Dua puluh sekian tahun lalu, di Majalengka, Bumi kehadiran penyair baru yang siap menumpahkan tinta. Semua orang tersenyum, semua orang tertawa bahagia menyambut kehadirannya. Kabut malam ikut merayakan, ia turun membungkus bulan yang tengah bersemayam bersama awan-awan kelabu di tengah malam.
Tunggu, terlalu puitis.
Dilif Sanjev, seorang anak yang sejak kecil tidak pernah diberikan mainan oleh orang tua, melainkan buku. Ia masih ingat buku pertamanya, berjudul “Buku Pintar Seri Senior” karya Iwan Galo, keluaran tahun 90-an. Buku itu sudah usang. Kertasnya menguning, jahitan yang menyatukan semua halamannya pun terurai. Namun buku lain yang paling berkesan baginya adalah terjemahan karya Kahlil Gibran berjudul “Sayap-Sayap Patah” yang diterjemahkan oleh Sapardi Djoko Damono. Dari situ ia mulai belajar menulis syair dan puisi.
Menulis baginya adalah cara untuk hidup. Sama seperti bernapas. Dari kecil ia mulai merangkai kata demi kata, kalimat demi kalimat, enjambemen demi enjambemen.
Tunggu, masih terlalu puitis.
Baiklah.
Dilif Sanjev sekarang sangat suka membaca buku dan menulis. Mulai dari buku fiksi hingga non-fiksi. Dari puisi hingga novel-novel atau tulisan-tulisan yang tidak kunjung terbit.
Berikut daftar buku fiksi favoritnya.