Ada pepatah yang mengatakan “jangan jadi terlalu bodoh, kamu akan dihina. Jangan jadi terlalu pintar, kamu akan dimusuhi”. Pepatah tersebut mungkin tidak sepenuhnya benar. Namun saya merasa bahwa pepatah tersebut juga tidak sepenuhnya salah.
Ketika kamu adalah orang yang bodoh, kamu mungkin akan mendapat banyak perlakukan tidak menyenangkan dan hasil ujian sekolah yang buruk. Orang tua-mu menganggap kamu tidak serius sekolah, guru-mu menganggap kamu malas, dan teman-temanmu menganggap kamu tidak selevel dengan mereka.
Ya, saya pernah merasakan itu semua.
Sewaktu masih kecil, kemampuan belajar saya lebih lambat dari anak-anak lain pada umumnya. Setidaknya, jika dibandingkan dengan adik saya sendiri. Saya kesulitan belajar membaca dan menulis, lambat menerima informasi, dan sulit membedakan hal-hal yang mirip. Ya, saya adalah salah satu anak yang terlahir disleksia.
Disleksia berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “kesulitan memahami kata-kata”. Jenisnya ada bermacam-macam dengan tingkat yang juga bermacam-macam. Meskipun kesulitan dalam belajar, pengidap disleksia sebenarnya bukanlah orang dengan IQ rendah. Sebaliknya, banyak pengidap disleksia yang memiliki IQ diatas rata-rata. Namun karena cara mereka memahami informasi berbeda dengan orang pada umumnya, seringkali mereka dianggap bodoh dan malas karena tidak paham dengan apa yang diajarkan disekolah.
Sulit mengikuti pelajaran di sekolah membuat saya menjadi anak yang sangat nakal. Saya pernah mencoba kabur dari sekolah, mengamuk dikelas , dan memukul guru-guru saya saat di sekolah. Alasannya? Karena saya tidak paham dengan apa yang diajarkan disana. Sebenarnya saya selalu mencoba untuk fokus dan serius dalam belajar. Tapi entahlah, saya merasa minder ketika tahu bahwa teman-teman saya yang lain sangat pintar dan mampu memahami apa yang disampaikan guru dengan mudah, tapi saya tidak.
Saya sangat benci sekolah.
Saya sering dipukul guru karena tidak bisa menjawab pertanyaannya. Guru saya menganggap saya malas, dan menganggap bahwa saya adalah orang yang gagal dan mungkin tidak akan bisa jadi orang yang sukses serta tidak bisa meraih apapun dimasa depan. Padahal saya selalu berusaha keras ketika belajar. Saya juga pernah mendapat peringkat 36 dari 39 siswa di kelas. Setidaknya saya masih bersyukur bukan jadi yang paling buruk. Saya sering dapat nilai nol saat ujian matematika, sehingga saya selalu keringat dingin dan gemetar kalau harus dirsuruh menunjukkan hasil ujian kepada orang tua. Jadi, kalau kamu mengalami apa yang saya alami, tenang saja, kamu tidak sendirian. Kamu juga bukan orang gagal yang terlahir dengan kemalangan.
Terlahir dalam lingkungan yang menganggap saya orang bodoh justru menjadi pemacu semangat tersendiri bagi saya. Untungnya saya tidak berlarut-larut dalam kemalangan dan menyerah pada takdir begitu saja. Saya berusaha untuk segera bangkit agar bisa membuktikan pada orang-orang yang dulu pernah merendahkan saya, bahwa saya tidak seperti apa yang mereka bayangkan.
Tahukah kamu bahwa tubuh manusia mempuanyai daya adaptasi yang luar biasa! Tidak percaya? Sekarang coba saya bertanya, apakah kamu bisa berlari selama 1 jam non stop? Mungkin saat ini kamu menjawab, “tidak bisa”. Sewaktu saya bergabung dengan klub Tae-kwon-do di SMA dulu, salah satu syarat untuk bisa mengikuti ujian kenaikan tingkat adalah harus bisa berlari selama satu jam. Saya juga punya pikiran bahwa mustahil saya bisa berlari selama 1 jam. Namun setelah saya berlatih dan membuat target, ajaibnya saya mampu untuk melakukannya! Setelah itu saya berfikir, kalau hal ini berhasil bagi tubuh saya, mungkin ini juga akan berhasil bagi otak saya.
Saya “memerintahkan” pikiran saya agar bisa memahami informasi dengan baik. Saya tidak akan memaafkan otak saya kalau saya tidak bisa memahami pelajaran disekolah. Sehingga saya melatih dan memaksa diri ini agar, bagaimanapun caranya, saya harus bisa memahami pelajaran dengan baik. Misalnya begini, kalau orang biasa hanya perlu membaca tulisan satu kali agar paham, saya mungkin harus baca tiga sampai empat kali baru bisa sepenuhnya paham.
Cara ini mungkin sangat susah, saya tidak akan mengatakan bahwa ini adalah hal yang mudah. Tapi kuncinya, semua berasal dari niat. saya sudah bertekad pada diri saya, “tidak mau tahu, harus bisa!”.
Hasilnya luar biasa, ternyata saya berhasil!
Perlahan saya mulai bisa mengurangi tingkat disleksia saya, hingga menjadi taraf yang bisa dibilang tidak mengganggu lagi. Ya, meskipun sesekali masih sering kambuh, tapi itu bukan masalah besar.
Ketika saya bisa mengatasi masalah ini dan saya lebih mudah belajar, banyak teman-teman saya yang kaget. Terutama ketika mereka mengetahui bahwa saya berhasil masuk di salah satu Universitas negeri terbaik di Indonesia. Mereka menganggap bahwa saya adalah orang yang beruntung. Tapi saya berhasil sebenarnya bukan karena keberuntungan, tapi karena kerja keras.
Lalu, apakah sekarang ini saya berubah dari orang yang bodoh menjadi orang yang pintar? Hm.., tidak juga. Saya tetap senang menganggap diri saya sebagai orang yang bodoh. Karena ketika saya merasa bodoh, saya akan tetap terus belajar. Tapi ketika saya merasa pintar, saya akan berhenti belajar. Menurut saya, orang bodoh yang terus belajar itu lebih baik daripada orang pintar yang berhenti belajar. Menjadi bodoh tidak sepenuhnya buruk, kan?
Jadi, kalau kamu merasa bodoh, tenang saja..
kita bisa merubah takdir menjadi apapun yang kita inginkan.
Kalau saya bisa, kamu juga bisa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H