Mohon tunggu...
Dilla Hardina
Dilla Hardina Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Kelilingilah dirimu dengan orang-orang yang pantas mendapatkan keajaibanmu🌻

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Literasi, Pemaknaan, dan Eksistensinya dalam Kehidupan Bermasyarakat

26 Juni 2020   10:00 Diperbarui: 28 Juni 2020   06:08 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Literasi (Sumber diolah dari istockphoto)

Literasi bukan hanya sekadar melek aksara. Bukan pula sekadar kegiatan baca---tulis. Lebih dari itu, makna literasi telah mampu menyentuh pikiran dan perasaan manusia. Membantu untuk memahami segala aspek dalam kehidupan di sekitar kita.

Literasi mengajarkan bagaimana cara membaca situasi, membaca keadaan, membaca orang-orang, membaca peluang. Literasi menuntun kita untuk mampu berpikir secara mendalam. Untuk apa? Tentu saja agar kita tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang sedang terjadi. Sebab setiap isu yang hadir di kehidupan sehari-hari ini tidak selalu mengandung kebenaran. Adakalanya itu hanya sensasi---itu hanya provokasi.

Bagaimana literasi memainkan perannya? Ia akan menuntun kita untuk dapat membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Goals-nya? Kita akan dapat mengambil keputusan yang tepat dan akurat dalam berbagai sendi kehidupan.

Kenapa dari tadi saya bicara soal kehidupan, kehidupan, kehidupan? Ya, memang karena literasi erat kaitannya dengan sendi-sendi kehidupan kita. 

Literasi membantu kita untuk survive dalam arus kehidupan yang semakin deras ini. Bagaimana bisa bertahan hidup dalam pusaran arus yang tidak menentu ini dengan selamat jika kita tidak pandai membaca keadaan, membaca orang-orang serta membaca peluang.

Lantas, dari mana datangnya kemampuan literasi? Tentu saja akarnya dari membaca, menulis dan berdiskusi. Suatu kegiatan yang bisa dibilang sudah menjadi candu bagi orang-orang yang biasa disebut literat.

Setelah membaca, orang-orang mencoba untuk mengutarakan apa yang ia baca melalui kertas dan pena. Lalu ia akan kembali berpikir tentang pengalaman membaca apa saja yang ia dapat. Dan menceritakan kembali isi dari buku tersebut berdasarkan pemahamannya atau cara pandangnya.

Seringkali, pembaca memiliki perspektif maupun sudut pandang yang lain terkait bahan baca yang ia konsumsi, membuatnya merasa tergugah untuk bertukar pikiran dengan orang-orang yang telah membaca buku yang sama. Hingga lahirlah suatu kelompok diskusi.

Orang-orang semacam inilah yang tidak akan mudah tergerus dalam perputaran zaman. Ia tidak mudah terdisrupsi. Ia tidak mudah lekang sebab punya bekal dalam mengatasi hidup yang semakin pelik ini. Tidak mudah tumbang dalam menjalani hidup yang penuh persaingan dan dramatika ini. 

Perannya dalam kehidupan tidak mudah tenggelam, tidak pula mudah tergeser. Sebab ia pandai menempatkan diri dalam macam-macam situasi dan kondisi. Ia telah berliterasi.

Membaca, menulis dan berdiskusi adalah wujud dari eksistensi literasi dalam kehidupan manusia. tentu saja dalam hal ini yang diuntungkan adalah manusianya, sebab dalam hal ini manusia adalah subjek dan literasi menjadi objeknya. Manusia membaca, maka ia ada. Manusia menulis, maka ia ada. Manusia berdiskusi, tentu saja berarti ia ada.

Literasi (Sumber diolah dari istockphoto)
Literasi (Sumber diolah dari istockphoto)
Bagi saya, eksistensi seseorang dapat diakui bukan karena ia rupawan, bukan pula karena ia hartawan. Eksistensi seseorang dapat diakui setelah ia mampu membaca pikiran orang-orang masa dahulu dan orang-orang masa sekarang melalui bahan bacaan. 

Ia juga diakui "ada" karena ia telah mampu membuat suatu karya, dalam hal ini adalah tulisan. Ia juga diakui karena ia mampu mengeluarkan sampah yang ada di otaknya hingga mampu bertukar pikiran dengan manusia lainnya. Manusia semacam itulah yang patut diakui eksistensinya, tentu saja berkat kemampuan literasi yang dimilikinya.

Meskipun saat ini kita hidup pada zaman di mana berita bohong, ujaran kebencian serta isu-isu SARA marak terjadi serta seringkali mengitari ruang lingkup kehidupan kita, di satu sisi juga banyak terlahir manusia-manusia cerdas berjiwa humanis-sosialis. 

Merekalah yang menjadi benteng pertahanan bagi diri mereka sendiri maupun orang-orang di sekitarnya. Mereka mampu menyeimbangkan diri dengan perkembangan zaman yang semakin renta ini.

Di masa sekarang, banyak sekali lahir perpustakaan dan taman baca masyarakat yang menghiasi dunia pendidikan masyarakat Indonesia. Perpustakaan tidak hanya hadir dalam lingkup sekolahan dan perguruan tinggi saja, melainkan telah mampu berada di tengah-tengah masyarakat umum.

Siapa yang menjadi dalang terhadap kemajuan literasi ini? Tentu saja berkat peran pemerintah sebagai "penyedia" dan masyarakat sebagai "penyelenggara". 

Pemerintah dan masyarakat saling bahu-membahu dalam mewujudkan masyarakat yang berliterasi. Juga, mencoba mematahkan asumsi bahwa minat baca masyarakat kita rendah. Sebab, sebetulnya minat baca kita tinggi, tetapi fasilitas serta akses terhadap bahan bacaan itu yang belum berjalan secara maksimal.

Adakalanya, karena terbatasnya kemampuan pemerintah yang memang tugasnya bukan hanya meningkatkan minat baca saja---melainkan masih banyak pekerjaan pemerintah yang lain yakni dalam ruang lingkup ekonomi, agama, politik dan lain-lain. 

Hal ini membuat masyarakat mau tidak mau merangkap dua kegiatan, yakni menjadi penyedia sekaligus penyelenggara atas kemajuan literasi di Indonesia. 

Masyarakat saling bahu-membahu antar sesama, saling bersinergi meskipun berada di daerah atau pulau yang berbeda. Mereka benar-benar sadar bahwa literasi patut diperjuangkan eksistensinya.

Hasilnya? Perpustakaan dan Taman Baca Masyarakat (TBM) saat ini lebih mampu bersifat humanis sehingga masyarakat sudah tidak segan-segan lagi untuk datang ke perpustakaan. 

Orang-orang yang datang ke tempat ini bukan hanya orang-orang rapi dan bersepatu lagi, tetapi orang-orang yang berdaster atau orang-orang yang membawa cangkul pun bisa singgah di perpustakaan.

Banyak kegiatan edukatif, rekreatif dan produktif yang bisa dijalankan di perpustakaan. Kegiatan edukasi bisa dilakukan karena perpustakaan bisa dijadikan sebagai tempat belajar para murid dan guru, terlepas itu adalah perpustakaan sekolah maupun peprustakaan umum. Perpustakaan bisa dijadikan tempat rekreasi rohani karena ada banyak buku yang dapat memanjakan pikiran dan hati.

Perpustakaan bukan hanya sekadar gudangnya buku. Bukan pula sebagai tempat yang berdiri untuk formalitas semata. Perpustakaan telah menjelma menjadi pusat peradaban. Juga, membantu kita untuk bermanusia. Membantu kita untuk bermasyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun