Memang benar adanya, bahwa stigma yang ada pada masyarakat adalah seorang sarjana ketika lulus maka akan bekerja, paling tidak bekerja di kantoran. Jika tidak bekerja di tempat yang seperti mereka pikirkan, maka seorang sarjana akan di anggap gagal.Â
Mereka akan digunjingkan, dipandang sebelah mata dan dianggap tidak berguna. Begitulah kebiasaan yang secara tidak disengaja sudah menjadi tradisi dalam lingkungan masyarakat, terlebih di dalam lingkup pedesaan.
Di semester tiga lalu, angkatanku harus memilih mata kuliah peminatan, di antaranya kewirausahaan dan jurnalistik. Lantas, aku memilih jurnalistik. Tentu saja karena aku menyukai kegiatan tulis-menulis, suka berita, suka informasi dan aku ingin lebih jauh mendalami ilmu jurnalistik.Â
Bagiku, ilmu jurnalistik itu keren. Maka aku berusaha yang terbaik dalam belajar dan menjalani mata kuliah ini. bersyukur, nilaiku lumayan memuaskan.
Dosenku yang mengampu mata kuliah peminatan ini adalah seseorang yang bergelar doctor. Selain menjadi dosen, beliau juga bekerja di lapangan sebagai wartawan. Mungkin saja beliau juga memiliki pekerjaan lain yang tidak kutahu.Â
Pernah, suatu ketika saat mengajar mata kuliah Etika Jurnalistik, beliau berkata bahwa kami, mahasiswa Jurusan IPII juga bisa bekerja di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).Â
Sebab, di KPI menerima tenaga kerja bukan hanya dari  jurusan komunikasi atau jurnalistik saja, tetapi dari berbagai jurusan, yang terpenting adalah menguasai dan tahu tentang etika jurnalistik.
Sejak saat itu, aku menjadi tertarik untuk bekerja di KPI. Meskipun belum menjadi tujuan yang matang, setidaknya aku sudah punya pandangan ketika lulus nanti ingin bekerja di mana.Â
Yaa.... meski itu tidak selaras dengan konsentrasi ilmu yang kupelajari; Perpustakaan. Tapi, tetap saja itu hanya "pandangan".Â
Hingga saat ini aku belum pernah mencari informasi lebih dalam tentang seluk beluk dunia kerja di KPI. Aku hanya menuliskannya di "daftar keinginan bekerja" di buku harianku, bersama dengan BMKG, BEKRAF, dan Perusahaan penerbitan.