi dan lain sebagainya. Namun, segala ancaman itu sama sekali tidak menyurutkan niat para aktivis untuk melantangkan suaranya.

Kupikir, begitulah seharusnya mahasiswa memainkan perannya. Mahasiswa memiliki peran yang strategis dalam mengontrol serta menyoroti kinerja pemerintah. Sebab, mahasiswa tidak mempunyai keterikatan terhadap profesi tertentu. Sehingga, mereka bebas menyuarakan pendapat dan keadilan tanpa harus takut dikekang atau dimonopoli pihak manapun.

Contohnya saja seperti jurnalis yang bekerja di stasiun televisi. Aku menyoroti bahwa ada program berita di televisi yang mencondongkan diri pada suatu kubu tertentu hingga memberikan suguhan informasi yang tidak seimbang alias berat sebelah. Aku sudah tidak heran lagi ketika menonton berita di salah satu stasiun televisi yang memberitakan hanya melalui satu sudut pandang saja, seakan berita di tv tersebut lebih berpihak pada satu golongan.

Aku sudah tidak heran dengan fenomena tersebut karena aku mengetahui bahwa media juga sudah dikuasai oleh politik (pemerintah). Banyak orang besar dari kalangan media yang menjadi pemuka di pemerintahan, sehingga seakan-akan tayangan yang disuguhkan di tv pun juga tidak bisa leluasa dalam memberikan informasi. Singkatnya, mereka hanya menampilkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka saja.

Hal ini sangat disayangkan karena seharusnya media tidak berpihak kepada golongan manapun. Seharusnya media bisa netral dalam menyajikan informasi yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Kemarin-kemarin waktu isu demo masih memanas, media-media di tv lebih menyoroti hal-hal negatif dari adanya demonstrasi.

Narasi-narasi yang dibangun oleh media lebih menempatkan diri di kubu pemerintah. Rata-rata jika mengadakan sesi wawancara terkait klarifikasi tentang demonstrasi, yang dimintai pendapat atau opini pastilah dari golongan petinggi-petinggi negara. Tidak ada jurnalis tv yang melakukan wawancara dan peliputan pada pendemo secara personal.

Paling tidak, orator yang ikut aksi unjuk rasa juga perlu mengutarakan gagasannya lewat media tv. Sayangnya, media lebih menyoroti hal-hal negatif terkait kejadian demo tersebut.

Intinya, mahasiswa adalah golongan yang selalu memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat, utamanya untuk rakyat menengah ke bawah. Salut untuk mahasiswa yang ikut demo yang tujuannya murni untuk menentang kebijakan ruu cipta kerja yang berpotensi menyengsarakan rakyat. Hidup mahasiswa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun