Goa dengan Selendang Lena, Antigone
Antigone  merupakan bagian dari lakon tragedy  yang ditulis oleh Sphokles sebelum  tahun 422 SM , karya ini merupakan karya ketiga dalam tiga drama Thebes. Lanjutan dari tragedy  legenda Odypus Sang Raja, Odipus di Coloneus dan Antigone yang ditulis pada masa kegairan nasional pada tahun 441 SM oleh trilogy Sophokles.
Goa dengan Selendang Lena, Antigone
Antigone menarik Ismene keluar dari istana dan  dua pasang mata saling beradu "Creon sang raja memutuskan untuk memperlakukan kedua jenazah saudara kita secara berbeda. Jenazah Eteocles, ia makamkan dengan penghormatan yang lengkap, dengan upacara yang gemilang, ia antarkan sukamnya ke neraka. Tetapi untuk jenazah Polyneicies yang malang, ia kenakan larangan untuk menguburnya. Harus dibiarkan terkapar tanpa diratapi, tanpa pemakaman, menjadi mangsa burung-burung padang belantara. Kamu dan aku tak berdaya apa-apa
Dan kini Creon sendiri tengah bersia-siap keluar istana untuk memimpin sendiri pelaksanaan pengumumannya. Jangan kamu kira ia cuma setengah-setengah saja -- hukuman untuk pelanggaran sudah tentu hukuman mati -- dilempari batu sampai mati. nah, camkanlah, Ismene, saudariku. Kamu berdarah bangsawan! kamu harus membuktikan keaslian bulumu nanti, bila ada harga dirimu"
Mereka berdua saudara kandung. Dari pernikahan seorang Ayah bernama Odypus yang menikahi ibu kandungnya Jocasta. Setelah berbagai rintangan dan kutukan telah mereka jalani. Hingga dewasa kini, hidup bersama sang paman Creon yang memiiki pendirian sekeras batu.
Creon dengan akal sehatnya telah tumpul akibat amarah. Memberi hukuman mati kepada siapa saja yang melangar undang-undangnya. Keputusan Creon untuk melantarkan mayat Polyneices di padang tandus, sudah menjadi keputusan kekal. Namun, seserorang telah berjalan dan menimbun mayat polyneices dengan tangisan dan suampah serapah kepada orang yang membuangya.
Beberapa suruhan Creon pun panik, ketika tidak menemui mayat Polyneices terbaring diatas tanah. Mereka mencari dimana mayat Polyneices, saling menuduh hingga baku hantam, demi mencari tahu tersangka. Tak ada yang berani untuk melaporkan kejadian tersebut. hingga para pengawal melakukan taruhan untuk yang kalah, akan bertemu langsung dihadapan Creon
Kapitan datang dihadapan Creon, dengan batang leher yang siap dipatahkan oleh pedang Creon. Namun kali ini dia beruntung, karena pengawal masih diberi kesempatan untuk mencari tersangka. Creon panik dan keadaanpun semakin memanas. Ismene lebih memilih untuk menyendiri di depan altar sambil mengingau. Hanya seorang Ismene dan dewata yang mendengar pembicaraan terakhir antara dia dengan kemauan Antigone.
Creon masih dengan sumpah serapahnya menunggu kabar tersangka. Baginya tersangka adalah orang yang berani memenggal lehernya sendiri. Tak lama kemudian Kapitan datang dengan menyeret tersangka dengan paksa. Semua orang didalam ruangan panik dan memaki realita. Paduan suara yang merupakan perwakilan dari rakyat-rakyat jelata, sangat mencintai dan menyayangi dirinya. Dia adalah Antigone si wanita bependirian teguh sama persis bapaknya Odypus.
Keadaan menjadi rumit, dan Creon pun bertanya remeh "Jadi kamu lakukan semua itu sendiri?"
Antigone langsung menyangah perkataan CreonÂ
"Nanti dulu. Ini undang-undang siapa? Manusia atau dewata? Bukankah upacara pemakaman adalah upacara agama dan dengan begitu masuk wilayah undang-undang dewata? Aku tidak menganggap bahwa undang-undang raja lebih tinggi dari undang-undang dewata.
Betapapun juga, Anda adalah manusia. Dan manusia itu fana. Peraturan surga tidaklah fana, melainkan baka. Aku harus hadapi di hari mati nanti. Tanpa dijatuhi hukuman mati aku toh akan mati juga. jadi apa bedanya mati lebih pagi?
Bahagialah bagi orang yang hidupnya tak takut mati. hidup yang kosong menyerah tanpa daya, lebih berat kuderita. Aku tak bisa diam saja melihat mayat saudaraku tak diberi upacara sebagaimana layaknya.Â
(Kepada Pemimpin Paduan Suara) Mungkin aku, kamu sebut dungu, tapi bagiku, kamu lemah dan tak punya pendirian"
Dari kejauhan para Paduan Suara (rakyat) bergumam "Wah, bagai karang ia. Seperti bapaknya! teguh tak gampang tergoda!"
Creon merasa tertantang dengan jawabanÂ
Antigone "Aku kenal sungguh watak yang kukuh. Sekali kubentur akan rapuh. Biarpun baja, ada juga kelemahannya. Kuda yang galak bisa jinak dengan rumput sekotak. itulah yang dia butuhkan; kendali! gadis ini mengerti ia bersalah, namun merasa bangga dan megah. bila hal ini aku diamkans aja, maka sebut ia lelaki dan aku wanita.
Aku tak peduli kalau ia kemenakanku. Aku tak peduli kalau ia paling dekat di hatiku. ia dan Ismene tak akan bebas dari hukuman. Ya, aku tahu Ismene juga ikut terlibat dalam hal ini. Tangkap dia! AKu lihat ia diberanda istana bicara seorang diri, seperti setengah gila. Ya, itulah siksaan batin, akibat menyembunyikan dosa"
Tidak ada yang bisa melawan keputusan Raja yang berkuasa. Antigone dengan pembelaanya selalu bergelora. Sampai akhirnya Ismene datang dengan hati yang berduka.
"Ismene. Ismene. Di situ kamu menangis tersedu. Kamu tangisi saudarimu. Wahai bencana, awan dukacita menutup kemolekannya" suara suara dari rakyat
Creon lansung menoleh dan darahya langsung naik ke ubun-ubun "Nah, kini kamu! Tenang-tenang menghanyutkan, diam-diam berbahaya. Sukar dibayangkan kalau selama ini aku piara dua ular di dalam rumahku, siap memagut tangan yang menyuapinya.
Sekarang bagaimana, kamu mau mengaku kalau kamu selama ini terlibat dalam pelanggaran perintahku?"
Penuh keyakinan Ismene berhadapan dengan Creon dan suadaranya Antigone "Aku kerjakan apa yang ia kerjakan. Aku terlibat dan rela mendapat hukuman"
Sebuah pengakuan palsu yang membuat Antigone membrontak  "Tidak benar! Kamu tidak mau membantuku dan aku menolak campur tanganmu"
Antigone "Ingat ucapan kita dulu. kamu pilih hidup, dan aku memilih mati"
Ismene "Waktu itu aku tidak mengungkapkan isi hatiku yang terdalam" ucap Ismene dengan menatap Antigone
Antigone "Namun waktu itu suaramu penuh kesadaran"
Ismene "Betapapun, hukuman ini harus kita tanggung bersama" air mata Ismene becucuran"
Antara saudari ini berlomba-lomba untuk menuju kematian. Creonpun tidak tahan untuk menertawakan perdebatan mereka berdua. Baginya Antigone sudah seperti mayat yang tak bernyawa lagi, setelah dia melanggar aturannya. Sedangkan Ismene gadis yang lembut yang tak ubah seperti ular. Diam-diam menikamnya juga dari belakang. Sebuah kejutan yang tak sia-sia.
Creonpun mulai bosan dengan perdebatan tersebut, Creon "Sudah jelas pasti. Cukup sampai di sini. Pengawal, singkirkan dia! Sangat penting menguasai kendali wanita. Bagi yang lain, itulah pelajaran. Betapapu beraninya seseorang di depan maut, ia pasti tergoncang"
Ketika Creon menghela napas, lelaki tampan dengan hati terguncang memberi hormat padanya. Haemon adalah putra kedua Creon, yang pertama  Megarius yang telah meninggal. Ingga Haemon satu-satu harapannya untuk melanjutkan kekuasaan kerjaan Thebes. Bertolak belakang dengan ayahnya Haemon sangat mencintai Antigone. Seoarang wanita yang akan dia nikahi, tidak lama lagi.
Tapi apa boleh buat, ayahnya si hati batu karang dilauta, tak ingin mengubah takdir. Creon"Bejat, kamu pengikut wanita!"
Haemon "Aku pengikut pikiran yang benar"
Creon "selama ini kamu membela dia melulu"
Haemon "Aku tidak hanya membela dia,tapi dewata dan juga anda!"
Creon  "jangan kamu coba lunakan,wahai si bocah banci!"
Haemon "Ayah suka bicara tapi tak suka mendengar"
Creon "wanita itu akan mati dan tak sempat  jadi istrimu"
Creon tidak terima dia dipermalukan dan dimaki oleh putranya sendiri. Sebuah hukumanpun akan diberikan pada putranya sendiri. Dan semakin tidak sabar emosinya untuk membawa Antigone kepada kematian. Antigone baginya hanya penyakit bagi putranya, apalagi sedrai perdebatan Haemon putranya yang bijak dan pintar itu berbicara seperti lagak pendirian Antigone.
Hatinya kian membara. Perintah pun telah dilayangka, cara terbaik untuk membunuh antigone dengan pelan-pelan namun menyakitkan.
Creon "Ia akan dibawa ke padang belantara dan dikubur hidup-hidup dalam goa. ia akan diberi makan secukupnya agar kita bebas dari kutukan. Rakyat banyak tak layak memikul beban.
Di dalam kubur itu nanti ia boleh berdoa sepuasnya pada dewa yang sanagt ia puja, yakni dewa penyabut nyawa. Mungkin sang dewa akan menyelematkannya. Betapapun semua ini adalah pelajaran, bahwa ilmu selamat lebih berguna dari ilmu mengurus mayat"
Semua pengawal dan rakyat menyaksikan pengantaran kematian Antigone didepan Goa yang gelap gulita seperti kuburan. Tidak ada yang membelanya semua orang hanya meratapi keadaan tanpa membrontak kekejaman Creon.
Antigone melihat orang-orang dihadapannya  dan berkata"Jelas kini tak ada temanku, tak ada orang meratapi, tak ada keluarga mengurus. Selamat tinggal, wahai mentari.
Creon "Bila tak kuhentikan ocehan ini, tak akan ada habis-habisnya. Jangan kita membuang waktu, ia harus segera disingkirkan! Singkirkan dia!Â
Seperti yang telah kuperintahkan. masukkan dia ke dalam goa bawah tanah, lalu tutuplah ia hidup-hidup di situ. Selanjutnya terserah pada kesaktiankum bisa hidup atau harus mati.Â
tanganku tetap tak ternoda, semata-mata aku hanya mengucilkannya dari dunia."
Antigone "Begitulah goa itu yang setengah mirip kubur, setengah mirip kamar pengantin. Akan menjadi pembungkus jasadku. Itulah pintu gerbangku untuk masuk ke dunia seberang sana, di mana akan bisa kujumpa ayah, bunda dan seluruh keluarga. Kerna aku buntut bencana, maka ceritaku berlipat ganda.
Hidup belum puas aku jalani, setidak-tidaknya di akherat sana, aku akan disambut gembira oleh orangtua dan saudaraku. Ketika mereka wafat, akulah yang mensucikan jasad mereka. tapi kini kerna aku sucikan jasad Polyneiceis, beginilah jadinya.Â
Lantaran menurut Creon aku membangkang, maka hilanglah kesempatanku untuk beranak dan bersuami. Diseret ke goa menuju kematian. kini satu saja hasratku; aku ingin bertanya apakah yang telah aku lakukan hingga bisa disebut dosa?
Tapi apa gunanya bertanya pada dewa? Apapula gunanya menginsyafkan sesame manusia! rupanya, upah kebajikan adalah kejahatan. Apabila memang begitu pendapat dewa tentang kesulitanku, maka aku memohon mati. Aku memang bersalah....tetapi bila ternyata menurut dewa, Creon yang salah, aku mohon semoga ia menderita bencana yang sama berat dengan deritaku"
Pengawalpun dengan paksa menarik Antigone kedalam gua dan Creon pun melihatnya penuh suka cita. Tak ada lagi kepala wanita yang kukuh pendirian berhadapan dengan dia. Dia telah terbebas dari orang-orang merasa benar. Sekarang dirinya berkuasa sesuka hatinya.
Creon kembali ke singgahsananya dan menghela napas untuk rencananya kedepan. Tak disangka dia diatangi ole seorang Nujum Terisias, dukun yang tak pernah salah nujumannya. Meskipun Terisias tua dengan tongkat kayu temannya memiliki  empat mata dan buta separuhnya. Namun kedatangan Teresias kali ini hanya boomerang ketakutan bagi Creon.Â
Dia benci dengan perintah dan kemauan Terisias yang harus membuatnya terlihat kalah. Membebaskan Antigone dan menguburkan Polyneises. Bukannya mengiyakan kata Terisias malah dia mengutuk balik Terisias sebagi dukun yang ingin merampas uangnya.
Teireises "Hanya selang beberapa hari lagi, kamu akan membayar nyawa dengan nyawa, mayat dengan mayat. kamu telah mengubur nyawa yang mestinya hidup di dunia. Kamu juga telah menahan mayat di dunia sedang mestinya dengan khidmat harus diantar ke akherat. jadi ada dua hutangmu. Hutang nyawa akan kamu bayar dengan nyawa, hutang mayat akan kamu bayar dengan mayat.
Maka sebentar lagi rumah tanggamu akan berantakan. Ratap tangis akan keluar dari keturunanmu. Dan mereka harus membayar dua nyawa untukmu. Nah, marilah kita buktikan apakah tujumanmu ini diucapkan karena suapan.
 sangat parah taruhannya. tapi apakah kamu sendiri yang ajukan tantangan, Sekarang aku pergi. AKu sudah tua. tidak kuat menghadapi amanah orang muda"
Peringatan yang menyeramkan bagi Creon.
Paduan suara atau wakil rakyat pun ikut merinding  "Itulah tujuman yang dahsyat. Menurut pengalaman, belum pernah ia meleset dalam tujuman"
Creon "Aku tahu, aku tahu. Akupun tak akan berpura-pura tenang. Bila aku mengalah, akibatnya sukar ditanggungkan. Bila aku tidak berubah berarti aku menempuh kutukan"
Padua suarapun mencoba menyadarkan Creon agar terhindar dari kutukan trsebut.Â
Hingga akhirnya Creon pun mengalah
Creon "Aku tak akan bisa melawanmu dewa. Meskipun berat rasanya, aku akan mengalah juga. lain kali tak akan kubuat peraturan yang menyalahi undang-undang. Ayo kamu, ikut aku. Kita bawa kapak dan tembilang. Aku ingin memimpin sendiri perbaikan yang akan kulakukan
Sembari melakukan perjalanan menuju goa. Creon masih bertahan disana dan berhalu bahwa kejadian ini hanya mimpi buruk baginya. Kakinya masih kaku di Goa. Dan seorang pembawa warta pun datang keistana dan memberikan kabar, bak petir yang menyambar seisi istana. Euridice datang dengan badan lemah yang dibantu dayang-dayang untuk berdiri di ambang pintu. Air matanya tak karuan mengalir di pipinya cantik itu.
Pembawa Warta "Nyonya yang mulia, semua akan kukisahkan kepadamu. Aku sendiri menyaksikan takkan aku menutupi atau melunakkan, karena lambat atau cepat toh akan sampai ke telingamu.
Aku pergi bersama Creon ke padang belantara, ke tempat jenazah Polyneicies dihinakan, koyak moyak digigit serigala.Â
Kami cukupkan doa-doa untuk membujuk Dewa Maut dan Dewa Neraka. lalu kami bersihkan jenazah itu kami beri rempah-rempah dan air suci, lalu kami kumpulkan kayu dan ranting pohon zaitun. kemudian kami bakar semua sisa mayat itu. lalu akhirnya sebagai penutup lengkap upacara, kami serahkan ia kepada Ibu Bum. Sesudah itu kami pergi untuk menyelamatkan Antigone.
Sementara kami membongkar pintu goa batu yang telah disemen itu, ada orang yang mendengar suara tangis di dalam goa. Segera ia melapor kepada Creon -- Creon melompat oleh firasat dan segera penggalian dipercepat.
Makin lama makin tangis itu makin keras dan terasa menyelubungi kami. Ngeri dan tak ketahuan tangis siapa. tetapi Creon, tiba-tiba kaku dan berkata " Aku takut benar bahwa perkiraanku benar. Sebidang tanah ini akan menjadi saksi betapa pahitnya akhir perjalananku ini. Meski belum nyata, tapi aku merasa bahwa itulah suara tangis puteraku. Cepat bongkar semua batu. Lihat di dalam! Itulah tangisan Haemon! Atau tipuan Dewa menggoda jiwa!
Maka di ujung goa, kami lihat Antoigone menggantung diri dengan sehelai kain lena. Dan haemon memeluk tubuh kekasihnya sambil mengigau, bicara sendiri, tentang nasib percintaan mereka dan tentang sikap Creon pada tunangannya -- Creon melihat itu semua dan lalu lari menghampiri
 "Anakku, apa arti semua ini? Roh apa yang merasuki dirimu? Kenapa kamu memilih mati? Ayolah keluar. Ini ayah menjemputmu"
Anaknya tidak menjawab. matanya melotot memandang sang ayah dengan buas dan benci. Lalu segera ia cabut pedangnya, mengelak menghindari Creon, membalik gagang pedang dan menikamkan pedang itu ke dadanya sendiri hingga ke hulu -- ia rubuh di belakang jasad kekasihnya. Mayat Antigone yang masih basah dipeluknya.Â
Kemudia....ia terbatuk dan darah segar munrat dari mulutnya membasahi pipinya yang remaja. Lalu mati di atas tubuh pinangannya....Demikian maut telah menikahkan keduanya.
Memang sungguh benar kata sang pertapa; akal sehat adalah pusaka hidup orang utama. Sebab sudah nyata bencana tidak perlu. ia terjadi karena nafsu semata-mata.
Paduan Suara (wakil rakyat ) "Dan kini Euridice pergi tanpa kata-kata"
Kepergian Euridice dengan bisu, membuat semua orang dalam ruangan bisu seribu kata. Mereka telah kehilangan Antigone wanita kuat dan berpendirian, selalu memihak pada rakyat jelata. Kemudian Haemon seorang anak raja yang bijaksana sedari dalam pikiran apalagi perbuatan.Â
Akal sehat mereka berjalan semestinya. Namun keputusan Raja lebih diutamakan daripada jalan pikirnya. Ego dan nafsu telah berkembang biak dalam diri Creon. Seseorang yang tak mau kalah. Lebih suka berbicara daripada mendengarkan.
Tragedy kerajaan Thebes meninggalkan duka sepanjang masa. Tak lama kepergian Euridice diruangan istana. Dia lebih memilih menyendiri dan tanpa pikir panjang membunuh dirinya sediri dan mengutuk bapak dari kedua anaknya yang telah menyusul duluan ke surga. Creon adalah maut bagi semua orang. Dia bernoda tak setetespun kejernihan dalam hati dan pikiannya.
"Siapa inginkan kebahagiaan?, yang utama adalah kebijaksanaan. Ini maknanya tidak menentang kehendak dewa. Siapa menentang alam, akan dihajar oleh alam. Kalau kamu deksura (tidak sopan ) dirimu akan dibikin hina. kalau kamu sombong, kamu akan dibikin kosong" Sophokles
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H